Selasa, 15 November 2005

Jumlah PKL Banjarsari Bertambah

|0 komentar
* Dikhawatirkan Muncul Masalah Baru

BALAI KOTA-Jumlah pedagang kaki lima (PKL) di kawasan pasar klithikan Monumen 45 Banjarsari terus bertambah, menyusul rencana relokasi oleh Pemkot Surakarta ke kawasan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, pertengahan 2006.

Sesuai hasil pendataan terakhir yang dilakukan Kantor Pengelolaan PKL jumlah PKL yang menempati lahan seluas 17.822 m2 itu 989 orang. Namun berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Konsorsium Monitoring dan Pemberdayaan Publik (Kompip) salah satu LSM pendamping PKL di Solo jumlah itu kini lebih dari 1.000 PKL.

"Pemkot seharusnya melakukan antisipasi agar jumlah PKL di kawasan itu tidak makin bertambah. Kami khawatir pertambahan PKL di sana bisa menimbulkan masalah tersendiri bagi Pemkot," kata Nino Histiraludin dari Indonesia Partnership Governance Inisiatives (IPGI) seusai mengikuti sosialisasi rencana relokasi PKL di Balai Kota, kemarin.

Menurut dia, ketidaktegasan Pemkot justru menimbulkan spekulan yang ingin mengeruk keuntungan dari rencana tersebut.

"Tak menutup kemungkinan para spekulan mencari peluang memperjualbelikan lahan di situ sehingga akan timbul masalah baru," imbuhnya.

Sebagai antisipasi, lanjut dia, Pemkot harus duduk bersama dengan PKL riil yang ada di kawasan itu. Melalui dialog antara kedua belah pihak akan diperoleh kesepakatan yang bisa diterima seluruh pihak.

"Langkah itu sekaligus bisa menjadi semacam pemantauan dari Pemkot terhadap PKL. Tapi perlu digarisbawahi sosialisasi bukan sepihak melainkan melibatkan dialog PKL riil di situ. Tidak harus semua, tetapi minimal wakil yang representatif," jelasnya.

Pihaknya menyayangkan keminiman pelibatan publik dalam pembentukan Tim Penataan PKL yang dilakukan Pemkot.

Tim tersebut hanya berisi jajaran Pemkot Surakarta tanpa akademisi dan stake holder, misalnya PKL dan LSM.

"Mestinya sejak awal pihak terkait itu juga dilibatkan, jangan hanya dari kalangan Pemkot," tambah Suci, Koordinator Kompip.

Pendataan Ulang

Sementara itu Kantor Pengelolaan PKL akan segera melakukan pendataan ulang terhadap PKL di kawasan pasar klithikan Monumen 45 Banjarsari.

Kepala Kantor Pengelolaan PKL Bambang Santosa mengatakan pendataan akan dilakukan dengan menempel stiker pada kios.

Mengenai penambahan jumlah PKL, dia menduga lantaran ada anggota keluarga yang ikut masuk dalam pemilik yang sudah terdata sebelumnya.

"Memang mungkin saja terjadi peningkatan, tapi bisa jadi mereka ikut keluarganya yang sudah mapan di situ. Untuk itu kami akan melakukan pendataan ulang," tegasnya.

Wakil Wali Kota FX Hadi Rudyatmo mengatakan pihaknya tetap akan menggunakan data awal di Kantor Pengelolaan PKL.

Ketua Kantor DPC PDI-P Surakarta itu juga akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kantor Pengelolaan PKL untuk mengantisipasi penambahan jumlah PKL di kawasan Monumen Banjarsari.

"Kami masih akan membahas rencana sosialisasi, jadi yang kami lakukan saat ini baru tahap awal. Tentu tim nanti akan melibatkan pihak-pihak terkait baik akademisi maupun LSM, karena ini merupakan proyek besar yang melibatkan banyak orang," tuturnya.

Rencana relokasi PKL diperkirakan menelan biaya Rp 9,6 miliar dengan bentuk kios alternatif ketiga, yakni dengan pintu penuh. Alternatif pertama tanpa pintu membutuhkan dana Rp 4,5 miliar dan alternatif kedua pintu setengah Rp 5,4 miliar.

Sesuai jadwal pelaksanaan relokasi diharapkan bisa direalisasi Juni 2006 dan revitalisasi (hingga penyelesaian proyek di Semanggi) selesai Juli 2006.

