Sabtu, 09 Desember 2017

Benahi Acara Keagamaan di Lembaga Penyiaran Publik

|0 komentar
5 Desember 2017 pada acara Syiar Kemuliaan di Metro TV yang tayang pukul 04.00 pagi diisi oleh ustadzah Nani Handayani. Selang sehari kemudian terjadi polemik karena ternyata dalam tayangan tersebut terjadi kesalahan fatal tulisan ayat Al Qur'an. Banyak pihak yang kemudian memprotes kejadian ini. Bagaimana bisa seorang penceramah agama tidak tahu kesalahan tulis atau kesalahan elementer ayat Al Qur'an.

Pada video klarifikasi, Nani menanggapi salah tulis ayat Al Qur'an dengan menyalahkan pihak produser yang menuliskannya. Alasannya alat macet dan tulisan sudah tidak bisa diganti. Tapi melihat tayangan berikutnya (ketika ibu Nani sudah diganti) bentuk tulisannya sangat berbeda. Hal ini menandakan tulisan itu dibuat sendiri oleh pemateri/penceramah bukan oleh produser.

Artinya Nani Handayani tidak jujur mengungkap atau sungguh-sungguh mengakui kesalahannya. Mengapa alasan Nani tidak masuk akal? Jika membandingkan Syiar Kemuliaan terbaru, maka akan ditemukan fakta : 1. Tentu produser tak mau gegabah menuliskan ayat Al Qur'an karena bukan ahlinya 2. Bentuk tulisan jelas berbeda jauh. jika produser yang menulis maka hurufnya akan sama baik pada saat acara dipandu Nani maupun penceramah lain. 3. jika alat rusak atau menemukan tulisan salah mestinya minta diganti atau ditulis sendiri di white board. 4. Dalam video permintaan maafnya, dia menjelaskan manusiawi. Argumentasi yang mengada-ada. Semua kesalahan jelas kesalahan manusia namun salah tulis ayat Al Qur'an bagi penceramah agama sangat fatal. Mengapa tidak memastikannya langsung? Apakah di Metro TV tidak ada Al Qur'an?

Kejadian ini membuktikan bahwa tidak semua ustadz/ustadzah yang muncul di televisi kapasitas keilmuannya layak disebut ustadz/ustadzah. Masyarakat harus tahu mana yang benar-benar ahli agama dan bukan. Demikian pula pihak televisi meminta daftar ustadz/ustadzah ke Ormas Muhammadiyah atau NU yang pasti tidak akan sembarangan menyodorkan nama.

Perlu diketahui, Ustadzah Nani Handayani juga merupakan politisi PKS dari DPP PKS. Memprihatinkan, seorang pengurus DPP PKS yang notabene partai agama kapasitasnya begitu. Secara kelembagaan meski Metro TV mengundang secara individu sudah selayaknya PKS mengklarifikasi kejadian ini. Bahkan bila perlu mengevaluasi semua kadernya yang mengisi acara publik agar tidak terulang.

Kesalahan Nani bukan kesalahan sepele karena yang dilakukan Nani adalah hal mendasar. Bagaimana seseorang yang tidak menguasai huruf arab dan berhubungan dengan ayat suci Al Qur'an bukan hanya menempati jajaran DPP PKS tapi juga dipercaya mengisi ceramah. Pantas saja sekarang banyak penceramah bukan membuat masyarakat sejuk setelah mengikuti tausiyah atau ceramah namun malah menimbulkan fitnah.

Pihak lain yang juga penting untuk terlibat dalam pembenahan syiar agama di media publik yaitu KPI. Komisi Penyiaran Indonesia juga harus ambil peran, panggil semua stasiun televisi untuk rumuskan panduan acara keagamaan di televisi. Libatkan NU, Muhammadiyah atau MUI untuk merumuskannya. Kedua ormas selain sudah teruji, memiliki lembaga pendidikan, memiliki ribuan pondok atau sekolah namun juga terbukti ideologi keIslamannnya lebih bisa dipertanggungjawabkan.

Jika dibiarkan bukan hanya kesalahan elementer seperti yang dibuat Nani Handayani terulang namun bibit-bibit intoleransi akan terus bersemai diacara keagamaan.

Jumat, 08 Desember 2017

Terima Kasih Karni Ilyas atas Tema ILC, "212 : Perlukah Reuni?"

|0 komentar
Apapun Karni Ilyas, host Indonesia Lawyers Club (ILC) pantas kita acungi jempol dan cerdas memanfaatkan momen. Terutama pada gelaran ILC yang tayang di TVONe kemaren Selasa 5 Desember 2017 dengan “Tema 212 : Perlukah Reuni?”. Pemerintah dan kelompok nasionalis harusnya berterima kasih atas ide briliannya bukan hanya mengangkat tema tersebut namun atas narasumber yang dihadirkan juga sangat menguntungkan. Seperti diketahui, paska debat itu malah menimbulkan perdebatan di sosmed berkepanjangan. Lantas mengapa pemerintah dan kelompok nasionalis harus berterima kasih?

Pada ILC itu yang turut hadir kelompok pendukung alumni 212 yakni Al Khathath, Eggi Sujana, Fachri Hamzah, Fadli Zon, Felix Siaw, Ahmad Dhani hingga Rocky Gerung. Sementara dari kubu penolak reuni, 2 aktivis sosmed yaitu Denny Siregar, Abu Janda, anggota DPR dari PDIP, Aan Anshori hingga salah satu Ketua PBNU, Marsudi Mashud. Pihak netral yang sempat dihadirkan secara langsung Sujiwo Tejo dan yang tidak langsung adalah Mahfud MD. Rekaman ulang ILC bisa disaksikan di youtube baik secara lengkap maupun secara terpotong. Yang jelas, dari tema utama tentang Reuni 212 sempat melebar dan memperdebatkan tentang khilafah. Terutama antara Permadi Arya alias Abu Janda dengan Felix Siaw.

Di medsos Rabu, kubu pendukung Reuni Nampak sorak sorai merayakan kemenangan “pembantaian” Abu Janda dan Denny Siregar yang menurut mereka kalah telak. Apalagi ditunjang dengan apologi Abu Janda maupun Denny di akun sosmednya. Padahal bila dianalisa secara mendalam, justru kelompok pro 212 kalah telak. Terbukti Fachri Hamzah sampai menegur penggunaan kata “kafir” oleh Eggi Sujana. Padahal seperti kita tahu, FH selama ini hampir tidak pernah mengkritik secara tajam rekannya sendiri.

Lalu sebenarnya dimana kekalahan telak para pendukung 212? Baiklah, saya coba urai secara mendalam penelanjangan 212 oleh Karni Ilyas.

Pertama, aksi reuni 212 jelas sudah digelar dan ILC diadakan tanggal 5 dengan tema “Perlukah Reuni 212?”. Tema ini justru merendahkan para pendukung 212, sebab kegiatan sudah berlalu. Karni cerdas, dia sengaja menghadirkan hal itu dengan kesan membela para aktivis 212. Tapi dengan kata “Perlukah” semestinya kelompok pro 212 menolak kecuali kata “perlukah” diganti dengan “Agenda strategis paska reuni 212”. Tema ini jauh lebih visioner dan membuka cakrawala tentang strategisnya gerakan ini.

