Senin, 14 Maret 2011

Kajian Posisi Pemerintah(an) Propinsi

(Bagian 1)

Sistem pemerintah di Indonesia dibagi berjenjang dari tingkat pusat hingga desa yang merupakan fungsi bagi optimalisasi layanan masyarakat. Fungsi ini diharapkan dapat berjalan optimal sesuai dengan tugas dan wewenang pada tingkatannya. Bila pasca reformasi tingkatan pemerintah hanya berupa pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kecamatan serta pemerintah desa/kelurahan. Sebelum reformasi Tahun 1999, jenjang ini jauh lebih banyak.

Sebut saja ada karesidenan yang merupakan “pemerintahan” untuk menaungi beberapa kabupaten/kota serta ada kawedanan yang menaungi beberapa kecamatan. Keduanya telah dipangkas meski untuk karesidenan berubah bentuk dan dibawah pemerintah propinsi yang bernama Bakorwil atau Badan Koordinasi antar Wilayah. Badan ini hampir tidak pernah terdengar kerjanya maupun kiprahnya dimasyarakat meski anggaran, staff, kantor dan operasionalnya tetap ada.

 
Kantor Pemprop Kaltim Yang Megah (Foto : Eko Soembodo)
Pemerintah Propinsi sendiri memiliki dinas, badan, kantor tersendiri meski sebenarnya hal ini patut dipertanyakan. Pasca keluarnya UU No 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, hampir semua tugas dan wewenang dibagi merata antara pusat dan kabupaten/kota. Propinsi dalam PP No 38 Tahun 2007 Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa “Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar”.

Artinya adalah ada persamaan tugas pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Padahal seperti kita tahu de facto pemerintah propinsi tidak punya wilayah secara langsung atau masyarakat yang memang harus dilayani sebagaimana peran pemerintah kabupaten/kota. Memang ada beberapa urusan masyarakat seperti pajak kendaraan bermotor, pajak air bawah tanah, pajak air permukaan tanah dan lain sebagainya. Namun untuk efisiensi sebenarnya bisa dilimpahkan ke kabupaten/kota.

Sehingga jumlah aparat yang ada puluhan ribu di 33 pemerintah propinsi dapat didistribusikan ke pemerintahan dibawahnya. Sedangkan wakil rakyat atau DPRD Propinsi bisa dihilangkan saja. Hal ini harus dilakukan bahkan pemerintah pusat pada PP No 19 Tahun 2010 Tentang Tatacara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Propinsi tegas memposisikan pemerintah propinsi.

Pada nama PP saja seperti tercantum diatas terdapat kata “…..Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Propinsi”. Artinya gubernur merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat dan bisa diibaratkan sebagai camat. Jangankan dinas atau instansi, wakil camat saja tidak ada. Pada Pasal 3 PP tersebut dijabarkan tugas gubernur yaitu koordinasi, pembinaan, pengawasan pemerintah dibawahnya dan memelihara stabilitas politik ditingkat propinsi.

Sedangkan kewenangannya yang diatur pada pasal 4 menyatakan mengundang rapat kepala daerah, memberi penghargaan, menetapkan sekda, mengevaluasi raperda APBD, memberi persetujuan tertulis penyidikan anggota DPRD Kabupaten/kota, menyelesaikan perselisihan antar kabupaten/kota, melantik kepala instansi vertical dari kementrian dan lembaga pemerintah non kementrian yang ditugaskan di propinsinya.

Bila dikupas secara mendalam, tugas dan kewenangan pemerintah propinsi jelas hanya kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, penting kiranya menjadikan pemerintah propinsi berposisi selayaknya pemerintah kecamatan dalam kabupaten/kota. Gubernur juga dipilih dan diangkat oleh presiden dari pejabat karir diwilayahnya. Karena memang tugas-tugas instansi di propinsi selama ini bisa dibilang hampir tidak ada.
(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar