Rabu, 26 Juli 2017

BPKH, Strategi Jitu Jokowi Tingkatkan Layanan dan Kembangkan Dana Haji

|0 komentar
Mengoptimalkan tabungan haji, pada Rabu 26 Juli Presiden Joko Widodo melantik Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara. Mereka terdiri dari 5 anggota badan pelaksana dan 5 dewan pengawas. Pembentukan BPKH merupakan langkah tepat memanfaatkan tabungan haji yang selama ini relative tidak termanfaatkan secara optimal.
Indonesia dengan penduduk muslim terbesar didunia termasuk jamaah haji terbanyak merupakan potensi besar bagi pengumpulan dana haji. Saking banyaknya peminat ibadah haji, dibanyak kota bahkan antrian ibadah haji ada yang mencapai 10 tahun. Artinya jika kita mendaftar saat ini maka akan berangkat haji tahun 2027 mendatang. Bisa dibayangkan potensi dana haji yang ada. Berdasarkan catatan, akhir 2016 saja tabungan haji sudah mencapai Rp 90 T dan diperkirakan akhir tahun akan tembus Rp 100 T.

Selama ini tabungan haji hanya “ngendon” di tabungan yang berada di kemenag dan memang tidak bisa diapa-apakan sebab tidak ada mandat untuk itu. Paling hanya untuk deposito serta sukuk atau obligasi. Padahal Jokowi dikenal dengan Presiden yang pintar memanfaatkan asset dan menginvestasikan diranah yang tepat sehingga berdampak menguntungkan. Sesaat setelah pelantikan, Jokowi bahkan menyampaikan harapan besar pada BPKH. Artinya badan itu bukan sekedar bekerja memanfaatkan tabungan haji semata namun mampu memberi dampak signifikan bagi jemaah haji Indonesia dimasa mendatang. “Saya berharap dengan pengelolaan yang tepat maka makin tahun biaya haji kita makin turun, turun, turun” ungkapnya.

Statemen itu menjadi pesan penting bagi BPKH agar dalam merumuskan jenis investasi bukan sekedar asal halal semata, atau menguntungkan saja namun dapat meningkatkan benefit yang signifikan bagi jamaah haji. Anggota BPKH sendiri merupakan orang-orang professional dibidangnya sehingga mampu meningkatkan laba signifikan.

Sebenarnya pengelolaan dana umat semacam tabungan haji ini bukan hal pertama. Bisa dikatakan sudah sangat terlambat. Bukan hanya di Malaysia dan Singapura sudah ada badan tersendiri yang mengelola namun juga di negeri sendiri sudah ada Jamsostek, Taspen, Askes, hingga Baznas yang juga mengelola dana publik. Aset yang mereka kelola dan kembangkan bahkan sudah menembus puluhan trilyun tiap tahun. Hal ini juga menjadi PR penting bagi BPKH untuk mau belajar dalam memilih investasi yang tepat.

Tujuan Pembentukan BPKH

BPKH sesuai UU 34 Tahun 2014 bertujuan tidak hanya mengelola dana haji namun juga meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji, efesiensi sekaligus rasionalitas terkait BPIH, dan harus memberikan kemaslahatan bagi umat Islam.

Selama ini, dana haji disetorkan calon jemaah ke Kemenag melalui bank. Mereka tidak mengetahui besaran optimalisasi yang terkumpul dari dana itu. Karena itu, nanti perlu ada virtual account per individu sehingga para calon jemaah haji bisa tahu. Selama ini semua dana itu masih dalam rekening atas nama Kemenag
Berdasarkan laporan Direktur Pengelolaan Keuangan Haji Kementerian Agama Dana BPIH atau yang disebut Dana Haji per 31 Desember 2016 berjumlah sebesar Rp 90,6 Triliun. Yang terdiri dari Kas dan setara Kas Rp 111,81 milyar; investasi jangka pendek Rp 54,57 triliun; investasi jangka panjang 35,78 triliun dan hasil optimalisasi yang masih harus diterima Rp 137,91 milyar. Dan ditambah Dana Abadi Umat (DAU) sebesar Rp 2,99 triliun. Dan kedepan dana ini akan terus bertambah seiring dengan semakin bertambahnya calon jamaah haji yang masuk dalam daftar tunggu yang di sebabkan keterbatasan kuota yang ditetapkan oleh pemerintahan Kerajaan Arab Saudi.

Dan di prediksi sampai tahun 2020 dana haji ini akan mencapai 150 Triliun. Pengelolaan BPIH atau dana haji yang disetor melalui rekening Menteri Agama via bank penerima BPIH dikelola berdasarkan nilai manfaat yang diatur dalam peraturan pemerintah No. 79 Tahun 2012 tentang pelaksanaan UU No.13 Tahun 2008. Dan selanjutnya diatur dalam PMA (Peraturan Menteri Agama No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan BPIH. BPIH dikembangkan untuk mendapatkan nilai manfaat dan likuiditas pengembangan dengan cara menempatkan pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Surat Utang Negara (SUN), dan Deposito.