Kedua, pihak yang dihadirkan baik yang pro dan yang kontra tidak sejajar. Bukankah sejak rencana reuni 212 digelar setidaknya ada 3 pihak atau kelembagaan yang jelas menolak. Mengapa bung Karni tidak menghadirkan mereka? Ada dari NU, Muhammadiyah dan MUI. Memang PBNU hadir tapi tidak mengundang Muhammadiyah dan MUI. Malah yang dihadirkan Abu Janda dan Denny Siregar. Mereka siapa? Aktivis sosmed yang fans nya sangat cair, tidak punya ikatan kuat. Pengen tahu buktinya? Ditangkap dan diprosesnya Asma Dewi, Buni Yani, Jonru, pemilik Saracen tidak mampu menghadirkan 1000 orang saja dalam tiap persidangan mereka. Bahwa tulisan mereka disukai atau merasuki itu jelas tapi sampai menimbulkan pembelaan berlebihan ya tidak. Contoh mudah lagi, sinetron sebagus apapun, berseri hingga tahunan ketika habis ya sudah. Apa pernah fans nya demo minta diperpanjang? Tidak.

Terjebak Kata "Ustadz"

Belum lagi banyak pendukung 212 tidak faham penggunaan kata “ustadz” dan nama abu janda. Dipikirnya ini ustadz beneran dan abu janda nama yang serius. Baca saja di group pro 212, membully abu janda dengan hinaan serius terhadap kata “ustadz” dan “abu janda”. Padahal nama itu digunakan Permadi Arya sebagai sindiran pada teroris ISIS asal Indonesia, Abu Jandal Al Indonesiyi. Tidak lebih. Jelas bully-bullyan di group pro 212 gagal total dan abu janda melenggang tenang. Lalu dengan DS, ya dia enjoy saja. Penulis itu tidak terpengaruh dengan model bully-bullyan, hinaan, caci maki, merendahkan begitu. Dia akan sangat terpengaruh jika berdebat langsung dengan durasi cukup panjang. Lihat, tidak akan berdampak apapun. Ke depan tulisan-tulisan DS tetap akan tajam, satir dan ditunggu penggemarnya.

So, jika ada yang bilang Felix, Al Khathath atau Eggi berhasil mengalahkan ya salah. Mereka menendang angin. Apalagi uraian KH Marsudi Masyhud dari PBNU tidak dibantah atau malah mereka tidak bisa membantah. Sudah begitu lihat yang pro 212 siapa saja? Al Khathath jelas bekas pimpinan HTI, Felix merupakan ustadznya HTI/pengusung ideology khilafah, Eggi Sujana pengacara Rizieq Shihab, dan nama lain yang sudah pasti punya posisi. Artinya oleh Karni diposisikan orang-orang penting itu levelnya sepadan dengan aktivis medsos di kubu kontra 212.

Ketiga, acara itu berhasil membuka kedok bahwa ideology khilafah masih ada dalam otak Felix. Mengapa diskusi tentang reuni 212, Felix terbawa arus oleh pancingan Abu Janda tentang bendera ISIS. Entah by design atau by accident, penunjukan foto bendera tauhid mampu memancing masih bercokolnya faham khilafah dalam otak Felix. Sampai-sampai prof Mahfud menguliahi Felix soal ini dan menyebut bahwa Khilafah yang diperjuangkan HTI itu bukan tentang kepemimpinan tapi sistem pemerintahan. Memperjuangkan system pemerintahan di Indonesia jelas makar dan harus menghadapi proses hukum. Jika berdalih bahwa khilafah merupakan system yang harus dianut Islam, mengapa di timur tengah system pemerintahan tidak ada yang sama. Dengan tegas Prof Mahfudz menyatakan Indonesia sudah menggunakan system Khilafah al Indonesie, sudah Islami.

Keempat, keyakinan Felix yang menyebut bendera Rasulullah adalah seperti yang dibawa oleh mayoritas peserta Reuni 212 dipertanyakan banyak pihak. Bahkan prof Nadirsyah Hosen mengupas dalam tentang hal itu dan mempertanyakan kesimpulan Felix. Felix Siaw pun terjerembab dalam kesombongan diri serta menyatakan orang paling tahu tentang Turki Utsmani. Dugaan saya tentu hanya karena dia pernah menulis buku tentang itu. Padahal seperti kita tahu kesombongan seperti itu dilarang dalam Islam. Apakah dia sangat yakin tidak ada orang Indonesia yang pernah meneliti tentang hal itu? Bagaimana dengan beberapa orang yang pernah kuliah disana, mengajar disana bahkan juga melakukan penelitian serupa?

Kelima, Fachri Hamzah dan Sujiwo Tejo malah menyudutkan kubu pro 212. Fachri menasehati Eggi dengan kesalahan menyebut kafir serta Sujiwo Tejo mengungkapkan kalimat yang ditujukan pada Rocky Gerung memakai kunci kata murid saya ada 2 yakni Cak Nun dan Gus Mus. Bagi yang faham itu kritikan sangat pedas dan telak. Tampak Rocky tersenyum kecut sedangkan yang lain tersenyum tanpa tahu maknanya.

Di akhir penutupan, Karni Ilyas terlihat tersenyum puas atas suksesnya ILC kali ini yang menelanjangi kubu pro 212. Bagi awam, nampaknya memang mereka memenangkan pertarungan tapi hingga H+3 acara itu, tiba-tiba bak air bah membuka semua tabir argumentasi kubu pro 212 tertelan argumentasi tersebut. Beruntungnya isu itu segera tertutupi pernyataan Donald Trump tentang Jerussalem dan pergantian Panglima TNI. Bersyukurlah kawan.


Kamis, 05 Oktober 2017

Dalam 3 Tahun Survei, Suara Prabowo Jeblok

|0 komentar
Beberapa pihak terutama Gerindra hingga saat ini masih ngotot calonkan Prabowo sebagai Calon Presiden 2019. Mereka meyakini bahwa sang pendiri partai akan mampu bersaing dengan sang petahana, Joko Widodo. Entah mereka melandaskan pada apa. Ada banyak factor sebetulnya yang harusnya membuat Partai Gerindra harus berpikir ulang menjadikan Prabowo sebagai Capres.

Bukan sekedar 3 kali kegagalan pertarungan pada Pilpres baik saat menjadi Cawapres maupun Capres namun juga latar belakang dan kontribusinya bagi bangsa ini meski harus dihargai namun patut dipertanyakan jika dibandingkan dengan kandidat lain. Banyak pihak sudah mempertanyakan pria mantan Danjen Kopassus yang dicopot gegara melanggar hokum yakni memerintahkan anak buahnya menculik aktivis, kabur saat Negara ini kondisi ekonominya porak poranda, partai yang didirikannya malah getol menyuarakan pembubaran KPK, hampir tidak pernah terlihat sholat berjamaah hingga perceraian dengan Titik Soeharto.

Pun paska tiga tahun kepemimpinan Joko Widodo secara pribadi maupun kepartaian bukan memberi keteladanan sebagai seorang tokoh namun justru sering membuat pernyataan atau sikap yang tidak semestinya. Salah satunya tudingan kepada pemerintah mengenai bantuan ke Rohingya hanya sebagai pencitraan semata.

Sikap-sikap yang dibangun dan ditunjukkan ke publik malah merugikan diri sendiri. Hal ini bias dilihat dari hasil survey elektabilitas Prabowo yang relative stagnan bahkan ada yang malah melorot. Misalnya dalam survey yang dilakukan oleh CSIS di 2015, elektabilitas Prabowo masih 28 persen, kemudian turun menjadi 24,3 persen dan September tahun ini bergerak diangka 25,8 persen. Padahal Joko Widodo elektabilitasnya makin membaik yaitu 36,1 persen (2015), menjadi 41,9 persen (2016) dan tahun ini menjadi 50,9 persen.