"Dengan demikian pada 17 Agustus tahun depan kawasan Monumen 45 Banjarsari bisa dipergunakan untuk upacara bendera sebagaimana mengemuka dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota (Musrenbangkot) beberapa waktu lalu. Sesuai peruntukannya kawasan Monumen 45 seharusnya difungsikan sebagai ruang publik." (G13-27)

Rabu, 09 November 2005

ANALISA TERHADAP APBD-P 2005 KOTA SURAKARTA

|0 komentar
Berdasarkan ajuan APBD-P dari eksekutif dan dibandingkan APBD maka hasil analisisnya adalah sebagai berikut:
1.    Dari penjabaran belanja di APBD-P maka ada 22 instansi mengalami kenaikan (0,03 persen – 63,32 persen) dan ada 23 instansi mengalami penurunan belanja (0,18 persen – 13,71 persen) serta 7 dinas tetap. Di sector pendapatan ada 12 mengalami peningkatan, 9 unit pendapatan tetap.

2.    Dari pendapatan ada peningkatan sangat besar yakni sebesar hampir Rp 8 Miliar (2,23 persen) namun yang disayangkan kenaikan itu tidak bersumber pada peningkatan PAD tetapi bersumberkan pada anggaran dari pusat dan propinsi.

3.    Dari Total Belanja ada kenaikan Rp 500 juta lebih dan peningkatannya ada di belanja publik. Hal ini perlu dikaji kembali, apakah peningkatan itu berkaitan dengan program atau untuk membayar gaji pegawai yang bekerja untuk public (missal guru, dokter, pelayanan sampah, PU dan lain sebagainya).  Yang perlu diteliti adalah adanya penurunan Rp 6,5 M untuk gaji PNS. Disalah satu sisi, sangat bagus karena kondisi APBD pada saat ditetapkan minus Rp 18 M. Tetapi adanya penurunan gaji sebesar Rp 6,5 M perlu dikaji mendalam. Artinya pada awal ditetapkan, rumusan seperti apakah yang digunakan sehingga saat ada perubahan APBD selisihnya cukup tinggi. Padahal tentunya data mengenai jumlah PNS, Honorer Daerah atau Tenaga Harian Lepas sudah ada. Jumlah pegawai ada berapa, golongan, tunjangan yang harus diberikan berapa tentunya sudah tersedia. Dibutuhkan system penggajian yang matang sehingga perubahan APBD pada sector belanja gaji PNS tidak mendominasi (dari sisi nominal)

4.    Bila ditelusuri lebih lanjut ada 3 dinas yang prosentase belanja aparaturnya naik yakni Dinas Kesehatan (309 %), BIK (182 %) dan KLH (34 %).  Kenaikan belanja ini tidak ada sangkut pautnya dengan masyarakat. Lalu kenapa dinas kesehatan menaikkannya justru tidak di belanja public? Padahal pekerjaan mereka banyak berhubungan dengan public sementara yang dinaikkan belanja aparatur.

5.    Yang cukup bagus adalah kenaikan belanja aparatur di 3 institusi yakni sekretariat DPRD, Kantor Keuangan Daerah dan Wakil Walikota. Ada harapan tidak mempengaruhi pelayanan pada masyarakat.

6.    Yang cukup menyedihkan adalah penurunan belanja public disektor yang betul-betul dibutuhkan masyarakat seperti Dinas Dikpora, SD Negeri, Dinas Pengelolaan Pasar, SMU/SMK Negeri. Besaran rupiahnya sangat tinggi (antara Rp 800 juta – Rp 1,6 M). Sesuai Visi Misi Walikota terpilih yang akan memfokuskan pada tiga hal yang salah satunya tentang pendidikan maka hal ini bisa diinterprestasikan public sebagai sebuah “kekurangan”.

7.    Pada waktu dekat ini, perlu segera menyiapkan kerangka anggaran (Kebijakan Umum APBD) sesuai visi misi kepala daerah. Langkah yang perlu diambil yakni membreakdown visi misi Walikota tidak hanya untuk APBD 2006 namun hingga 2010 sesuai mandate yang diberikan di UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah dan UU 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Dari beberapa jabaran diatas, nampaknya focus anggaran bagi masyarakat masih tidak tentu ketika APBD diketok. Kedepan, dibutuhkan komitmen, keseriusan dan visi bagi pembangunan masyarakat. Anggaran yang diperoleh dari public harus dikembalikan kembali baik dalam bentuk pelayanan, penyediaan fasilitas ataupun peluang menciptakan kesejahteraan.