Selasa, 15 April 2014

Doktor Yang Menderita Kehidupannya

|0 komentar
Kapasitas seseorang itu bisa dilihat dari kemampuannya mengeluarkan gagasan dan berdiskusi. Dalam sebuah media online keroyokan yang sering saya baca, Nararya mengupas berbagai hal yang berkaitan dengan filsafat. Disitulah mudah difahami, bagaimana kita mengukur kapasitas seseorang. Cuma yang namanya manusia itu bawaannya memang nafsu. Sehingga tarikan sombong, tinggi hati, besar kepala, sok pintar dan lainnya itu ada. Coba kita amati sekitar kita, memang begitu.

Dalam kehidupan sehari-hari, dijaman yang sudah modern masyarakat dihinggapi perasaan ingin diperhatikan orang lain. Akibatnya ya meninggikan diri sendiri. Mengaku-aku kaya, pintar, bertitel atau kehidupannya sukses. Usahanya dimana-mana, gagasannya selalu brillian dan diakui orang, anaknya meraih cumlaude atau nilai sempurna serta kebohongan lain. Bertemu dengan orang semacam ini memang mengherankan dan secara pribadi sangat kasihan. Dia sebenarnya tidak mampu apa-apa, krisis identitas yang butuh pengakuanlah yang menyebabkan begitu.

Entah rasa itu muncul dari mana, seseorang mengaku punya tanah berhektar-hektar diluar kota yang dipenuhi salak, durian, rambutan atau buah lainnya. Anehnya saat musim buah itu, membawa ke kantor buah durian tak sampai sepuluh biji dan cuma sekali.

Mengaku bergelar PhD disebuah universitas di Amerika dan bukti kelulusannya sudah dirobek-robek karena marah tidak diterima bekerja. Lho kalau beneran begitu, gagasan yang di otaknya jauh lebih bernilai dibanding selembar kertas. Wong berbicaranya saja ga runtut, buat konsep ga bisa, menulis gagasan saja 1 paragraf 1 titik bagaimana tidak dipertanyakan gelarnya? Tidak pernah sekalipun terdengar berbicara dalam bahasa internasional. Cara lain untuk melihat beneran atau tidak, ya pertemanannya di jejaring sosial.

Siapa yang berkomentar atas status seseorang cukup memperlihatkan siapa orang tersebut, bagaimana pengaruhnya, siapa saja temannya dan bagaimana lingkungannya. Kapasitas seseorang ditunjukkan dari pola pikir, sikap dan argumentasinya yang soundness. Bukan komentar yang seakan-akan nyambung tetapi berulang kali gagal paham. Perdebatan yang muncul seringkali diakhirinya dengan emosi, penghindaran atau main telikung dibelakang (memfitnah).

Saya tahu dia sangat menderita. Seandainya apa adanya tentu saya bantu, tak usahlah sok.

Mengaku kaya karena memakai mobil, hp berharga mahal, laptop maunya setahun ganti ternyata semua bohong. Meski cicilannya lunas eh pajaknya sudah 3 tahun ngeblong. Demikian juga laptop dari hasil ngibul sana sini. Fungsi laptop itu ya hanya alat pamer wong bisa di cek di file yang disimpannya juga terbatas. Alasannya entah ter delete, sempat di install atau dokumen dipinjam temannya.

Dalam berdiskusi yang muncul koq argumen wong opini saja sering tak mampu dia keluarkan. Lebih banyak apologi yang dikemukakan. Pembelaan dan pembenaran atas apa yang dipikirannya. Anehnya masih ada yang mempercayai apa yang diungkapkannya di Kampung Ganjil. Ya tidak semua warga meski ketika di sesat pikir itu beranjak, warga ramai mempertanyakan pola pikirnya.

Senin, 14 April 2014

PDI Perjuangan Memenangkan Pemilu 2014

|0 komentar
Hasil quick count pemilu 2014 cukup menarik. Ada yang bisa ditanggapi biasa saja namun ada yang mengejutkan. Walaupun ini masih semacam hitung cepat, dari berbagai lembaga yang melakukan tak ada selisih signifikan. Nampaknya partai pemenang pemilu 2014 akan dipegang oleh PDI Perjuangan pimpinan Megawati. Faktor terbesar yang mampu diraih oleh partai ini ditetapkannya Ir H Joko Widodo sebagai Calon Presiden. Tidak sedikit yang menyatakan agak telat namun faktanya perolehan PDI Perjuangan cukup meyakinkan.

