Rencana Relokasi Kantor Kabupaten Boyolali (1)
Bupati Boyolali Seno Samudro harus memikirkan ulang terkait rencana relokasi Kantor Kabupaten dari Sunggingan ke Desa Kemiri Kecamatan Mojosongo. Ada beragam faktor yang menjadi tantangan relokasi tersebut. Tantangan itu bisa berupa kendala teknis maupun non teknis yang pada dasarnya relokasi tak mudah dilakukan. Memang soal tanah sudah tak jadi masalah karena tanah aset daerah seluas 13 ha dan 2 desa sudah berganti menjadi kelurahan.
Namun memaksakan relokasi sungguh tak elok ditengah masih karut marutnya penataan birokrasi daerah, bencana longsong, gunung merapi, kekeringan hingga soal kepemilikan tanah di Kedungombo. Lebih baik bupati menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut yang saya yakini sungguh tidak populis. Istilahnya tidak diingat orang dibanding membangun gedung kabupaten yang baru. Pengalaman Seno sebagai wakil bupati semestinya mampu menjadi kelebihan dirinya menyoroti substansi masalah daerah.
Ket : Dalam juta
Diolah dari www.kemenkeu.go.id
Disisi lain, beberapa wakil rakyat juga menyatakan ketidaksetujuannya.Hal ini harus benar-benar diperhatikan Seno supaya perjalanan kepemimpinannya nanti tetap amanah. Ada 6 point yang jadi alasan saya mengapa relokasi kantor Kabupaten Boyolali harus ditolak. Pertama, biaya relokasi yang mencapai Rp 290 M tentu menjadi angka yang fantastis bagi kota susu tersebut. Bandingkan dengan Belanja Langsung Tahun 2011 kabupaten itu sebesar Rp 289 M.
Meskipun pembiayaan melalui anggaran tahun jamak, justru disini letak persoalannya. Pembiayaan multiyears kadang terkendala kenaikan harga bahan baku, inflasi, cuaca dan lainnya yang menyebabkan biaya Rp 290 M bisa bertambah. Kedua, hingga 5 tahun terakhir APBD Boyolali selalu mencatat defisit anggaran. Di Tahun 2011 ini mencapai Rp 64 M. Kalau anggarannya saja masih defisit, bagaimana logikanya mau membangun kantor kabupaten?
Seno harus terlebih dulu mampu menunjukkan bahwa APBD Boyolali bisa berimbang atau bahkan surplus. Tentu tidak sekedar mengurangi program dan lebih fokus pada program yang dibutuhkan masyarakat terlebih dahulu. Ketiga, sampai sekarang Belanja Pegawai masih tinggi atau mencapai 66 persen dari APBD 2011. Belanja modalnya saja hanya 12 persen. Bupati tak bisa begitu saja menafikkan hal ini karena artinya alokasi anggaran masih bersifat rutinitas semata.
Bersambung
0 komentar:
Posting Komentar