Lembaga survey lain yakni SMRC yang melakukannya Juni 2017, elektabilitas Prabowo hanya 37,2 persen. Padahal Joko Widodo mencapai 53,7 persen, unggul jauh. Sedangkan berdasarkan survey Indobarometer yang dilakukan pada Maret 2017, elektabilitas Prabowo hanya 28,8 persen tertinggal jauh dengan sang petahana yang mendapat 50,2 persen. Adapun lembaga survey Median yang menggelar survey September 2017 menghasilkan elektabilitas Prabowo 23,2 persen dan Joko Widodo mencapai 36,2 persen.

Beberapa hasil ini harusnya membuat Gerindra bukan hanya introspeksi, mengevaluasi pencalongan Prabowo, tetapi penting menimbang ulang apakah tidak mengganti strategi dengan melibatkan diri berkontribusi pada pemerintah. Tentu bukan tanpa kritik, karena tugas partai politik memang mengawasi pemerintah. Lakukan kritik, pengawasan, pemantauan yang proporsional dan tidak melukai hati rakyat. Kasus pembentukan Pansus KPK, electoral threshold capres hingga Pansus e-KTP jelas-jelas posisi Gerindra malah berada disebrang harapan masyarakat. Jika hingga tahun 2018 masih tetap begitu, lupakan saja jabatan Presiden Republik Indonesia disandang Prabowo periode 2019 – 2024.


Rabu, 26 Juli 2017

BPKH, Strategi Jitu Jokowi Tingkatkan Layanan dan Kembangkan Dana Haji

|0 komentar
Mengoptimalkan tabungan haji, pada Rabu 26 Juli Presiden Joko Widodo melantik Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara. Mereka terdiri dari 5 anggota badan pelaksana dan 5 dewan pengawas. Pembentukan BPKH merupakan langkah tepat memanfaatkan tabungan haji yang selama ini relative tidak termanfaatkan secara optimal.
Indonesia dengan penduduk muslim terbesar didunia termasuk jamaah haji terbanyak merupakan potensi besar bagi pengumpulan dana haji. Saking banyaknya peminat ibadah haji, dibanyak kota bahkan antrian ibadah haji ada yang mencapai 10 tahun. Artinya jika kita mendaftar saat ini maka akan berangkat haji tahun 2027 mendatang. Bisa dibayangkan potensi dana haji yang ada. Berdasarkan catatan, akhir 2016 saja tabungan haji sudah mencapai Rp 90 T dan diperkirakan akhir tahun akan tembus Rp 100 T.

Selama ini tabungan haji hanya “ngendon” di tabungan yang berada di kemenag dan memang tidak bisa diapa-apakan sebab tidak ada mandat untuk itu. Paling hanya untuk deposito serta sukuk atau obligasi. Padahal Jokowi dikenal dengan Presiden yang pintar memanfaatkan asset dan menginvestasikan diranah yang tepat sehingga berdampak menguntungkan. Sesaat setelah pelantikan, Jokowi bahkan menyampaikan harapan besar pada BPKH. Artinya badan itu bukan sekedar bekerja memanfaatkan tabungan haji semata namun mampu memberi dampak signifikan bagi jemaah haji Indonesia dimasa mendatang. “Saya berharap dengan pengelolaan yang tepat maka makin tahun biaya haji kita makin turun, turun, turun” ungkapnya.

Statemen itu menjadi pesan penting bagi BPKH agar dalam merumuskan jenis investasi bukan sekedar asal halal semata, atau menguntungkan saja namun dapat meningkatkan benefit yang signifikan bagi jamaah haji. Anggota BPKH sendiri merupakan orang-orang professional dibidangnya sehingga mampu meningkatkan laba signifikan.

Sebenarnya pengelolaan dana umat semacam tabungan haji ini bukan hal pertama. Bisa dikatakan sudah sangat terlambat. Bukan hanya di Malaysia dan Singapura sudah ada badan tersendiri yang mengelola namun juga di negeri sendiri sudah ada Jamsostek, Taspen, Askes, hingga Baznas yang juga mengelola dana publik. Aset yang mereka kelola dan kembangkan bahkan sudah menembus puluhan trilyun tiap tahun. Hal ini juga menjadi PR penting bagi BPKH untuk mau belajar dalam memilih investasi yang tepat.

Tujuan Pembentukan BPKH

BPKH sesuai UU 34 Tahun 2014 bertujuan tidak hanya mengelola dana haji namun juga meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji, efesiensi sekaligus rasionalitas terkait BPIH, dan harus memberikan kemaslahatan bagi umat Islam.

Selama ini, dana haji disetorkan calon jemaah ke Kemenag melalui bank. Mereka tidak mengetahui besaran optimalisasi yang terkumpul dari dana itu. Karena itu, nanti perlu ada virtual account per individu sehingga para calon jemaah haji bisa tahu. Selama ini semua dana itu masih dalam rekening atas nama Kemenag
Berdasarkan laporan Direktur Pengelolaan Keuangan Haji Kementerian Agama Dana BPIH atau yang disebut Dana Haji per 31 Desember 2016 berjumlah sebesar Rp 90,6 Triliun. Yang terdiri dari Kas dan setara Kas Rp 111,81 milyar; investasi jangka pendek Rp 54,57 triliun; investasi jangka panjang 35,78 triliun dan hasil optimalisasi yang masih harus diterima Rp 137,91 milyar. Dan ditambah Dana Abadi Umat (DAU) sebesar Rp 2,99 triliun. Dan kedepan dana ini akan terus bertambah seiring dengan semakin bertambahnya calon jamaah haji yang masuk dalam daftar tunggu yang di sebabkan keterbatasan kuota yang ditetapkan oleh pemerintahan Kerajaan Arab Saudi.

Dan di prediksi sampai tahun 2020 dana haji ini akan mencapai 150 Triliun. Pengelolaan BPIH atau dana haji yang disetor melalui rekening Menteri Agama via bank penerima BPIH dikelola berdasarkan nilai manfaat yang diatur dalam peraturan pemerintah No. 79 Tahun 2012 tentang pelaksanaan UU No.13 Tahun 2008. Dan selanjutnya diatur dalam PMA (Peraturan Menteri Agama No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan BPIH. BPIH dikembangkan untuk mendapatkan nilai manfaat dan likuiditas pengembangan dengan cara menempatkan pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Surat Utang Negara (SUN), dan Deposito. 

Minggu, 04 Juni 2017

Awas, Wanita dan Anak-anak Jadi Sasaran Persekusi Kaum Intoleran

|0 komentar
Persekusi dalam 1 bulan ini berulang kali disebut diberbagai media baik televise, radio, media cetak hingga media elektronik. Dan silahkan amati, hampir semua korban persekusi adalah perempuan maupun anak-anak. Mengapa? Karena kelompok intoleran yang melakukan persekusi hanya berani pada wanita dan anak-anak. Mereka sama sekali tidak menyentuh selain anak-anak dan perempuan.
Berdasar data yang dikutip dari SAFENET (Southeast Asia Freedom of Expression Network), dalam kurun 4 bulan atau sejak awal tahun sudah ada 59 korban. Dan pada bulan Mei eskalasinya makin tinggi serta mengkhawatirkan. Sasaran perempuan itu meski berpendidikan juga tidak ambil pusing, maklum cara mereka keroyokan dan model intimidasi. Persekusi sendiri menurut KBBI yakni bermakna pada pemburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga dengan disakiti, dipersusah atau ditumpas.