Target Bappilu PDI Perjuangan sendiri mencapai 27 persen namun berdasar berbagai quick count tercatat perolehan mencapai 19 persen. Perolehan ini mampu mengalahkan 11 partai lainnya. Di posisi kedua, masih sama seperti hasil 2009 lalu didapat oleh Partai Golongan Karya yang mendapat 14,75 persen suara. Parpol ini memang dianggap paling siap dalam menjalani pemilu. Tidak tergantung tokoh partai, patron, dana tetapi mengandalkan mesin partai yang benar-benar solid dalam menggalang perolehan suara. Ical sebagai ketua partai sudah banyak beriklan di jejaring televisinya.

Diposisi perolehan ketiga terbanyak (masih berdasarkan quick count) yakni Gerindra dengan 11,8 persen. Hasil ini cukup mengejutkan karena mereka tidak didukung media dan caleg yang handal. Image partai juga lebih banyak bergantung pada Prabowo yang iklannya terus menerus tayang diberbagai televisi. Hampir terlihat single fighter dan hanya satu dua kali tampil Fadli Zon dalam berbagai acara diskusi. Di tempat keempat ada partai penguasa yaitu Partai Demokrat dengan 10,19 persen. Pencapaian ini mengejutkan banyak pihak.

Sebagai partai penguasa sudah seharusnya mereka mampu memanfaatkan berbagai keunggulan. Rupanya persepsi warga atas maraknya kasus korupsi yang dialami kader cukup menurunkan kepercayaan publik pada partai yang kini dipimpin Soesilo Bambang Yudhoyono. Yang agak mengejutkan adalah PKB menerobos di posisi kelima dengan 9,2 persen. Dari berbagai komentar, faktor H Rhoma Irama dan Ahmad Dhani mampu menggerakkan pemilih emosional ke partai pimpinan Muhaimin. Hal ini diakui juga oleh Ketua Umum PKB yang juga Menakertrans.

Diurutan keenam ada Partai Amanat Nasional (PAN) yang mendapat 7,5 suara. Sepertinya prediksi atau target mereka ya memang tidak jauh dari target sehingga tidak banyak analisa. Kemudian Partai keadilan Sejahtera pimpinan Anies Matta prosentase suaranya 6,9 persen atau berada di bawah PKB. Kemungkinan pemilih terpengaruh akan citra yang disandang PKS. Sebut saja kasus korupsi yang menimpa Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishak dan kasusnya kini sedang disidangkan. Wajar bila perolehan suara mereka terganggu atas pemberitaan tersebut.

Sedangkan Partai Nasional Demokrat agak mengejutkan mampu menerobos hingga diurutan 8 dengan 6,9 persen. Meskipun ada yang menyatakan kewajaran karena mereka banyak dibantu media. Maklum Ketua Umum Nasdem merupakan pemilik Metro TV dan Media Indonesia. Kemudian posisi PPP yang agak mengejutkan yakni di urutan ke 9 atau 6,7 persen. Meski basis konstituen cukup jelas tetapi kiprah tokoh partai tidak mampu membuat pemilih setia dengan pilihannya.

Sementara Hanura yang selalu rutin berkampanye dengan Capres dan Cawapresnya di 3 televisi nasional justru perolehan suaranya jeblok. Mereka hanya mendapat 5,5 persen dalam quickcount berbagai lembaga survey. Adapun PBB dan PKPI terhitung berat meraih electoral treshold sebab raihan prosentasenya kurang dari 2 persen. Hasil real count akan diumumkan KPU pada 6 Mei 2014 mendatang. Apakah hitung cepat menggambarkan yang sesungguhnya? Kita lihat nanti.

Jumat, 04 April 2014

PBB dan PKPI Akankah Peroleh Kursi?

|0 komentar
Dua partai terakhir yang masuk setelah undian nomor urut dilakukan yakni Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Awalnya oleh Komisi Pemilihan Umum, 2 Partai ini tidak dinyatakan lolos dalam tahap verifikasi. Kemudian mereka mengajukan banding ke MK dan dinyatakan memenuhi syarat. Berhubung 3 nomor urutan berikutnya (11, 12 dan 13) sudah dipakai partai lokal Aceh, PBB dan PKPI memperebutkan 2 nomor sisa. Persiapan mereka tentu tidak sebagus partai lainnya yang sudah dinyatakan lolos jauh-jauh hari.

