Rabu, 30 Mei 2018

Jokowi Terapkan Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

|0 komentar

Kebijakan kepala Negara dapat mencerminkan apa yang menjadi visi misinya. Tentu dia harus mampu menjalankan amanat terutama mewujudkan sila yang ada dalam Pancasila. Dalam perjalanan kebangsaan ada banyak representasi kebijakan yang dilihat sebagai ejawantah dari Pancasila tetapi khusus sila ke 3 Persatuan Indonesia dan sila ke 5 Keadilan bagi seluruh Rakyat Indonesia belum banyak yang merealisasikannya.

Terpilihnya Presiden Joko Widodo sebagai presiden dari kalangan bukan siapa-siapa setidaknya menunjukkan harapan besar. Dia bukan pengusaha besar nasional, dia bukan keturunan birokrat besar, dia bukan pejabat teras partai namun dedikasi dan kiprahnya mampu membawa aspirasi rakyat. Sehingga sejak menjabat Walikota Surakarta, Gubernur DKI hingga Presiden selalu disambut gegap gempita.

Pria pengusaha meubeul itu bukan sekedar melaksanakan tupoksi sebagai kepala pemerintahan namun juga sebagai kepala negara. Salah satu hal yang meresahkannya yakni Indonesia ini negara besar, negara kaya, namun ketimpangan antar wilayah masih saja terjadi. Maka dia mengupayakan bagaimana pemerataan itu terjadi.

Hal yang pertama dilakukannya adalah menerapkan BBM 1 harga di mayoritas wilayah di Indonesia. “Ketika tahu harga BBM di Wamena Rp 60.000 nurani saya terusik” ungkap pria yang hobi berkemeja putih dengan dilipat lengan panjangnya. Kini, harga BBM dibeberapa wilayah (tidak hanya papua) sudah sama dengan Jawa.

Kedua, penutupan PT Petral, broker pengadaan minyak bagi Pertamina. Setidaknya dana yang dibayarkan bagi pengadaan BBM yang tadinya diterima Petral, kini menjadi keuntungan bagi Pertamina dan bisa digunakan untuk tambahan distribusi BBM di daerah atau wilayah pedalaman/sulit. Sayang, harapannya agar KPK bisa menindaklanjuti dugaan korupsi di Petral tidak berlanjut.

Ketiga, pembangunan infrastruktur baik berupa bandara, jembatan, PPBL, Waduk, Jalan Trans hingga jalan tol diberbagai pulau semakin membuktikan bahwa rakyat Indonesia berhak merasakan dampak pembangunan. Meningkat tajamnya pembangunan berefek ke berbagai bidang. Misalnya distribusi barang makin lancar, mobilisasi tidak terkendala, deflasi harga, distribusi ekonomi merata, sector pendidikan, kebudayaan, social juga ikut tergerak. “Jadi percepatan infrastruktur itu demi pemerataan, wujud penerapan sila ke 5” tegasnya di hadapan kami para pendukungnya.

 Keempat, dalam 1 hari ada 7.000 kapal illegal baik dari dalam negeri maupun luar negeri merampok ikan kita dengan peralatan canggih. Akibatnya nelayan tradisional kita hampir tidak mendapatkan sisa ikan dan cerita jaring hampa sudah menjadi cerita usang. Penunjukan Susi Pudjiastuti dan pemberangusan kapal illegal ditegakkan dengan hukuman tegas, penenggelaman kapal.

Nelayan-nelayan kita kita sudah kembali berpengharapan. Mereka sudah lagi mendapatkan ikan-ikan yang dulu hampir tidak lagi mereka dapatkan. Kapal-kapal asing atau illegal tak lagi sembarangan mengambil ikan di wilayah kita. Jika ketahuan, siap-siap resiko saja.

Dan semua yang dilakukan Presiden Joko Widodo itu dalam rangka mewujudkan sila ke 5, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Selasa, 29 Mei 2018

Memberangus Perusak Islam

|0 komentar

Diakui atau tidak, Islam sebagai agama mayoritas tumbuh dan berkembang dengan luar biasa. Bukan hanya dalam hal pemahaman namun juga aliran atau ormasnya. Bahkan tatkala ada ormas yang membuat citra Islam terpuruk, masih banyak yang belum tersadarkan. Bahkan sekelompok kecil ormas Islam yang mengklaim paling Islami justru berusaha meruntuhkan bangunan NKRI.

