Sabtu, 10 Desember 2011

Kapan Korupsi Enyah Dari Indonesia

Kampanye pemberantasan korupsi yang didengungkan oleh presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini masih seperti pepesan kosong. Terbukti masih banyak pejabat baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif ditangkap oleh KPK gara-gara kasus korupsi. Banyak pejabat mulai dari pusat dan daerah tak kunjung memahami substansi sesungguhnya mengenai pemberantasan korupsi. Entah apa yang dipikirkan mereka yang tetap saja mengabaikan perang terhadap korupsi.

Tidak hanya pejabat birokrasi, para aparat penegak hukum yang semestinya lebih tahu konsekuensi dari pelanggaran regulasi tetap saja nekad melakukannya. Lantas dimana sebenarnya impact dari remunerasi yang diberikan pemerintah? Kenapa bila ada pejabat yang tertangkap gara-gara suap atau berkaitan kasus korupsi yang muncul justru diskursus mengenai kurangnya gaji yang mereka terima. Padahal dibandingkan masyarakat kebanyakan, mereka dibayar cukup besar.

Secara umum saja tiap tahun pemerintah selalu menaikkan anggaran birokrasi untuk gaji. SBY tidak peduli apakah dampak dari menaikkan gaji itu bisa menimbulkan kesenjangan antara buruh pemerintah dan buruh swasta. Pengumuman kenaikan gaji tiap tahun sebenarnya secara psikologis tidak mudah diterima akal sehat rakyat secara umum. Buktinya di media massa lokal, respon warga via sms masih ada saja yang menyoroti soal kenaikan gaji PNS.

Dibandingkan 10 tahun lalu, PNS belum menjadi profesi yang dilirik oleh banyak pihak. Yang didalamnya termasuk para aparat berwenang. Disisi lain, tak berkurangnya tindakan korupsi mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah merosot. Sudah jelas pegawai pemerintah gaji ditanggung plus asuransi jaminan tuanya. Entah kenapa kasus korupsi masih saja menyeruak dalam pemberitaan.

Akibat tak berkurangnya korupsi, Indeks Persepsi Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan pointnya. Demikian juga dengan posisi negara-negara tetangga yang dalam penelitian posisinya lebih bagus. IPK (Indeks Persepsi Korupsi) Indonesia masih dinilai 2,8 dari rentang 0-10. Nilai 10 merupakan ambang nilai dengan makna paling bersih. Tahun 2010, nilainya masih sama dengan kondisi tahun ini. Jika dirasakan pemberantasan korupsi memang progressnya tak terlihat signifikan.

Posisinya pun di 110 dari 178 negara atau naik 1 point dari posisi 111 dengan 180 negara. Tahun ini saja ada 6 pejabat publik yang ditangkap KPK. Jika demikian, presiden harusnya mampu mengambil langkah konkrit untuk tak main-main dengan koruptor. Bagaimana bisa hakim Tipikor di Surabaya, Semarang ataupun Kalimantan Timur seenaknya saja membebaskan koruptor. Perlu ada terobosan hukum, misalnya pemiskinan seperti yang diungkapkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.

Entah sampai kapan rakyat akan bersabar menunggu hilangnya korupsi dari Indonesia. Jika yang ditunggu tidak juga terealisasi (enyahnya korupsi) bisa mengancam kesejahteraan rakyat karena anggaran negara makin minim yang menetes pada masyarakat. Para koruptor itu makin cuek dengan lingkungannya, masih bisa tersenyum dan kembali memegang lembaga atau institusi strategis.

0 komentar:

Posting Komentar