Mereka sebenarnya juga bukanlah partai yang benar-benar baru. Partai Bulan Bintang didirikan pada 1998. Pernah diketuai oleh penulis pidato presiden Soeharto, Prof Yusril Ihza Mahendra dan kini dijabat mantan Menteri Kehutanan MS Ka'ban. Meski peran PBB dalam 5 tahun secara kepartaian tidak cukup mencolok baik jumlah kursi maupun prosentase suara. Tahun 1999 PBB mendapat suara 2 juta suara atau 1,94 persen dan mampu menduduki 13 kursi (urutan ke 6). Lima tahun berikutnya memperoleh 2,9 juta suara (2,62 persen) dengan 11 kursi namun posisi urutannya menjadi ke 8.

Kemudian tahun 2009 PBB cuma mendapat 1,79 persen (1,8 juta suara) dan tidak lolos electoral treshold sehingga tak ada 1 kursi pun diperoleh. Cukup berat berharap PBB akan meraih suara pada pemilu 2014. Ada banyak tantangan yang tentu saja hal ini tidak dialami partai lain. Sebenarnya memiliki Prof Yusril menjadi faktor menguntungkan apalagi ada beberapa kasus yang digugat oleh Prof Yusril bisa dimenangkan. Sepertinya PBB tidak cukup jeli memelihara konstituen sehingga suara makin merosot tajam.

PKPI hampir sama dengan PBB yang juga sudah didirikan sejak 1999 dan bernama PKP (minus Indonesia). Aspek yang menjadi kekuatan mereka yakni pensiunan tentara seperti layaknya Hanura juga dominan dalam partai ini. Dipimpin oleh Letjen (Purn) Sutiyoso dengan Sekjen Letjen (Purn) Yusuf Kertanegara. Pada awal berdiri hingga 2010, partai ini dikomandani oleh Jend (Purn) Edi Sudrajat. Namun 2006 Edi Sudrajat meninggal dunia dan diteruskan oleh Mutia Hatta yang sempat menduduki Menteri Pemberdayaan Perempuan (2004 - 2009).

Sejak 2010 kemudian dipimpin oleh Letjen (Purn) Sutiyoso. Sementara bila dilihat dari kiprahnya di Pemilu, tidak cukup menggembirakan. Pada Pemilu 1999 sempat mendapat 4 kursi di DPR dengan suara 1 juta. Pada 2004 perolehan suara meningkat menjadi 1,4 juta (1,26 persen) namun kursinya cuma 1 saja. Ketiga 2009 mulai diberlakukan electoral treshold, PKPI tak mendapat kursi karena suara  tak memenuhi BPP bahkan total nasional 934 ribu suara.

PKPI dan PBB memiliki potensi masing-masing yang bila digerakkan secara optimal bisa menggenjot perolehan suara pada Pemilu 2014. Hanya basis potensi konstituen mereka juga mendapat saingan seperti partai Islam yang jumlahnya lebih dari 5 atau partai yang berisi veteran ada yang lain seperti Hanura maupun Demokrat. Makanya tanpa terobosan, inovasi, visi yang progressif, peluang perolehan suara apalagi kursi 2 parpol ini akan berat.

Kamis, 03 April 2014

Akankah Hanura Menunjukkan Taringnya Di 2014

|0 komentar
Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura relatif baru, bertarung di 2014 merupakan pertempuran kedua. Walaupun begitu modal yang dimiliki Hanura cukup besar dan hal ini bisa dilihat dari bergabungnya Hary Tanoesoedibyo selepas dari Nasional Demokrat. Makanya jauh hari sebelum Pemilu 2014 dilakukan, mereka sudah berani berkampanye pasangan Capres mereka yakni Wiranto yang berpasangan dengan Hary Tanoe. Meski orang baru, pemilik MNC Group langsung memegang posisi strategis sebagai Badan Pemenangan Pemilu.

Sebagai pemilik media yang cukup besar, memanfaatkan media merupakan hal yang wajar bahkan terkesan berlebihan. Entah melalui RCTI, MNC maupun Global TV. Sayangnya iklan yang muncul biasa saja tidak kreatif atau menarik. Dari sisi bentuk memang beragam, ada yang berupa kuis, memberi bantuan pada warga miskin, turut hadir dalam acara khusus seperti spesial event dan lain sebagainya. Meski masyarakat sudah bertambah cerdas, mereka optimis pilihan rakyat akan terpengaruh.