Pelaku persekusi mayoritas adalah kelompok intoleran yang sama sekali tidak bisa diajak dialog atau mau mendengar. Mereka cenderung mau menang sendiri dan tidak melandaskan argumentasi yang jelas baik berdasar undang-undang maupun agama. Jika jeli kita melihatnya persekusi dilakukan oleh 2 kelompok yakni kelompok intoleran serta kelompok bhineka. Mengapa kelompok bhineka ikut melakukan persekusi dan siapa korbannya? Mereka ini murni masyarakat yang hatinya tersakiti oleh tokoh atau orang yang terus menerus menebarkan kebencian. Kedua korbannya yakni Fachri Hamzah dan Jonriah Ukur Ginting alias Jonru Ginting.

Seperti kita tahu, Fachri Hamzah adalah Wakil Ketua DPR yang tidak mewakili partai apapun (PKS sendiri tidak mengakui FH sebagai anggota fraksi karena sudah dipecat) yang sering menebar permusuhan dalam setiap statemennya. Selalu memojokkan pemerintah, membela kelompok yang melakukan terror termasuk beberapa kali mempertanyakan terorisme, tidak mengayomi sebagai wakil rakyat dan sebagainya. Sementara Jonru salah satu medsos selebritas yang hampir mayoritas postingannya menyudutkan pemerintah. Bisa diibaratkan Jonru merasa tinggal di negara yang tepat. Bukan hanya itu, selalu mendiskreditkan NU, Ansor maupun gerakan masyarakat yang menjunjung tinggi keberagaman.

Maka ketika Fachri turun di Bandara Sam Ratulangi pada 14 Mei 2017 seluruh sudut bandara dipenuhi masyarakat dan memaksa wakil rakyat itu kembali ke Jakarta. Sementara Jonru diusir dari Pelabuhan Lorens Says pulau Pemana Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur 26 Mei 2017. Kelompok Bhinneka ini mengusir orang-orang yang memang menjadi symbol atau motor dari kelompok intoleran. Lihat saja status-status permusuhan yang diucapkan Fachri Hamzah di media massa maupun Jonru di Fanspage miliknya menimbulkan permusuhan. Jangankan dengan pihak lain, Fachri dengan PKS saja sudah tidak dianggap. Pun dengan Jonru yang menjelek-jelekkan sang mentor menulisnya sendiri. Coba bandingkan persekusi yang dilakukan oleh kelompok intoleran, korbannya wanita bahkan anak-anak dengan model keroyokan bahkan intimidasi. Jangankan tokoh, mereka orang biasa yang mungkin friendlistnya di sosmed hanya ratusan saja.

Sebut saja ibu Indri Sorraya Zulkarnain, mereka tidak sekedar memaksa si ibu ini untuk menandatangani surat pernyataan tapi massa yang berada dilingkungan rumahnya mencapai 60 orang. Bukan hanya itu, perempuan bertempat tinggal di Tangerang ini mendapat berbagai ancaman melalui akun medsosnya. Padahal Sorraya hanya mengkritik pimpinan FPI Rizieq Shihab yang sikapnya tidak bertanggungjawab atas kasus yang membelitnya. Contoh lain, Nurul Indra yang warga Batam melakukan aksi menyalakan seorang diri. Dia dibully habis-habisan, diancam, dituduh bernama Deborah, dituduh non muslim bahkan mereka siap menggruduk ke rumahnya. Namun Nurul tak bergeming, tetap pada pendiriannya.

Yang paling parah tentu saja yang menimpa dokter Fiera Lovita dan Putra Mario Alfian. Dokter Fiera meski sudah menandatangani surat pernyataan, intimidasi diseputar rumahnya Solok Sumatera Barat hingga dini hari. Sang Gubernur, Irwan Prayitno yang merupakan kader PKS membantah adanya intimidasi dan masalah sudah selesai. Faktanya, dokter Fiera harus diungsikan keluar Sumbar hingga diamankan di Jakarta. Padahal dokter Fiera memiliki 2 anak kecil serta Muslim dan pelaku intimidasi juga beragama yang sama. Kasus ini sedang dikembangkan dan Mabes Polri bersikap tegas, mencopot Kapolres Solok karena tidak mampu melindungi warga dari tindakan sewenang-wenang.

Untuk kasus Putra Mario Alfian perlakuan kekerasan jelas terjadi dan bisa disaksikan dalam video yang menyebar kemana-mana. Dua pelaku penganiayaan terhadap bocah berusia 15 tahun itu sudah ditangkap polisi. Mereka melakukan persekusi berawal dari status Mario yang memojokkan pimpinan FPI. Padahal status Mario itu karena menjawab diskusi dengan temannya dan status itu si screenshoot lalu disebarkan. Dikepung lebih dari 40 orang, Mario diminta keluar rumah kemudian dipukul. Dibawa ke sebuah tempat dan diintimidasi serta diminta membuat surat pernyataan. Bukan hanya itu, ibunda Mario, janda beranak 6 dipecat dari tempatnya bekerja. Mario sendiri diberhentikan dari sekolahnya. Di duga toko dan tempat sekolah itu takut jadi korban gerudukan kelompok intoleran.

Dengan demikian jelas, bahwa kelompok intoleran merupakan kelompok yang hobinya keroyokan, tidak memakai ajaran Islam, suka memaksa, mau menang sendiri, tidak memakai dialog dan lain sebagainya. Yang mereka lakukan berbeda dengan yang dicontohkan oleh Barisan Ansor Serbaguna alias Banser. Beberapa penghina ulama NU, diajak tabayyun ke kyai yang bersangkutan untuk meminta maaf secara langsung. Berdialog, ngobrol, makan-makan dan dinasehati. Lihat saja beberapa video yang dilakukan Ansor. Tidak ada teriak-teriak, memaki, mengancam apalagi melakukan tindak kekerasan. Ansor melakukan tabayun sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah karena memang tauladan mereka. Lantas kelompok intoleran itu melakukan model tabayyun dengan mencaci maki, menggertak, menghina hingga melakukan kekerasan itu adakah contoh yang dianut dalam Islam?


Tabayyun ajaran mana yang kau anut wahai kaum Intoleran?

Sabtu, 03 Juni 2017

Mendikbud, Menristek Dikti dan Menag, Minta Maha/Siswa Serahkan Akun Medsos

|0 komentar
Menurut saya melihat kondisi sosmed begini yang makin mengkhawatirkan bagi generasi muda, Mendikbud, Menristekdikti, Menag buat SK Bersama tentang pendaftaran akun sosmed maha/siswa ke sekolah negeri dan perguruan tinggi negeri.

Mengapa? karena fasilitas itu dibangun negara, dioperasikan aparat negara sehingga siswa atau mahasiswa yang sekolah dan kuliah itu bukan yang merongrong negara. Ingat, kritis ke negara tetap silahkan saja tapi koridornya jelas. Di Purwakarta sudah diberlakukan kebijakan ini. Bagi Dedi Mulyadi, memantau akun medsos sama pentingnya membangun kesehatan jiwa rakyatnya.

Fahami, kritik jelas berbeda dengan hasutan, hatespeech, fitnah dan ujaran kebencian. Bagi siswa/mahasiswa yang mau kritik pintu dibuka lebar. Bukan membangun kebencian, meruntuhkan kebinekaan atau mengganti ideologi negara bahkan memfitnah pejabat negara. Mengkritisi kebijakan its fine, memprotes kenaikan harga silahkan, meminta vonis berat pejabat korup monggo. Menuntut pejabat melakukan tindakan kriminal utk diproses hukum tidak dilarang.

