Rabu, 27 Juni 2012

Bantuan Operasional Sekolah Rawan Penyimpangan

|0 komentar
Yogyakarta - Penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) di Gunungkidul, dipertanyakan penggunananya , hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya penarikan uang oleh sekolah.

Menurut Nino Histiraludin, peneliti penggunaan anggaran dana BOS, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK), Saat pihaknya tengah melakukan penelitian di beberapa sekolah terkait penggunaan dana BOS. Fakta awal menyebut, banyak orang tua wali mengeluhkan adanya pungutan dari sekolah seperti penarikan uang lks, atau kurikulum tingkat satuan

Menurutnya, hal tersebut menjadi tanda tanya besar mengenai efektifitas penggunaan dana BOS di sekolah. Selian itu, pelitnya sekolah memberikan informasi  Rencana Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS), juga semakin menguatkan adanya ketidakberesan (KTSP), Belum lagi, pembelian seragam yang dibalut dengan istilah daftar ulang.

Dari sini saja, ulas dia, sudah bisa diduga ada indikasi sekolah masih manarik uang dari wali murid. Bekerjasama dengan percetakan kemudian membuat LKS, atau buku pelajaran. Nino menanyakan, dimana posisi anggaran dana BOS ditempatkan.  Pengawasan dari inspektorat sejauh ini juga belum ada yang menyentuh permasalahan carut marutnya anggaran.

Ia menambahkan, selama ini masyarakat kesulitan untuk mengakses data bos disekolah.

Sementara terpisah kepala dinas pendidikan pemuda dan olahraga (disdikpora) Gunungkidul, Sudodo, mengatakan selama ini pengawasan dana bos sudah dilakukan di tingkat kabupaten, dan sampai saat ini belum menyimpangan.

Dia menjamin, tidak akan ada pungutan disekolah untuk tingkat SD-SMP apapun bentuknya, baik pungutan lks dsb, namun untuk sma sederajat masih dimungkinkan. jika ditemukan penarikan pihaknya memberikan sanksi tegasterhadap sekolah bersangkutan. (M.Yuwono/MKS)




Source : http://sindoradio.com/news/detail/1703/bantuan-operasional-sekolah-rawan-penyimpangan

Jumat, 08 Juni 2012

Kualitas Lulusan Juga Penting, Tidak Hanya Kuantitas

|0 komentar
Entah karena tunjangan sertifikasi atau karena sebab lain, tingkat kelulusan siswa SMP dan SMA atau sederajat di eks karesidenan Surakarta begitu tinggi. Tentu hal ini membuat masyarakat maupun pekerja pendidikan berbangga. Dari 7 kabupaten/kota yang ada, semua meluluskan diatas 98 persen. Bahkan untuk tingkat SMA semua meluluskan 99 persen sisanya.

Meski tingkat kelulusannya cukup tinggi, tiap wilayah masih menyisakan berbagai persoalan dibidang pendidikan. Salah satunya yang jadi masalah di hampir semua wilayah yakni pungutan pendidikan dan pendidikan gratis. Untuk pungutan pendidikan di sekolah negeri, hampir semuanya mengalami. Cuma ada yang melaporkan atau tidak.



Pendidikan merupakan fondasi penting bagi masa depan bangsa. Artinya tidak sekedar capaian kelulusan saja yang menjadi parameter keberhasilan pendidikan. Namun juga aspek lainnya seperti prilaku dan sosial budaya. Hal ini untuk menjaga agar kecerdasan anak-anak juga diikuti sikap arif nan bijaksana. Kecerdasan psikologis menghambat motif untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Sayangnya yang berkaitan soal hal ini sulit parameternya.