Hanura didirikan pada Tahun 2006 yang mayoritas berasal dari TNI. Sebut saja ada Jend TNI (Purn) Wiranto, Jend TNI (Purn) Fakhrul Razi, Laksamana TNI (Purn) Bernaard Kent Sondaakh, Jendr TNI (Purn) Soebagyo Hadi Siswoyo dan masih banyak lagi. Belum lagi terdapat Prof Dr Achmad Sutarmadi, Prof Dr Max Wullur, Prof Dr Azzam Sam Yassin dan lainnya. Pendirian partai ini terkait posisi Wiranto di Golkar yang tidak cukup cerah.

Pada Pemilu 2009 mereka memperoleh kursi DPR 18 buah dari suara 3,9 juta. Meski demikian 5 tahun sebelumnya Wiranto - KH Sholahudin Wahid maju menjadi Capres dari Golkar. Dengan perolehan minim itu, 2009 Wiranto menjadi Cawapres Jusuf Kalla juga dari Partai Golkar. Dengan pengalaman mumpuni, Wiranto sepertinya berusaha cukup keras meningkatkan perolehan suara Hanura. Diberbagai struktur tingkatan, kader-kader Hanura sebenarnya banyak diisi pemuda.

Sayangnya pada level nasional gerakan Hanura ini tidak cukup jelas serta merembet di daerah. Otomatis elektabilitasnya menjadi rendah. Modal kuat dengan tidak ada wakil rakyat yang terkena kasus korupsi semestinya menjadi nilai positif. Harus ada rumusan yang jelas supaya prospek partai ini bisa terdongkrak. Sebab tanpa kerja keras bisa jadi mereka akan terlibas harus memulai turut terlibat pemilu dengan partai baru.

Menebak Arah Politik PPP

|0 komentar
Partai berlambang Ka'bah ini merupakan salah satu diantara tiga partai yang didirikan sejak orde baru. Artinya memang partai yang luar biasa matang. Meski demikian belum pernah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP memenangkan Pemilu. Walaupun sekarang sudah sistem terbuka, rupanya kesejarahan serta senioritas politisi disana belum mampu mendongrak perolehan suara secara signifikan. Hal ini dimungkinkan karena PPP meski berbasis massa Islam namun sifatnya makro. Berbeda dengan PKS, PAN maupun PKB yang konstituennya jelas. PPP juga tidak punya kesejarahan beroposisi, kritis terhadap pemerintah.

Akibatnya suara partai tidak pernah memenangi pemilu. Politisi yang ada juga sangat senior hanya kurang koordinasi secara matang. Akibatnya keuntungan senioritas politisi tidak berefek ke parpol. Seharusnya pimpinan PPP bergerak secara taktis membesarkan partai. Bukan malah berkonflik di internal yang justru merugikan partai. Suara partai ini terlihat besar pada Tahun 1999 yang mencapai 11,3 juta dengan jumlah kursi DPR 38 buah dengan menempati urutan suara ketiga. Besarnya perolehan suara bukan dimanfaatkan menjadi bergaining politik.

Mereka kemudian menjadi pendukung poros tengah dan tidak mendapat posisi penting kecuali di kabinet. Lima tahun kemudian (2004) ternyata perolehan PPP merosot tajam hingga 2 juta lebih atau tersisa 9,2 juta dan mendapat kursi yang sama dengan 5 tahun lalu. Perolehan suara partai menempati urutan ke 4. Lagi-lagi pimpinan parpol tidak mengambil inisiatif. Mereka menggabungkan diri pada demokrat dan mendukung koalisi yang dipimpin partainya SBY.

Pasca 5 tahun berlalu, di Tahun 2009 hasil perolehan suara PPP menjadi hanya 5,5 juta atau 37 kursi DPR. Seharusnya Majelis Dewan Syuriah PPP mengevaluasi kepemimpinan PPP. Rupanya lagi-lagi jatah kursi menteri yaitu Menteri Agama melenakan mereka. Hampir tidak ada kadernya yang tersandung korupsi bisa dimanfaatkan untuk kampanye partai secara efektif. Walau memegang Kementrian Agama, yang tersandung kasus korupsi justru kader Golkar dalam pengadaan Al Qur'an.

Lagi-lagi kondisi ini dibiarkan begitu saja. Berdasarkan perjalanan waktu, PPP akan sulit meraih suara signifikan di 2014. Tidak hanya karena tidak memiliki basis massa konkret namun juga relatif "tidak cerdas" bermain politik. Belum lagi manuver untuk membela kepentingan rakyat tidak tercermin secara jelas. Kader-kader dibawah juga tidak ada yang terlihat moncer baik sebagai kepala daerah maupun wakil rakyat. Basis-basis PPP di pantura kini mulai beralih ke partai Islam lainnya.

