Matinya PJU di Kota Solo hari Senin 26/12 sungguh mengejutkan masyarakat. PJU yang mati memang hanya di kawasan jalan Slamet Riyadi dan Jl Adi Sutjipto namun justru dikedua jalan itulah yang meruntuhkan citra Joko Widodo sebagai kepala daerah yang memang dikenal baik. Penyebabnya tak lain adalah adanya tunggakan tagihan listrik ke PLN sebesar Rp 9 M yang belum dibayar. Kejadian tunggakan ini merupakan kedua kalinya dalam pemerintahan Jokowi.
Berdasar data yang dirilis espos dari PLN, mulai Januari hingga November 2011 sebenarnya anggaran pembayaran Pajak Penerangan Jalan Umum sudah dibayarkan ke PLN. PPJU didapat dari setoran pembayaran rekening listrik masyarakat yang nilainya 9 persen dari biaya yang digunakan. Kejadian ini banyak menimbulkan pertanyaan yang patut untuk dijawab baik oleh PLN Solo maupun Pemkot.
Mekanisme pembayaran PPJU yakni mulai dari masyarakat membayar listrik. Sembilan (9) persen PPJU diserahkan ke Pemkot oleh PLN tiap bulannya untuk dicatat sebagai pemasukan. Selanjutnya Pemkot membayar ke PLN sesuai besaran pemakaian voltage PJU. Nah dari data setoran PJU dan Kewajiban PJU terlihat sebenarnya PLN sudah tertib menyetorkan ke Pemkot, demikian juga Pemkot hingga November 2011 sudah membayar.
Kenapa masih ada pemadaman dan tunggakan senilai Rp 9 Miliar? Maka dari itu kedua pihak harus menjelaskan beberapa hal. Pertama, apakah ada data secara jelas berapa titik PJU resmi yang diakui Pemkot dan PLN Solo serta berapa voltage tiap titiknya. Data ini penting untuk memperkirakan dalam 1 bulan berapa dana yang harus dibayarkan oleh Pemkot. Tanpa data ini seharusnya Pemkot tak perlu membayar karena sebagai pelanggan tak dipenuhi haknya.
Kedua, berdasar data yang dirilis PLN setiap bulan hingga November tagihan PPJU sudah dibayar oleh Pemkot tanpa tunggakan. Kenapa masih ada pemadaman?Ketiga, angka Rp 9 Miliar muncul darimana? Sebab dari data itu tak ada penjelasan tunggakan. Pemkot sendiri tiap bulan selalu memiliki sisa dana dari PPJU yang diterima dari masyarakat dan pembayaran PJU ke PLN. Hingga November diperkirakan Pemkot masih memegang dana Rp 3,2 Miliar.
Keempat, kenapa Pemkot menganggarkan Rp 9 Miliar untuk membayar PJU dari APBD jika tiap bulan masih ada sisa dana? Artinya ada anggaran Rp 12,3 Miliar (sisa PPJU hingga November ditambah APBD untuk PJU) untuk Tahun 2011 yang alokasinya tidak jelas (belum termasuk sisa PPJU Bulan Desember). DPRD Kota Solo tidak terlihat jeli menyikapi hal ini dan hanya ikut memprotes kebijakan yang diambil oleh PLN Solo.
Terakhir, statemen Wakil Walikota Solo soal belum dibayarnya tunggakan dengan alasan untuk keperluan yang lebih penting seperti PMKS dan BPMKS. Sungguh jawaban yang mengada-ada karena sebelumnya dalam RAPBD 2012 justru dianggarkan kendaraan dinas serta pengadaan seragam Ketua RT. Mana yang lebih penting dari kejadian ini?
Kedepan, seharusnya pengambil kebijakan di Kota Solo harus mengerti mana kebijakan strategis dan mana kebijakan taktis. Mana yang perlu diperjuangkan dan mana yang bisa diabaikan. Kalau tak bisa melihat secara jeli, sungguh citra yang terbangun akan runtuh oleh hal sepele. Wakil rakyat juga harus jeli supaya tidak terlena akan nama besar Solo yang terangkat ke dunia internasional namun melupakan tugas melindungi warganya.
Berdasar data yang dirilis espos dari PLN, mulai Januari hingga November 2011 sebenarnya anggaran pembayaran Pajak Penerangan Jalan Umum sudah dibayarkan ke PLN. PPJU didapat dari setoran pembayaran rekening listrik masyarakat yang nilainya 9 persen dari biaya yang digunakan. Kejadian ini banyak menimbulkan pertanyaan yang patut untuk dijawab baik oleh PLN Solo maupun Pemkot.
Mekanisme pembayaran PPJU yakni mulai dari masyarakat membayar listrik. Sembilan (9) persen PPJU diserahkan ke Pemkot oleh PLN tiap bulannya untuk dicatat sebagai pemasukan. Selanjutnya Pemkot membayar ke PLN sesuai besaran pemakaian voltage PJU. Nah dari data setoran PJU dan Kewajiban PJU terlihat sebenarnya PLN sudah tertib menyetorkan ke Pemkot, demikian juga Pemkot hingga November 2011 sudah membayar.
Lampu PJU Di Kawasan Pasar Gede |
Kenapa masih ada pemadaman dan tunggakan senilai Rp 9 Miliar? Maka dari itu kedua pihak harus menjelaskan beberapa hal. Pertama, apakah ada data secara jelas berapa titik PJU resmi yang diakui Pemkot dan PLN Solo serta berapa voltage tiap titiknya. Data ini penting untuk memperkirakan dalam 1 bulan berapa dana yang harus dibayarkan oleh Pemkot. Tanpa data ini seharusnya Pemkot tak perlu membayar karena sebagai pelanggan tak dipenuhi haknya.
Kedua, berdasar data yang dirilis PLN setiap bulan hingga November tagihan PPJU sudah dibayar oleh Pemkot tanpa tunggakan. Kenapa masih ada pemadaman?Ketiga, angka Rp 9 Miliar muncul darimana? Sebab dari data itu tak ada penjelasan tunggakan. Pemkot sendiri tiap bulan selalu memiliki sisa dana dari PPJU yang diterima dari masyarakat dan pembayaran PJU ke PLN. Hingga November diperkirakan Pemkot masih memegang dana Rp 3,2 Miliar.
Keempat, kenapa Pemkot menganggarkan Rp 9 Miliar untuk membayar PJU dari APBD jika tiap bulan masih ada sisa dana? Artinya ada anggaran Rp 12,3 Miliar (sisa PPJU hingga November ditambah APBD untuk PJU) untuk Tahun 2011 yang alokasinya tidak jelas (belum termasuk sisa PPJU Bulan Desember). DPRD Kota Solo tidak terlihat jeli menyikapi hal ini dan hanya ikut memprotes kebijakan yang diambil oleh PLN Solo.
Terakhir, statemen Wakil Walikota Solo soal belum dibayarnya tunggakan dengan alasan untuk keperluan yang lebih penting seperti PMKS dan BPMKS. Sungguh jawaban yang mengada-ada karena sebelumnya dalam RAPBD 2012 justru dianggarkan kendaraan dinas serta pengadaan seragam Ketua RT. Mana yang lebih penting dari kejadian ini?
Kedepan, seharusnya pengambil kebijakan di Kota Solo harus mengerti mana kebijakan strategis dan mana kebijakan taktis. Mana yang perlu diperjuangkan dan mana yang bisa diabaikan. Kalau tak bisa melihat secara jeli, sungguh citra yang terbangun akan runtuh oleh hal sepele. Wakil rakyat juga harus jeli supaya tidak terlena akan nama besar Solo yang terangkat ke dunia internasional namun melupakan tugas melindungi warganya.