Sudah banyak perusahaan ketika membuka lowongan, pelamar diminta menyertakan akun sosmed. Tentu si perusahaan tak ingin karyawannya merugikan perusahaan dengan merongrongnya.

Pun bisa jadi dengan MenPAN RB, mewajibkan seluruh ASN mengirimkan akun sosmed. Sekali lagi ini penting untuk memantau aktivitas ASN agar tidak malah melakukan "pembusukan" pemerintah dari dalam. Tugas mereka mewujudkan kesejahteraan masyarakat berdasar mandat bukan meruntuhkan legitimasi pemerintah.

Bagaimana bisa sebuah kementerian kecolongan ASN nya malah menjadi aktivis HTI yang merongrong NKRI? Bagaimana bisa salah seorang guru SDN melakukan intimidasi bahkan kekerasan verbal dan fisik ke anak usia 15 tahun beserta rombongannya? Diketahui pula si guru mengoleksi link situs pornografi di akun sosmed. Pemerintah tidak bisa membiarkan hal ini terus berulang. Ini momentum tepat menata banyak hal.

Termasuk didalamnya para pegawai BUMN yang juga perlu dipantau aktivitasnya. Tugas mereka itu mencari keuntungan sebanyak-banyaknya agar pendapatan negara terus naik. Harapannya pembangunan bisa digenjot dengan optimal. Tapi jika pegawai BUMN malah menebar kebencian, harus diambil tindakan tegas. Pembiaran hal itu mengakibatkan bukan hanya kinerjanya tidak optimal namun mengganggu produktifitas kantor.

Dalam link yang saya lampirkan, kebijakan baru bagi pemohon visa ke US melampirkan akun sosmed. Bisa dibayangkan sejauh apa pentingnya akun sosmed dengan kunjungan yang bisa jadi hanya beberapa saat? Artinya ini bisa jadi jurisprudensi bagi Mendikbud, Menristek Dikti, Menag, MenPAN RB, Menneg BUMN mengeluarkan kebijakan sejenis. Negara ini milik rakyat Indonesia, pemerintah punya mandat agar negara ini tetap utuh dan tidak tercerai berai untuk diwariskan pada anak cucu.

Minggu, 02 April 2017

Tanda-Tanda Kekalahan Anies-Sandi Makin Nyata

|0 komentar
Pilkada DKI kurang dari 2 minggu atau 14 hari lagi dan 2 kandidat Calon Gubernur makin gencar mengoptimalkan suara mereka. Ada perbedaan nyata cara kampanye yang bisa kita lihat signifikan. Ahok-Djarot terus membuka apa langkah-langkah yang bakal dilakukan untuk masyarakat di periode ke 2. Sementara Anies-Sandi setelah gagal dengan politisasi agama, beralih dengan upaya intimidasi maupun sebar kabar bohong.

Kubu Anies-Sandi atau Cagub nomor 3 makin kebingungan menjawab pola kampanye yang dilakukan lawan yang mampu menghadirkan fakta-fakta keberhasilan program. Bukan hanya KJP yang manfaatnya bukan hanya untuk biaya sekolah tetapi juga dapat digunakan membeli beras, minyak atau sayur mayor namun pembangunan berbagai infrastruktur bisa dilihat masyarakat.

Ada beberapa tanda yang bisa kita lihat pasangan calon nomor 3 ini di sisa waktu malah menurun tajam. Pertama, politisasi ayat agama yang awalnya digerakkan untuk menghadirkan simpati sebagian besar umat Islam sudah tidak kelihatan wujudnya. Terakhir setelah Aksi Bela Islam berbagai jilid terlihat tidak lagi punya daya. Tanggal 31 Maret kemarin (Aksi 313) kempes tak bersisa. Bahkan FPI beserta Imam Besarnya Habieb Rizieq Shihab pun tak datang. Tema aksi masih sama tentang dugaan penistaan agama namun mengapa FPI dan Rizieq “membolos”?

Berdasarkan pemberitaan yang ada, aksi itu jelas ditunggangi sebagai upaya makar. Penangkapan Al Khaththath atau Gatot Saptono beserta 4 temannya menunjukkan banyak hal. Polisi mengungkapkan ada berbagai skenario yang direncanakan paska Pilkada 19 April mendatang. Aksi 313 diduga sebagai ajang pemanasan menghadapi “kekalahan”. Buktinya polisi mengungkapkan ada skenario paska Pilkada untuk menduduki gedung DPR. Mereka sudah membuat rencana masuk ke DPR melalui mana saja hingga menabrakkan truk ke pagar belakang DPR.

Kedua, terungkapnya politisasi masjid memang by design alias salah satu upaya. Hal ini didapatkan setelah beredar video pernyataan Eep dalam sebuah pertemuan. Mereka menggunakan masjid sebagai tempat melakukan politisasi namun tidak berupa seruan partisan yakni pilih si A, jangan pilih si B. Namun memanfaatkan khatib-khatib, ulama, ustadz yang biasa mengisi di masjid terutama khatib Sholat Jum’at. Walaupun dalam video penutup Eep menyatakan strategi itu ingin digunakan untuk mengalahkan Ahok secara pribadi meski di forum tersebut tidak menyepakati.

Faktanya, khotbah yang memojokkan Ahok, spanduk, ujaran hingga ke berbagai group wa, sudah tidak terkendali bentuknya. Bukan hanya memojokkan namun sangat rasis serta tidak berprikemanusiaan. Seakan-akan tidak ada satu kebaikan yang sudah ditanamkan oleh Basuki Tjahaja Purnama. Penolakan sholat jenazah hingga yang terakhir muncul mulai ditolaknya berjamaah atau sholat bagi pendukung Ahok dibeberapa tempat muncul. Ketiga, terdesaknya Anies-Sandi menjadikan mereka tidak muncul dalam debat yang diselenggarakan oleh Kompas TV Minggu (2/4) yang di moderatori oleh Rossiana Silalahi. Akhirnya acara itu hanya dihadiri pasangan Basuki dan Djarot.

Di medsos tersiar kabar bahwa mereka keberatan hadir dikarenakan menginginkan format talkshow bukan debat. Keberatan itu disampaikan oleh Tim Sukses mereka, Eep Saefullah Fatah. Mengapa pilih talk show? Sebab lebih banyak mengulas gagasan atau program dan beda dengan debat yang memang mendiskusikan serta menajamkan program yang diusung. Nampaknya ini menjadi kekhawatiran yang perlu diantisipasi. Bisa jadi, tayangan Mata Najwa yang menghadirkan Anies dan Ahok menjadi tolok ukur mereka bersedia atau tidak datang. Setelah debat di Mata Najwa, beredar beragam meme hanya saja dari kupasan beberapa analis, terlihat Anies kalah telak. Baik di soal DP rumah maupun berbagai pernyataan Anies yang cenderung menyerang pribadi dan bukan kegagalan program Ahok.

Keempat, meski beberapa tokoh atau pengusaha bergabung disana namun tidak terlihat imbasnya. Walaupun paska putaran pertama pasangan yang kalah Agus-Silvy membebaskan pemilihnya kemana, ditambah bergabungnya Harry Tanoe dan Tommy Soeharto ke kubu mereka tapi sepertinya tidak berimbas pada apapun. Menyeret-nyeret orde baru, tidak laku dijual sehingga nama besar “Soeharto” tidak bisa mendongkrak apapun selain sebatas khaul di Masjid At Tiin di TMII. Pertemuan dengan Harry Tanoe pun bukan berarti pasangan ini terangkat pamornya di empat TV swasta (RCTI, MNC, Global dan I News).