Sebagai salah satu parpol peserta pemilu 2014, Surya Dharma Ali idealnya memanfaatkan peluang secara jeli. Kalau memang kurang yakin perolehan suara partai optimal, mendekat dengan Parpol yang diprediksi akan memperoleh suara terbanyak. Hanya konsekuensinya, prediksi bisa meleset dan tidak memperoleh apa-apa. Politik itu penuh konsekuensi serta hitungan jelas dan pimpinan harus berani mengambil resiko.

Rabu, 02 April 2014

Matahari PAN Akankah Terang Di Pemilu

|0 komentar
Partai berlambar matahari terbit diinisiasi oleh Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Amien Rais. Partai ini bersifat terbuka meski sulit dipisahkan dari Muhammadiyah. Kini, partai yang dipimpin oleh Hatta Rajasa memasuki tahun pertarungan ke 4 nya. Tokoh-tokoh partai ini turut mewarnai perkembangan negara sejak pasca reformasi. Bahkan sudah didirikan pada 23 Agustus 2008, lebih dahulu dibanding partai lain yang dideklarasikan pasca keruntuhan Orde Baru. Selama tahun 2008 hingga sekarang telah banyak kadernya yang menduduki jabatan menteri.

Era presiden Abdurrahman Wahid, Megawati, Soesilo Bambang, diwarnai elit-elit PAN. Amien Rais sendiri sebelum lengser dari Ketua Umum, menjadi Ketua MPR yang mengangkat sekaligus melengserkan Gus Dur dari kursi kepresidenan. Dia berhasil menjegal Megawati saat berniat menjadi presiden Tahun 1999 dengan membuat poros tengah dan mendorong KH Abdurrahman Wahid bertarung. Ditengah pemilihan yang dilakukan DPR, Megawati kalah dan kemudian menduduki kursi Wakil Presiden. Rupanya ditengah perjalanan, hanya berdasar rumor Gus Dur dijatuhkan.

Kasusnya seperti Bulloggate dan Bruneigate sampai kini tak jelas rimbanya alias tidak pernah ada ketetapan hukum. Akibatnya pemilih PAN turun meski jumlah kursinya naik di Tahun 2004 yaitu mendapat 7,3 juta suara (dari 7,5 juta) dan mendapat kursi DPR 53 buah (sebelumnya 34 kursi). Perolehan kursi ini juga dipengaruhi oleh sistem baru yakni representasi Daerah Pemilihan (Dapil). Meski di 2004 ada beberapa kursi Menteri diduduki PAN, rupanya hasil Pemilu 2009 makin turun. Saat itu jabatan Ketua Umum PAN dipegang Sutrisni Bachir.

Perolehan suara hanya memperoleh 6,2 juta suara dengan 43 kursi atau posisi ke 5 suara perolehan parpol. Padahal periode sebelumnya mereka hanya di posisi 5 (Pemilu 1999) dan 7 (Pemilu 2004). Sadar akan performa partai turun, Ketua Umum PAN yang baru, Hatta Rajasa merubah strategi. Kebetulan mereka berkoalisi dengan partai pemenang Pilpres, Demokrat dan Hatta menjadi Menko Polkam. Citra partai benar-benar dijaga dan periode 2009 - 2014 tak banyak kader PAN berhadapan dengan hukum.

Keuntungan lain, Hatta besanan dengan Presiden SBY sehingga meski beda partai tentu akan ada konflik kepentingan. Sayangnya berbagai terobosan yang dilakukan oleh PAN kurang dilihat sebagai hal positif di masyarakat. Berbagai program kementrian yang dipegang kader PAN tidak mencuat ke permukaan. Efek karut marut Partai Demokrat membuat PAN serba nanggung. Mengkritisi pemerintahan tidak bisa, mendukung juga akan makin dijauhi masyarakat.

PAN melakukan ekplorasi massif dengan berupaya merekrut artis-artis sebagai vote getter karena keberhasilan mereka mempertahankan artis yang jadi DPR dan tak terkena kasus. Sebut saja ada Primus Justisio, Eko Patrio dan kini turut diandalkan ada Ikang Fawzy, Desy Ratnasari, Lucky Hakim dan lainnya. Saking banyaknya artis yang nyaleg di PAN, kini ada seloroh kepanjangannya menjadi Partai Artis Nasional.

