Selasa, 11 Oktober 2011

Anggaran Belanja Langsung Kabupaten Karanganyar Mengecil

Seperti pernah disinggung dalam tulisan sebelumnya bahwa belanja pegawai (baca : gaji PNS) memperberat APBD memang benar adanya. Ini bisa dibuktikan bila kita mengakses website milik Kementrian Keuangan yang mencantumkan APBD kabupaten/kota seluruh Indonesia. Mayoritas anggaran daerah dibelanjakan untuk gaji birokrasi. Bahkan 2 tahun terakhir DAU kabupaten/kota se eks karesidenan Surakarta sudah tak cukup untuk membayar gaji pegawai Gaji PNS Kuras DAU.

Kita coba lihat beberapa alokasi belanja di salah satu daerah yakni Kabupaten Karanganyar. APBD Kabupaten Karanganyar sendiri sebenarnya tidak cukup besar karena hingga tahun 2011 ini hanya Rp 901 M atau naik Rp 100 M lebih saja (lihat tabel). Dibandingkan dengan 6 kabupaten/kota, jumlah ini merupakan jumlah paling kecil karena lainnya sudah lebih dari Rp 1 T. Meski paling kecil tetapi penggunaan untuk alokasi belanjanya sama seperti daerah lain yang mayoritas habis untuk membayar gaji PNS.

 Dari APBD 2007, alokasi belanja tidak langsung prosentasenya terus meningkat sedangkan belanja langsungnya justru mengecil. Tentu kondisi ini memprihatinkan. Pada Tahun 2007, dari APBD Rp 632 M, sebesar Rp 405 M (64 persen) dibelanjakan untuk belanja tidak langsung. Naik menjadi 70 persen dari APBD Rp 796 M pada tahun 2008. Berikutnya naik kembali jadi 72 persen dari APBD Rp 799 M dan meningkat jadi 80 persen dari Rp 794 M ditahun 2010. Tahun ini menurun 0,92 persen atau menjadi 79 persen dari APBD  Rp 901 M.

Bandingkan dengan belanja langsung tahun 2007 hanya kebagian 35 persen, 2008 turun jadi 29 persen, tertekan tinggal 27 persen pada tahun 2009 dan kembali turun menjadi 19 persen tahun 2010 serta tahun ini cuma 20 persen saja untuk alokasi belanja langsung. Akibatnya belanja barang dan jasa serta belanja modal kebagian prosentase puluhan saja bahkan tahun ini tinggal mendapat satuan persen yaitu 8,97 persen untuk Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal tinggal 7,87 persen. Dengan cakupan wilayah serta kondisi geografis yang ada, sulit melihat pembangunan yang nyata.

Rina Iriani sebagai kepala daerah harus mampu mengelola keuangan daerah agar optimal. Bila memang banyak alokasi untuk belanja pegawai, dia harus benar-benar mengoptimalkan kinerja birokrasinya agar bisa dirasakan masyarakat. Mengandalkan anggaran untuk pembangunan agar terlihat, sepertinya sulit sehingga pelayanan publik tidak sekedar lips service namun benar-benar dapat dirasakan manfaatnya. Karena birokrasi di Karanganyar banyak menyedot anggaran daerah.

Lihat saja belanja pegawai disana yang mencapai Rp 329 M tahun 2007 atau 52 persen dari APBD. Tahun 2008 menjadi Rp 451 M atau 56 persen, Tahun 2009 naik hingga Rp 482 M atau 60 persen, kemudian Tahun 2010 mencapai Rp 534 M (67 persen) dan kini 2011 mencapai angka Rp 650 M atau 72 persen APBD. Meski Belanja Tidak Langsung jumlahnya besar, anggaran Bagi Hasil kepada Pemerintah Desa tidak tumbuh seiring.

Padahal idealnya droping anggaran ini yang bisa digunakan untuk mengatasi kesenjangan pembangunan yang dilakukan SKPD dengan pembangunan yang dilakukan masyarakat. Anggaran ini berupa Alokasi Dana Desa dan bisa dianggap stimulan. Sayangnya selama kurun 2007 - 2011 jumlahnya sangat kecil. Meski sempat mencapai Rp 3,170 M namun 3 tahun terakhir hanya mendapat alokasi Rp 2 M tidak lebih dan tidak kurang. Kondisi ini mengakibatkan desa tak mampu merangsang masyarakat berpartisipasi membenahi desanya atau menyelesaikan problem mereka.

0 komentar:

Posting Komentar