14 hari jelas bukan waktu yang panjang apalagi mereka bakal disibukkan dengan acara debat resmi KPUD yang digelar 12 April mendatang. Dua program andalan mereka rontok karena alasan berbeda. Program OK OC ternyata adalah program yang digagas dan diusulkan oleh sekelompok pengusaha dari Jogjakarta. Tanpa menyatakan mau bekerjasama, tiba-tiba program itu sudah jadi andalan Anies-Sandi. Sementara program rumah DP Rp 0 tidak hanya melanggar ketentuan Bank Indonesia tetapi juga harga tanah yang digambarkan hampir mustahil didapat di Jakarta serta pembiayaan subsidi dari Pemprop akan membangkrutkan DKI.

Terus sekarang mengandalkan apalagi?

Sabtu, 01 April 2017

Mengakhiri Polemik Kendeng

|0 komentar
Pergulatan rencana pembangunan pabrik semen di Kawasan Gunung Watuputih Kecamatan Sale Rembang hingga kini belum kelar. Semua pihak sedang menunggu proses penelitian yang dilakukan oleh Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dipimpin oleh San Afri Awang. Tim KLHS akan membuat 2 kajian yakni mengenai CAT Watuputih akan diselesaikan akhir Maret, dan tentang kajian keseluruhan Kendeng diselesaikan April ini.

Kasus ini menjadi besar bukan hanya karena ijin Lingkungan yang dibatalkan Mahkamah Agung pada 5 Oktober 2016 namun juga berbagai aksi menyemen kaki di depan Istana Negara, ancaman rusaknya lingkungan, hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat dan lain sebagainya.

Tidak ada yang aneh dengan berbagai demo maupun penolakan yang ada sebab semua itu hak masyarakat. Yang harus difahami rejim kini telah berubah dari rejim yang tertutup, otoriter, tidak mau mendengar menjadi pemerintahan yang terbuka. Dulu masyarakat selalu ditekanan, dibodohi, di manipulasi sehingga membentuk karakter masyarakat yang tidak mudah percaya apalagi pada pemerintah.

Joko Widodo sendiri sebagai presiden sudah membuka diri bahkan meminta Kantor Staf Presiden (KSP) bukan hanya mendorong beberapa kementrian membuka tabir tentang Kendeng namun juga mempersiapkan apa yang harus dilakukan paska Kajian KLHS keluar. Meskipun rencana pendirian pabrik dilakukan oleh Semen Indonesia, negara menjamin kepentingan yang lebih besar yang harus diperhatikan. Sudah ada beberapa contoh yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi perusahaan yang tidak mau kooperatif. Bahkan anak perusahaan PT Pertamina yaitu Petral dibekukan perusahaannya karena terbukti justru merugikan negara.

Contoh lain soal Freeport, pemerintah mematuhi mampu memaksa mereka untuk patuh pada undang-undang. Hal ini menunjukkan komitmen serius pemerintah dalam melindungi kepentingan bangsa dan negara.

Maka dari itu terkait Kendeng, rakyat semestinya juga mau menerima secara fair hasil yang dilakukan KLHS. Selama ini cukup banyak informasi yang kurang tepat dan beredar diluaran tentang polemik Kendeng. Misalnya soal kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih berdasarkan Perda Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Rembang 2011 – 2031 memang untuk kawasan pertambangan. Terbukti meski pabrik semen belum berdiri ada belasan tambang swasta milik masyarakat disana.

Hal ini juga berhubungan dengan informasi adanya air bawah tanah yang bakal habis bila ada pabrik semen. Logika ini mudah terbantah dengan masih terdapatnya sumber air meski ada penambangan disana, rencana pembangunan pabrik bukan masuk dalam aliran air bawah tanah, hingga model zero run off juga mengamankan serta melindungi air permukaan yang dikhawatirkan makin menyusut. Beberapa goa disekitar area juga terbukti kering atau tidak teraliri air. Apabila memang di kawasan CAT tidak boleh ada penambangan bagaimana dengan penambangan gas, minyak hingga batu bara diberbagai wilayah yang pasti di zona CAT. Juga pembuatan terowongan monorail Jakarta yang pasti memotong dan mematikan banyak aliran bawah tanah.

Selain itu berbagai pihak mempertanyakan pembangunan pabrik ada di kawasan yang masuk dalam karst (batu gamping berlobang). Mereka melandaskan pada Permen 17 Tahun 2012. Padahal yang tidak boleh diganggu oleh apapun adalah KBAK atau Kawasan Bentang Alam Karst yang memang benar-benar harus dijaga sebab banyak terdapat goa dan aliran bawah tanah.

Diluar berbagai informasi yang beredar hendaknya semua pihak mau sama-sama mendengar. Pemerintah perlu menjadi fasilitator dalam menuntaskan polemik ini. Letakkan semua persoalan sesuai dengan masalah yang dihadapi. Masyarakat yang tinggal diseputar kawasan harus mau membuka diri. Negara memfasilitasi suara-suara masyarakat, kekhawatiran yang muncul, kegelisahan yang ada dengan meminta PT Semen Indonesia menjawab itu semua. Namun jawaban yang diberikan bukan dengan lisan, melainkan mengunjungi berbagai usaha yang sudah berjalan selama ini diberbagai wilayah. Tunjukkan apa yang selama ini sudah dilakukan perusahaan pada alam dan lingkungan sekitar. PT Semen Indonesia juga mengklaim mereka bukan perusahaan yang tidak bertanggungjawab pada lingkungan baik pada masyarakat maupun pada sumberdaya alam.

Ketakutan masyarakat itu memang bukan hal yang tidak berdasar sebab pendirian pabrik yang tidak sesuai aturan bahkan merusak lingkungan menjadi mimpi buruk masyarakat di Indonesia. Dan hal itu muncul berdasar pengalaman di masa pemerintahan sebelumnya yang abai atas suara rakyat. Legislatif sendiri hingga kini benar-benar turun kepercayaannya. Indikasinya masyarakat Kendeng melakukan aksi di depan Istana Kepresidenan dan bukan di DPR. Pun dengan soal investasi, meski pemerintah pro investasi tetapi investasi yang baik, sesuai aturan dan memberi dampak positif bagi masyarakat maupun negara.


Sehingga ke depan tidak perlu lagi menyemen kaki melainkan mengajak bicara pemerintah dan mencarikan solusi terbaik.