Ya, itulah Hizbut Tahrir Indonesia. Sebuah ormas Islam yang dibiarkan tumbuh dan berkembang saat rezim SBY sejak 2015 mulai mengusik Indonesia. Mereka mulai menunjukkan taringnya dengan mendirikan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan Gema Pembebasan. Jargon yang mereka bawa adalah menolak demokrasi sebagai sistem negara dan menolak Pancasila sebagai ideologi organisasi. Mereka membawa doktrin khilafah islamiyah sebagai system kepemimpinan.

Dan puncaknya saat diselenggarakan Muktamar HTI di Istora Senayan Tahun 2015 yang bahkan disiarkan langsung oleh TVRI. Mereka meneriakkan kata Khilafah bersama-sama dan berulang kali. Kemudian tahun 2016 ada pertemuan antar lembaga dakwah kampus seluruh Indonesia dan mereka memproklamirkan kesetiaannya untuk memperjuangkan Khilafah Islamiyah.

Padahal Pancasila sebagai sebuah dasar negara merupakan hasil final yang juga dirumuskan termasuk para alim ulama. Menafikkan Pancasila termasuk menafikkan kemampuan Ulama-ulama besar jaman dahulu yang keilmuan agamanya sangat bisa dipertanggungjawabkan.

Melandaskan keyakinan bahwa HTI jelas telah melanggar konstitusi, Presiden Joko Widodo langsung mengeluarkan Perpres tentang Organisasi Masyarakat yang kemudian berubah menjadi UU Ormas. Meski HTI melakukan banding namun pengadilan telah menetapkan bahwa HTI termasuk organisasi yang terlarang. “Bukan hanya kita yang melarang HTI. Ada 15 negara Islam juga melarang HTI termasuk Arab Saudi, Malaysia, Mesir, Turkey, Iran dan lain sebagainya” ungkap Presiden Joko Widodo akhir pekan lalu.

“Banyak yang menyampaikan ke saya untuk tidak membubarkan HTI dengan argument akan menurunnya dukungan politik. Tapi saya juga mempertimbangkan masukan tokoh-tokoh Islam lain yang juga kredibel serta fakta yang ada. Buktinya dari survey terakhir terbukti tokoh yang pro dengan Islam adalah saya. Melaju jauh diatas tokoh-tokoh lain dengan prosentase mencapai 70%” tambah kakek Jan Ethes Srinarendra di Istana Bogor.

Dengan dibekukannya HTI, gerakan-gerakan melawan pemerintah dan mengklaim ada upaya penistaan agama menyusut drastis. Apabila diperhatikan, sebagian kecil kelompok sering membawa atau mengaku representasi Islam. Padahal jumlah mereka sangat kecil bahkan sangat tidak signifikan sebagai representasi umat. Lihat saja HTI, FPI, hingga alumni 212 sering mengaku-aku mewakili Islam. Hal yang sama tidak dilakukan oleh Muhammadiyah atau NU walaupun jumlah jamaahnya puluhan juta.

Pembubaran HTI sangat tepat bahkan jika dilanjutkan pada ormas-ormas yang merusak citra Islam. Mereka tak lagi layak mengaku mewakili Islam karena representasi Islam yang sesungguhnya ada pada akhlak/perilaku bukan pada organisasi.


Senin, 28 Mei 2018

Optimisme Indonesia

|0 komentar

“Assalamu’alaikum” sapanya saat memasuki ruang pertemuan disalah satu sudut Istana Bogor akhir pekan kemarin.

“Wa’alaikumsalam” kami hampir menjawab serentak

Presiden yang mengenakan baju putih, celana hitam dan sepatu kets merah menyalami kami satu persatu disertai senyum ramahnya. Meski terlihat letih, sorot matanya menyinarkan optimisme, memancarkan keyakinan dan menunjukkan beliau memang orang yang pantas memikul beban ini. 

Ya, beliau menyelami kami dengan bergeser langkah bukan kami yang bergantian bersalaman.
Sore itu kami berbincang santai tentang banyak hal, tentang banyak tema, tentang beragam topik namun ujungnya satu demi NKRI. Presiden Joko Widodo menegaskan berbagai kebijakan yang diambil menunjukkan bahwa masih ada sila-sila di Pancasila yang belum terimplementasikan dengan baik. Salah satunya selisih harga BBM di kawasan Indonesia Timur.

“Berapa harga BBM disini (Wamena)?” cerita Presiden saat mengunjungi Wamena dalam sebuah kesempatan.