Sebab tak jarang anak-anak sekarang perilakunya tak mencerminkan memiliki budaya adi luhung. Lihat dipojok-pojok sekolah SMP apalagi SMA. Biasanya banyak yang nongkrong di warung saat jam pelajaran, merokok, ada di warnet dan beragam hal lain. Di Wonogiri juga cukup memprihatinkan, kasus pencabulan di kota gaplek tersebut cukup tinggi. Kriminalitas justru timbul dikarenakan kemajuan teknologi baik telepon seluler maupun internet.

Artinya prosentase kelulusan juga harus dibarengi dengan perbaikan kualitas anak didik. Ke 7 kabupaten/kota itu hingga kini belum memiliki grand design pendidikan bagi warganya. Padahal grand design ini cukup penting untuk membuat road map penanganan masalah pendidikan. Pendidikan bukan business as usual namun sebuah program meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Target kuantitas perlu dibarengi dengan kualitas.

Misalnya disebuah kabupaten menargetkan anak didiknya yang lulus SMA setidaknya bisa mengoperasionalkan words dan microsoft excel. Maknanya wilayah tersebut memiliki templete pengembangan pendidikan berkaitan dengan pemahaman teknologi. Rupanya tidak banyak pihak yang memahami pentingnya hal ini dan memaknai pendidikan hanya sebatas sekolah dan berjalan seperti biasa saja. Lantas untuk apa uang sertifikasi?


Rabu, 06 Juni 2012

Inovasi Pembuatan RPJM Kelurahan Partisipatif

|2 komentar
Perencanaan desa kini telah berkembang jauh lebih pesat dibandingkan kelurahan. Hal ini memang karena faktor otonomi desa yang jauh lebih nyata adanya. Banyak sekali perbedaan kondisi pemerintahan desa dengan kelurahan yang menyebabkan kelurahan lebih banyak bergantung pada pemerintah daerah. Sejatinya perlu ada kajian secara mendalam apakah masih perlu ada pembedaan terutama dalam hal kewenangan antara kepala desa dengan lurah.

Padahal secara hakekat mereka sama-sama ujung tombak dalam memberdayakan masyarakat diwilayahnya. Salah satu keunggulan desa dibandingkan dengan kelurahan adalah tentang keuangan desa. Tak banyak Pemda mendelivery keuangan untuk dikelola secara mandiri oleh pemerintah kelurahan. Apalagi regulasi tentang hal ini nyaris belum ada yang dikeluarkan. Disisi lain, problem yang dihadapi kelurahan sama bahkan bisa jauh lebih komplek.

Kenapa bisa begitu? karena kelurahan seringkali berada di perkotaan atau pusat kecamatan sehingga kondisi sosial masyarakatnya jauh berkembang, heterogen, kritis dan berbagai kondisi lainnya. Oleh sebab itu, Pemerintah pusat cq Kemendagri selayaknya mengevaluasi atas kondisi ini. Bila tidak, tak menutup kemungkinan kelurahan akan tertinggal dibanding desa disekitarnya. Meski demikian, kelurahan di Solo justru memiliki kondisi yang berbeda.

Cover Buku Inovasi RPJMKel
Sejak tahun 2001 mereka telah mengelola sendiri anggaran pembangunannya. Sehingga kondisi kelurahan bisa jauh lebih baik. Hanya saja tanpa perencanaan yang memadai serta berkelanjutan, anggaran pembangunan yang diberikan oleh Pemkot banyak terbuang sia-sia. Selama ini, sudah ada bottom up planning di Solo meski terhitung cukup lama namun impact dari alokasi dana pembangunan itu belum bisa dibanggakan. Diakui atau tidak terputusnya perencanaan tahunan itu salah satu penyebabnya tidak ada grand design perencanaan berkelanjutan.

Menghadapi hal ini, beberapa aktivis NGO mencoba membuat inovasi dengan uji coba penyusunan perencanaan jangka menengah sebagai laboratorium implementasi. Kelurahan yang dijadikan uji coba penyusunan RPJMKel (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan) yakni di Sudiroprajan. Kenapa di sana? Salah satunya karena dinamisasi dan tokoh masyarakatnya bersedia mendukung uji coba ini.