Rabu, 22 Maret 2017

6 Alasan Aneh Pihak SBY Tentang Peminjaman Mobil Dinas Presiden

|0 komentar
Setelah ramai-ramai berita tentang SBY meminjam mobil dinas kepresidenan rupanya masih banyak fakta lain mengejutkan. Terungkap SBY meminjam mobil dinas kepresidenan tidak memakai surat resmi. Mengapa tanpa surat koq tetap diberikan? Ingat kasus Roy Suryo keluar dari rumah dinas membawa banyak barang? Siapa yang berani menghentikan SBY membawa mobil?
Dibeberapa media, Rabu (21/3) tidak hanya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memberi tanggapan namun juga Menseskab era SBY, Dipo Alam turut berkomentar. Sementara Ani Yudhoyono ikut bereaksi keras di akun ig ketika menshare aktivitas Annisa Pohan.
Berdasarkan keterangan Kepala Sekretariat Kepresidenan Darmansjah Djumala, peminjaman tersebut tidak disertai surat. Fakta ini karuan saja memprihatinkan sebab bagaimana bisa inventaris negara bisa keluar, dipakai oleh orang yang sudah tidak berhak tanpa landasan tertulis. Kendaraan Mercedes Benz S-600 Pullman Guard tersebut juga dikembalikan tanpa surat. Pihak istana kemudian membuat berita acara pengembalian. Sebuah kebiasaan mengelola barang resmi inventaris negara yang sangat buruk.
Argumentasi yang diajukan oleh SBY, Dipo Alam maupun Ani Yudhoyono tidak tepat. Pertama ketiganya berargumen sesuai pasal 8 UU No 7 Tahun 78 bahwa mantan presiden dan wakil presiden berhak atas sebuah kendaraan beserta sopir pribadi. Bantahannya yakni apakah benar kendaraan yang disediakan setara dengan kendaraan dinas presiden?
Sementara jatah kendaraan dinas Presiden berjumlah 8 buah dan kenapa dari 8 mobil itu mantan wapres Boediono tidak dipinjami kendaraan sejenis? Karena sebanyak 8 buah mobil dinas Presiden itu melekat pada jabatan, tidak lebih dan tidak kurang.
Kedua, SBY mengklaim tidak meminjam mobil tersebut melainkan diantar. Apabila benar demikian, mengapa SBY tidak menanyakan berkas dokumen peminjaman? Bila tidak mengajukan peminjaman bukankah selayaknya ditolak? Tidak tahu regulasinya? Kan bisa ditanyakan apakah benar prosedurnya begitu. Mengapa saat sudah ramai-ramai begini baru membuat pernyataan seakan-akan ada pihak lain yang salah. Apa sudah kebiasaan menerima sesuatu tanpa berkas? Tanpa dokumen? Tanpa permintaan? Kebiasaan yang berbahaya bagi seorang pejabat negara.
Ketiga, Dipo Alam beralasan mobil tersebut dipinjamkan karena negara belum sanggup membelikan. Argumentasi yang sangat lemah dan mudah dipatahkan. Seberapa butuh keluarga mantan presiden atas mobil? Apa benar mobil pribadinya masih kurang? Apakah mobil yang dimiliki tidak kalah mahal dan prestise? Mengapa mantan Mensekab tidak memahami regulasi tentang hak kendaraan yang bakal diperoleh mantan Presiden. Jika memang bukan hak nya sekelas Mercedes Benz, semestinya ditolak. 
Keempat, salah satu alasan yang dikemukakan untuk memperingan kesalahan yakni mobil itu sering rusak. Apakah artinya mau berargumen bahwa mantan Presiden mendapat mobil meski mewah tapi bobrok? Kalau memang sering rusak mengapa hingga 2 tahun tidak segera dikembalikan dan disampaikan sewaktu muncul polemik?
Kelima, menurut SBY, Ani dan Dipo Alam bahwa mantan Presiden dan Wakil Presiden berhak memperoleh fasilitas kendaraan. Djarmansjah mengurai, fasilitas itu tetap bisa didapat namun jenisnya bukan sekelas kendaraan dinas Presiden. Melainkan kendaraan Toyota Camry seperti yang didapatkan mantan presiden sebelumnya.
Keenam menurut Dipo, SBY sudah berniat mengembalikan tetapi karena rusak maka kendaraan tersebut lebih dulu dimasukkan bengkel. Mengapa tiba-tiba mereka berniat mengembalikan? SBY sudah menggunakan kendaraan tersebut selama 2 tahun dan rakyat tidak tahu. Sekarang ketika ada rebut-ribut mogoknya mobil dinas Presiden, baru berniat mengembalikan.
Berdasarkan 6 alasan tersebut diatas, sungguh argumentasi yang diajukan baik oleh mantan presiden, mantan ibu negara maupun mantan Mensekab selain tidak menjawab kecurigaan publik namun juga lemah secara nalar. Negara ini bukan hanya butuh aturan yang jelas namun juga penegakan regulasi dengan jelas agar kejadian-kejadian serupa dimasa depan tidak terjadi lagi.

Senin, 20 Maret 2017

Soal Mobil Dinas Presiden, Apa SBY Sulit Bedain Pinjam dan Nyolong?

|0 komentar
Munculnya berita mobil dinas presiden yang dipinjam mantan presiden SBY mengagetkan kita semua. Kenapa? Bukankah sebagai mantan militer, pejabat negara dan mantan presiden tentu tahu batas-batas administrasi. Apa kepentingan dan alas an seorang mantan presiden meminjam kendaraan dinas? Sungguh sulit diterima akal sehat apalagi bagi kita rakyat jelata.
Selama ini rakyat juga tidak ada yang tahu berapa jumlah mobil dinas presiden dan wakil presiden serta ada yang meminjam atau tidak. SBY harus memberi klarifikasi, menjelaskan dengan gamblang apa yang membuatnya meminjam kendaraan dinas hingga 2 tahun lebih. Tidak ada urgensi apapun karena selain dirinya juga pasti mampu beli mobil, kondisi Indonesia juga tidak sedang dalam keadaan perang. Sehingga tidak membutuhkan kendaraan anti peluru.
Padahal sesuai dengan nomor surat nomor Peng-03/PPBJ-PKMPSM/08/2014, mantan Presiden dan Wakil Presiden sudah mendapat mobil mewah dengan merk Mercedes Benz beserta berbagai fasilitas lainnya. Mana jargon-jargon yang selama ini jadi penekanan seperti “Saya Prihatin”?. Meminjam barang selama 2 tahun tanpa kejelasan tentu menjadi pertanyaan rakyat.
Jika sudah mendapat fasilitas mobil mewah, mengapa SBY masih membawa mobil yang harusnya diperuntukkan bagi Presiden? Apakah SBY tidak bisa naik mobil yang tidak diperuntukkan selain presiden? Melepas kebiasaan 10 tahun ternyata tidak mudah, Jika tidak ada kasus mogoknya presiden Jokowi, apakah hal ini akan terungkap?
Apa SBY keenakan naik mobil dinas presiden sehingga lupa mengembalikan? Kalau pinjam hingga 2 tahun tanpa kejelasan serta si peminjam punya kendaraan yang lain apa tidak menyebabkan rakyat jadi mikir itu nyolong? Kasus dibawanya peralatan dari rumah dinas Menpora oleh Roy Suryo saat diganti juga banyak disebut dengan nyolong.
Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala membenarkan bahwa mantan Presiden SBY masih membawa mobil dinas yang sudah dipinjamnya. SBY menyatakan komitmennya untuk mengembalikan mobil VVIP setelah lebih dari dua tahun dipinjam.
"Baru beberapa minggu lalu, pihak beliau (SBY) menyatakan komitmennya bahwa mobil tersebut akan dikembalikan," ujar Djumala kepada Kompas.com, Selasa (21/3/2017).
Faktanya hingga saat ini mobil bermerek Mercedes Benz S-600 Pullman Guard hitam tersebut belum terparkir di garasi istana negara. Ada 7 mobil sejenis yang tidak hanya digunakan oleh Presiden Jokowi, melainkan dibagi-bagi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Entah apa maksud SBY meminjam mobil tersebut dan menggunakan fasilitas yang seharusnya dipakai oleh kepala negara. Mencuatnya hal ini membuat kita bertanya apakah sang mantan memiliki post power syndrome akut? Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan SBY tentang hal ini kecuali penjelasan Darmansjah Djumala.
Kasus ini bukan pertama terjadi terutama dikalangan pimpinan Partai Demokrat. Yang paling ramai diperbincangkan ketika Roy Suryo banyak membawa barang-barang dari rumah dinas Menpora ketika digantikan Imam Nachrawi. Ada yang dikembalikan dan ada yang tidak diakui telah dibawanya.
Apakah SBY lupa, pada 11 September 2014 dirinya mewanti-wanti pada seluruh Menteri agar mengembalikan rumah dan mobil dinas tanpa cacat. "Semua fasilitas yang digunakan jajaran pemerintah dikembalikan pada saat yang tepat dengan administrasi yang baik," imbau SBY kepada seluruh menterinya saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Bahkan secara langsung menyampaikan kepada Wakil Presiden saat itu, Boediono supaya menservis mobil dinas sebelum diserahkan ke negara.
Apakah pemberian negara kepada mantan presiden belum cukup? Merujuk Peraturan Presiden RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden RI telah memberikan sebuah rumah dua lantai. Bangunan tersebut di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan atau tepat di belakang kantor Kedutaan Besar Qatar untuk Indonesia.
Hingga saat ini tidak ada yang tahu berapa sebenarnya harga rumah tersebut, yang jelas bernilai puluhan miliar rupiah. Sebuah penghargaan yang luar biasa besar.
Nah, lantas jika negara sudah memberi penghargaan sedemikian besar kenapa masih meminjam mobil lebih dari 2 tahun? Terkuaknya hal ini juga disebabkan mobil dinas Presiden RI yang sedang dikendarai Presiden Jokowi tiba-tiba mogok saat melakukan kunjungan kerja di Kalbar setelah meresmikan PLTG Mempawah, Kalimantan Barat, pada Sabtu, 18 Maret 2017, dan hendak menuju kawasan Kubu Raya untuk makan siang.