“Rp 60.000 pak” jawab masyarakat

“Bagi saya kalau Rp 10,000 masih dimaklumi karena selisih biaya transportasi. Kata mereka Rp 60.000 itu dalam keadaan normal, jika sedang laut pasang bisa sampai Rp 100.000. Hati nurani saya terusik, bagaimana bisa kita satu Negara dan yang di Jawa sudah menikmati BBM harga paling mahal Rp 7.000 – Rp 8.000 mereka harus bayar sampai Rp 100.000. Maka dari itu saya perintahkan pertamina untuk menyamakan harga, entah bagaimana caranya” urai Presiden,

Saat menjelaskan nampak sekali penekanan kata, intonasi maupun helaan nafas pada kalimat yang menandakan keprihatinan, kepedihan sekaligus kegusarannya. Beliau seakan-akan ingin mengungkapkan :

Kita ini satu bangsa tapi berlaku tidak adil

Kita ini satu bahasa tapi tidak memberikan hak yang sama pada warga Indonesia timur

Kita ini satu negara  tapi membeda-bedakan dalam membangun

Kini, berbagai wilayah Indonesia Timur sudah menerapkan BBM 1 harga. Bayangkan, mereka harus merasakan BBM 1 harga harus menunggu 73 tahun merdeka. Mereka menikmati harga sama perlu pergantian 7 presiden. Mereka menikmati harga-harga turun dipengaruhi biaya BBM karena Jokowi tersentuh empatinya.

Bila rakyat Papua yang 73 tahun terabaikan juga diperhatikan, bagaimana dengan Indonesia?

Optimis Jokowi

Optimis Indonesia

Minggu, 27 Mei 2018

Presiden Pancasilais

|0 komentar

Entah apa yang dipikirkan para pembenci Presiden Joko Widodo, mereka hampir tak berhenti selama 3,5 tahun menghasut. Sudah berbagai isu dilontarkan namun berhasil di klarifikasi. Keributan itu sebenarnya hanya terjadi di media sosial karena bersumber dari akun-akun yang ga jelas dan penebar fitnah.

Tidakkah mereka selayaknya mengerti, tahu, dan faham bahwa telah banyak yang dilakukan oleh Jokowi? “Freeport itu memberi kita keuntungan hanya 19,5 % lebih dari 40 tahun, tidak ada yang ribut. Kita renegosiasi sudah 3 tahun belum putus untuk dapat 51 % saham. Kalau mereka tidak mau ya kita kelola sendiri” jelas Presiden Joko Widodo di Istana Bogor.

Jangan pernah pikir menaikkan prosentase saham itu semudah mengucapkan dibibir. Mengapa? Sebelum keputusan diambil banyak bisik-bisik sampai di telinga orang nomor 1 Indonesia itu akan ada konsekuensi yang diterima. Ada cukup banyak pihak merasa terancam dengan keberlangsungan mayoritas saham Freeport yang dimiliki mayoritas oleh Mc Moran.

Ancaman-ancaman itu juga sampai ke telinga presiden kembali saat beliau memutuskan membubarkan Petral. Sebuah perusahaan broker dibidang pengadaan/impor minyak meski kita sudah memiliki pertamina. Bahkan sang menteri saat itu sampai 3 kali mengkonfirmasi kepastian keputusan presiden.

“Yakin pak mau bubarkan Petral?”

“Iya, emang kenapa?”

Lontaran pertanyaan Presiden tak terjawab bahkan saat PT Petral sudah bubar sejak 17 Mei 2015 atau sudah 3 tahun lalu. Pun sampai saat ini ketersediaan minyak, pasokan BBM, kebutuhan BBM hingga ke pelosok tanah air aman-aman saja.

Jika kita tahu, 2 raksasa besar itu dimiliki oleh orang-orang yang diakui atau tidak berkelindan diseputar kekuasaan. Soal Freeport kita jadi tahu istilah Papa Minta Saham yang melibatkan Setya Novanto dan Riza Chalid. Bahkan Riza sendiri kabur tak diketahui rimbanya hingga saat ini. Yang kedua soal Petral, bisa di cek keuntungan Pertamina meningkat drastis. Kini Pertamina sedang berinvestasi pada membangun kilang minyak sendiri yang jauh lebih representative.

Semua yang dilakukan oleh Presiden adalah demi Indonesia. Sudah tiga setengah tahun beliau menjabat dan ketegasan serta komitmennya tidak diragukan lagi. Kami menemuinya pada Sabtu lalu. Nampak kantung matanya menggelayut tebal. Beliau terlihat lelah namun sepanjang pertemuan sama sekali tak mengeluh. Seperti ingin menunjukkan bahwa apa yang dilakukannya memang demi rakyat, demi NKRI atau demi kita semua.

Dan beliau memang Presiden Pancasilais