Selasa, 01 April 2014

Ujian Sesungguhnya Partai Demokrat Pada Pemilu

|0 komentar
Partai Demokrat sejatinya didirikan Tahun 2001 dan yang turut mendirikan yakni Soesilo Bambang Yudhoyono. Tahun itu masih menjabat sebagai Menko Polkam era Presiden Megawati Soekarnoputri. Berhubung sang Menko Polkam mendirikan partai dan akan maju sebagai presiden, tentu Megawati merasa tidak nyaman lantas SBY mengundurkan diri. Gonjang ganjing politik memang menguntungkan SBY. Walaupun pada Pemilu 2004 hanya menduduki kursi urutan ke 5 namun berhasil memenangkan Pilpres.

Seperti biasa, masyarakat Indonesia lebih tinggi rasa kasihannya sehingga pertarungan dengan Capres PDI Perjuangan tidak cukup ketat. Banyak yang bersimpati dan mendukung SBY sehingga berhasil memenangkan Pilpres. Padahal perolehan suara Demokrat Tahun 2004 hanya 8,4 juta suara dengan 55 kursi DPR. Kinerja 5 tahun pertama sungguh mampu memperoleh simpati warga. Belum lagi dengan slogan "BISA!" berhasil meraih dukungan penuh beserta partai politik yang berkoalisi bersama. Banyak koruptor diseret ke meja hijau dan ekonomi relatif stabil.

Disisi lain, peran Wakil Presiden Jusuf Kalla tahun 2004 - 2009 terlihat mampu menutupi kekurangan SBY. Otomatis tingkat kepercayaan masyarakat makin meningkat. Sehingga pada Pemilu 2009 berhasil memenangi Pemilu secara mutlak sebagai partai peraih suara terbanyak yakni 21,7 juta suara atau setara dengan 150 kursi DPR RI. Pilpres yang kedua kalinya dengan one man one vote alias pilihan langsung dimenangkan SBY dalam 1 putaran. Awalnya sempat terjadi keraguan apakah Demokrat mampu mendongkrak popularitasnya dengan Wapres Boediono.

Rupanya masyarakat masih meletakkan kepercayaan yang begitu tinggi. Namun menjelang Pemilu 2014, Partai Demokrat terkena tsunami korupsi. Slogan katakan tidak pada korupsi malah balik menghantam partai penguasa. Secara perlahan tapi pasti, beberapa kader utama di DPP Demokrat ditangkap KPK mulai Nazarudin, Angelina Sondaakh, Andi Malarangeng hingga Ketua Umum DPP Demokrat, Anas Urbaningrum. Seperti kelakuan koruptor lain, awalnya mereka membantah namun KPK berhasil membuktikan kejahatan mereka.

Tidak hanya korupsi uang negara pada proyek Hambalang, ada dugaan kasus lain yang menyeret mereka. Anas Urbaningrum yang dijuluki rising star di Demokrat dan diprediksi mampu berperan menggantikan SBY rupanya srigala berbulu domba. Secara pribadi terkuak beberapa hal yang dianggap aneh seperti kekayaannya yang melimpah, mobil mewah, rumah megah padahal sebelumnya Anas Urbaningrum "hanya" bekerja sebagai Ketua KPU serta tak memiliki bisnis. Konggres Partai Demokrat yang menjadikan Anas sebagai Ketua Umum disinyalir penuh politik uang.

Penolakan Anas terlibat korupsi yang dikenal dengan bantahan "Rp 1 saja anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas" sontak membuat rakyat mengecam. Kini Anas dan Andi sedang menghadapi persidangan kasus Hambalang. Sementara Nazarudin dan Angie sudah dijatuhi vonis hakim. Angie bahkan harus mendekam 20 tahun lamanya dari banding yang dia lakukan. Kondisi ini justru memperburuk citra Demokrat dalam pertarungan Pemilu 2014. Menyadari hal itu, SBY turun tangan dengan memegang tampuk kursi Ketua Umum.

Disisi lain, mereka menawarkan model penentuan Capres mereka melalui konvensi dan diikuti tokoh-tokoh penting seperti Dahlan Iskan, Gita Wiryawan, Anies Baswedan dan masih banyak lagi. Cuma beberapa pengamat menilai upaya itu tak akan mampu menutup citra Demokrat dalam waktu dekat. Runtuhnya partai bersimbol mercy itu justru dilakukan dari dalam, oleh kadernya sendiri yang tidak memahami platform partai, tidak menginternalisasi visi misi partai dalam menjalankan roda organisasi. Mari kita lihat perolehan demokrat di 2014.