Sabtu, 02 Juni 2018

Merealisasikan Indonesia Yang Pancasilais Di Tangan Jokowi

|1 komentar

Tidak banyak tokoh bangsa benar-benar memahami falsafah pancasila, apalagi mampu merealisasikannya. Sudah berates anggota DPR, pejabat, eselon, bahkan menteri berganti namun mereka bekerja hanya sebatas apa yang ditugaskan saja. Pancasila jelas menjadi falsafah bangsa dan oleh karenanya harus diwujudkan serta diterima rakyat sebagai hak. Bagi kalangan pejabat, tentu hal itu menjadi kewajiban.

Menjadi miris karenanya bila orang macam Amien Rais, Alfian Tanjung, Suryo Prabowo, Tengku Zulkarnain, Mardani Ali Sera, Fachri Hamzah dan lainnya justru lebih suka membuat riuh negara ini. Jangankan berempati, untuk sekedar berbagi kritik yang membangun saja sudah sulit diharapkan. Lihat saja berbagai kata, kalimat, ujaran yang mereka sampaikan baik ke wartawan, diatas mimbar, di depan umat bukan menentramkan malah membakar emosi.

Jokowi sebagai Presiden terus berupaya kembali memperkokoh Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan hanya untuk melawan para penghasut, pendengki, pengadu domba namun demi mempertahankan NKRI. Nawa cita yang diusung menjadi roh pemerintahannya benar-benar diterapkan secara nyata.

Dalam menjalankan tugas selama 3,5 tahun ini kita sebagai rakyat Indonesia merasakan benar berbagai upaya Jokowi baik memimpin pemerintahan maupun mengelola negara menjalankan Pancasila. Representasi dari Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa jelas tergambar dalam berbagai kunjungan Presiden ke pesantren, menghadiri acara ormas keagamaan, perayaan hari besar agama, membangun pondok pesantren, memberi sertifikat gratis pada tanah wakaf, menetapkan hari santri dan lain sebagainya.

Sila Kedua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, terepresentasikan dalam berbagai layanan dasar terutama bagi masyarakat tidak mampu. Kita tahu ada KIS untuk layanan kesehatan, KIP untuk layanan pendidikan, bantuan subsidi pupuk bagi petani petani, bantuan layanan bagi nelayan, pengucuran kredit bagi usaha rakyat, membangun jembatan penghubung antar daerah, membuka isolasi daerah terpencil, menenggelamkan kapal illegal, penyediaan listrik bagi masyarakat pedalaman dan berbagai program lainnya.

Untuk penerapan Sila Ketiga, Persatuan Indonesia jelas tergambar dalam kebijakannya membentuk BPIP, membubarkan HTI, memberantas terorisme, memerangi intoleransi, menetapkan 1 Juni sebagai hari libur Pancasila, membentuk Bekraf, memberi kuis dengan pertanyaan seputar kekayaan budaya, membuka berbagai perhelatan olahraga, serta banyak berinteraksi dengan kalangan remaja maupun pemuda dalam berbagai bidang. Kita tahu beliau pernah potong rambut disebuah barbershop, menggelar festival kopi di istana, membeli motor chooper modifikasi pemuda Indonesia, hingga mengkonsumsi kuliner diberbagai daerah.

Sementara Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan tergambar dalam hubungan Presiden dengan berbagai lembaga Negara termasuk partai politik. Lihatlah, beliau tidak pernah melakukan intervensi, tidak melakukan permufakatan jahat. Jika ada hal yang menciderai nurani rakyat, meski telah disetujui DPR Presiden Jokowi pun menolaknya. Contoh sederhana persetujuan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri tetapi Presiden tidak melantiknya. Pun dengan UU Ormas, saat diperkirakan bakal dijegal di DPR maka presiden mengeluarkan Perppu. Namun jika sesuai dengan harapan masyarakat maka berdialog bersama tetap ditempuh. Lihat saat Presiden mengajukan Tito Karnavian sebagai Kapolri, mengajukan Marsekal Hadi Tjahjono sebagai Panglima TNI, menetapkan UU Anti Terorisme semua dilakukan dengan prosedural.

Sedangkan menerapkan Sila Kelima yakni Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia bisa dilihat bagaimana infrastruktur mulai bandara, jalan tol, pelabuhan, trans dibangun diberbagai kepulauan di Indonesia. Mendistribusikan sertifikat tanah bagi masyarakat, membuat tol laut, membagi sebagian lahan perhutani untuk masyarakat, menetapkan BBM 1 harga, dan berbagai program lain.

Yang jelas membenahi dan menata kembali Indonesia telah dimulai. Menuju kearah lebih baik jelas sudah terlihat karena banyak pemimpin negara lain menghormati dan mengapresiasi Jokowi. Beliau masih memiliki kesempatan 1 periode lagi yaitu 2019 – 2024. Bila kita ingin melihat Indonesia makin maju dan mencapai titik optimisme tinggi, kepemimpinan beliau harus tetap dipertahankan. Hingga saat ini hampir tidak ditemukan pemimpin visioner yang mampu merangkul dan menyatukan seluruh elemen untuk berada dalam kepentingan yang sama.