Mereka sadar bahwa perencanaan tahunan masih parsial, lebih menampung keinginan dibanding kebutuhan dan tidak menyelesaikan masalah utama. Maka dibuatlah RPJMKel untuk membuat roadmap penanganan masalah utama diwilayah. Agar kelak kedepan perencanaan tersebut selalu berpegang pada RPJMkel. Kegiatan yang diselenggarakan lebih dari 3 bulan ini berhasil di dokumentasikan sebagai sarana pembelajaran bersama.

Bagi masyarakat yang tertarik mempelajari hal ini, dapat memperoleh buku dengan mengontak kami sehingga tak perlu studi banding. Kami juga bersedia menjadi partner diskusi aktif untuk mewujudkan rencana ini. Buku ini berisi banyak tahapan di proses perumusan RPJMKel agar memang menampung kebutuhan warga bukan lagi keinginan.

Senin, 04 Juni 2012

Akhiri Segera Kisruh Pengangkatan Perangkat Desa Di Sragen

|0 komentar
Kisruh pengangkatan perangkat desa di Kabupaten Sragen sungguh membuat kita semua prihatin. Konflik muncul karena perangkat desa yang terpilih ternyata dinilai sebagian kalangan (termasuk yang tak lolos) tak memenuhi kualifikasi. Pengangkatan perangkat desa ini untuk mengisi kekosongan perangkat desa yang sudah pensiun atau ditinggalkan perangkat desa lama.

Kini elit politik di Sragen justru malah terlibat lebih jauh. Bupati Sragen, Agus Fatturahman kemaren (4/6) menyatakan hasil ujian sudah sah dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Sementara para wakil rakyat justru yang awalnya mendukung mempertanyakan hasil ujian, malah berbalik mendukung kebijakan Pemda. Pengisian perangkat desa itu sesuai Perda No 15 Tahun 2006 dan Perbup No 4 Tahun 2009.

salah satu aktivitas masyarakat (ilustrasi)


Salah satu klausul dalam perbup tersebut yakni pasal 15 tentang Kewenangan Kepada Desa menilai Prestasi, Dedikasi, Loyalitas dan Tidak Tercela (PDLT). Bupati juga mengarahkan bola panas itu ke kepala desa sebab kewenangan pengangkatan ada di Kades. Bupati hanya sebatas mengesahkan pengangkatan tersebut. Kejadian ini menimpa puluhan desa yang kebetulan memang melaksanakan ujian pengangkatan perangkat desa secara bersamaan.

Banyak pihak menduga ada intervensi oleh pihak kekuasaan dalam perekrutan ini.Bila demonstrasi massa baik yang pro maupun yang kontra atas perekrutan ini masih saja terjadi, akan ada pengabaian pada pelayanan publik. Masyarakat luas akan dirugikan atas kondisi ini. Kepala desa sebagai salah satu pihak yang memang memiliki kepentingan sebaiknya segera mengambil sikap. Setidaknya bagi kepala desa yang melakukan perekrutan secara bersama membahas hal ini.

Pemerintah kabupaten perlu meyakinkan serta menunjukkan bukti bahwa tidak ada intervensi apapun. Tentu bukti itu tidak berupa ungkapan namun tindakan tegas bagi birokrasi yang mencoba mengintervensi akan dikenakan sanksi. Bagi pelapor yang bisa menunjukkan bukti nyata juga harus dilindungi identitasnya sehingga kasus ini benar-benar bisa dituntaskan secara baik.

Bagi wakil rakyat terutama Komisi I, bukan malah ikut memperkeruh suasana namun mengambil peran penting menginvestigasi. Mereka juga berdiri secara independen bila memang ada kader parpolnya yang mengintervensi bisa dikenakan sanksi. Semoga persoalan ini segera tuntas supaya masyarakat tidak kian dirugikan.