Minggu, 12 Maret 2017

Mengingat Kembali Buronnya Tommy Soeharto

|0 komentar
Nama Hutomo Mandala Putra mungkin sudah mulai perlahan dilupakan orang namun ketika disebut Tommy Soeharto, banyak yang masih ingat. Akhir-akhir ini namanya kembali mencuat ketika fotonya bertemu dengan beberapa pentolan GNPF MUI maupun Calon Gubernur DKI Anies Baswedan.

Adakah yang salah? Adakah yang melanggar aturan? Tentu tidak. Namun pertemuan yang dilakukan paska putaran pertama Pilgub DKI mengarahkan asumsi kita pada sesuatu. Menjelang pemungutan suara pertama, isu yang santer digeber mengenai tuntutan sekelompok orang yang mengatasnamakan GNPF MUI agar Ahok segera dipenjarakan.

Siapa tokoh yang ditemui? Diberbagai media social tersebar GNPF MUI menemui Susilo Bambang Yudhoyono, mantan presiden. Dan bisa kita lihat sendiri setidaknya ada 4 kali demonstrasi besar-besaran di Jakarta dan demo itu dimanfaatkan segelintir orang melakukan rencana makar. Kini para tersangka makar sedang dalam proses penyidikan oleh Polri. Hasil Pilkada DKI putaran pertama, Agus Harimurti Yudhoyono keok dengan suara tak mencapai 18 persen. Hasil pertemuan GNPF MUI dengan ayahandanya tak mempengaruhi apapun.

Lantas, mengapa sekarang orang yang ada di barisan tersebut merapat ke Tommy? Mereka bahkan Sabtu (11/3) lalu menggelar Haul Almarhum mantan Presiden Soeharto. Sebuah nama acara yang selama ini tidak digunakan Cendana. Tempatnya pun di Masjid At Tiin TMII Jakarta. Paska haul tersebar foto Tommy dengan Anies yang dipisahkan oleh Ustadz Arifin Ilham.

Adakah ini ada kaitannya dengan pertemuan antara Anies, Titik Soeharto dan Prabowo? Kita tahu, sejarah Golkar cukup panjang dengan keluarga rejim yang menguasai 32 tahun itu. Kini tinggal Titik saja yang masih di Golkar. Namun mereka masih memiliki kekuatan yang patut diperhitungkan terutama dalam hal dana. Siapa yang meragukan kekayaan cendana? Di berbagai situs berita saat periode tax amnesty pertama beberapa menuliskan sekitar Rp 12 Trilyun. Itu baru Tommy, belum yang lainnya.

Meskipun anak mantan presiden, bukan berarti bisnis maupun catatan hidupnya bersih dari masalah. Hingga kini, statusnya adalah duda beranak satu dan tidak pernah dikabarkan menikah paska perceraiannya dengan Ardhia Pramesti Regita Cahyani 11 tahun lalu.

Sedangkan beberapa kasus lain yang mencuat diantaranya di tahun 2000, Tommy Suharto menjadi terpidana kasus tukar guling antara PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog, bersama Ricardo Gelael. Tommy divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lalu jaksa penuntut umum mengajukan kasasi. Putra bungsu Soeharto di vonis 18 bulan penjara serta denda Rp 30,6 miliar. Saat akan di eksekusi, tommy melarikan diri dan menjadi buronan.

Hakim Agung, M Syafiuddin Kartasasmita yang memutus kasus tersebut pada 22 September meninggal dunia pada 26 Juli 2001. Saat itu sewaktu melintas di pintu Air Serdang Kemayoran, Honda CRV sang hakim disalip Yamaha RX King dan langsung memuntahkan peluru dari pistol FN 45. Lengan, dada maupun Rahang Syafiuddin koyak dan nyawanya tak tertolong sementara sopirnya selamat.

Belum genap 1 bulan, 7 Agustus kedua pembunuh sang hakim diringkus di Jakarta. Pengendara, Mulawarman disergap di jalan Fatmawati dan Noval Haddad sang eksekutor dibekuk di Bidara Cina Jatinegara.

Dalam pendalaman yang dilakukan kepolisian, terungkap jika dalang pembunuhan adalah Tommy Soeharto. Kepada penyidik, tersangka Noval dan Maulawarman diperintah Tommy dengan imbalan Rp 100 juta. Polri menunjuk Tito Karnavian (Kasat Serse Polda Metro Jaya) memimpin Tim Cobra memburu Tommy Soeharto.

Kurang dari 4 bulan atau tepatnya 28 November 2001, Hutomo Mandala Putra dibekuk di jalan Maleo II Blok JB 4-7 No 9 Sektor 9 Bintaro Jaya Tangerang Banten. Saat ditangkap, Tommy sedang tertidur lelap didampingi perempuan yang sedang hamil tua, Lanny Banjaranti. Nama Tommy sendiri sudah berganti menjadi Ibrahim.

Meski berhasil membekuk Tommy, nampaknya hukum berbicara lain. Tommy hanya di vonis 15 tahun penjara sementara kedua pelaku pembunuhan dihukum seumur hidup. Bahkan ketika Tommy mengajukan PK, Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan yang memimpin sidang meringankan hukuman menjadi hanya 10 tahun penjara saja. Padahal selama persidangan Tommy terbukti menyimpan senjata api, bahan peledak, otak pembunuhan dan kabur sewaktu akan ditahan.

Setelah lebih dari 15 tahun, mungkin banyak yang sudah lupa dengan rentetan kejadian itu. Pun barangkali Tommy benar-benar sudah insyaf dan kembali ke jalan yang benar. Hanya saja, merapatnya Titik dan Tommy ke Anies memang pantas menjadi refleksi. Mengapa? Karena Partai Golkar dimana mereka berkecimpung sebelumnya bahkan Titik Soeharto masih menjadi anggota DPR didalamnya jelas-jelas mendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.