Jumat, 21 September 2012

Insentif Pajak Dan Retribusi Se Eks Karesidenan Surakarta

|0 komentar
Seperti diketahui, pejabat di Pemerintah Daerah selain mendapat gaji pokok dia akan mendapat tunjangan lain seperti tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan operasional dan lainnya. Sehingga pendapatan take home pay pejabat di Indonesia rata-rata memenuhi standar kehidupan. Belum lagi ditambah fasilitas mobil dinas atau rumah dinas. Fasilitas ini akan bertambah besar bila kedudukannya dalam jabatan struktural makin tinggi. Bila dilihat lebih detil, maka pejabat yang tunjangannya besar tentu saja di top menejemen seperti kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Salah satu tunjangan yang legal berdasarkan peraturan yakni Tunjangan Insentif Pemungutan Pajak dan Retribusi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sebelum Tahun 2010, pemberian ini disebut upah pungut. Jadi insentif ini diberikan pada pejabat yang melakukan tarikan pajak dan retribusi agar meminimalisir korupsi.

Kawasan Alun-Alun Selatan Hasil Penataan
 Selain itu, pemberian insentif ini sebagai rangsangan agar kepala daerah dan jajarannya lebih menggenjot pendapatan daerah. Tanpa ada tambahan insentif, mereka tidak terpacu untuk menggali, mengawasi, mengoptimalkan potensi yang ada. Dalam PP tersebut diatur bahwa total insentif yang diberikan maksimal 5 persen pertahun dari target yang ditetapkan. Bahwa bila realisasinya lebih besar, tidak boleh ditambah. Demikian pula bila realisasinya lebih kecil tidak boleh dikurangi.

Insentif ini hanya diberikan pada SKPD yang mempunyai tupoksi menggenjot pajak dan retribusi hingga ke petugas penariknya. Di Kabupaten/Kota se Eks Karesidenan Surakarta, nilai insentif yang dibagikan ke pejabat terkait sebenarnya tidak cukup besar. Bicara yang terbesar tentu saja Kota Solo, apalagi kini tingkat pertumbuhannya sangat pesat. Sayangnya hal ini kurang dimanfaatkan oleh daerah penyangga supaya PAD dari kedua sektor makin naik.


Dalam bedah insentif pajak retribusi 2012, terlihat selisih Kota Solo dengan yang lainnya timpang. Di Tahun 2012, Kota Solo mampu mendongkrak pajak hingga Rp 106 M. Nominal yang di kabupaten lain bisa digabungkan antara pajak dan retribusinya tidak sampai sebesar itu. Insentif yang diperoleh pejabat di Kota Solo mencapai Rp 6,3 M/tahun atau sekitar Rp 500 juta tiap bulannya. Di urutan kedua, insentif besar yaitu Kabupaten Sukoharjo yang mencapai Rp 4,3 M/tahun atau Rp 360 juta.

Sementara Kabupaten yang insentifnya kecil dari segi nominal yakni Wonogiri yang pendapatan pajaknya hanya Rp 9,2 M dan retribusi Rp 20 M pertahun. Sehingga insentif 5 persen pertahun hanya Rp 1,4 M saja atau Rp 122 juta saja. Dengan perkembangan Kota Solo yang pesat, harusnya mereka mampu memanfaatkan hal itu. Butuh terobosan dan inovasi yang brilian supaya pendapatan pajak dan retribusi bisa meningkat pesat.


Kamis, 20 September 2012

Jokowi Memang Fenomenal

|0 komentar
Pertarungan Joko Widodo, Walikota Surakarta di Pilkada DKI dan berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama memang luar biasa. Dianggap tak bakal meraih suara signifikan ternyata menghempaskan semua calon lain. Meski yang dilawan adalah tokoh nasional, ternyata pria yang juga pengusaha mebel ini mampu meraih simpati dan dukungan besar. Dia benar-benar mampu menggerakkan masyarakat untuk berkampanye, memobilisasi suara dan tak berpaling mulai dari Pilkada I dan kedua.

Bahkan hasil di putaran kedua menunjukkan dukungan yang jauh lebih besar dengan mengalahkan sang incumbent dengan selisih yang signifikan. Dalam berbagai pooling di putaran I, Jokowi - Ahok benar-benar tak diperhitungkan. Ketika pemungutan suara dilakukan dan hasilnya terlihat, semua terhenyak dan kaget. Ramai-ramai pula mereka menjadikan Jokowi - Ahok sebagai lawan politik bersama untuk dikalahkan. Sayangnya masyarakat sudah cerdas sehingga bergabungnya banyak partai ke Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli tak berpengaruh.

Dalam Pilkada 2012 ini, ada 6 Calon Gubernur yang bertempur yakni 4 berasal dari partai politik dan 2 dari independen. Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli diajukan oleh Partai Demokrat, PAN, Hanura, PKB, PBB, PMB dan PKNU. Calon selanjutnya adalah Hendardji Supandji yang duet dengan Ahmad Riza Patria dari jalur independen. Kemudian calon nomor urut tiga, Ir H Joko Widodo bersama Basuki Tjahaja didukung PDI Perjuangan dan Gerindra. Pasangan nomor empat yakni Hidayat Nur Wahid dengan Didik J Rachbini diajukan oleh PKS. Faisal Basri dan Biem Benyamin mencalonkan dari jalur independen.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2012
Adapun Partai Golkar beserta berbagai partai gurem mencalonkan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Nurdin yang dipasangkan dengan Nono Sampono. Pada putaran pertama, Jokowi mampu meraup suara terbanyak mengalahkan semua kandidat (lihat tabel). Karuan kemenangan ini menghenyak banyak pihak. Fauzi kemudian mengambil langkah cepat dengan merangkul semua partai politik untuk merapatkan barisan melawan Jokowi. Mengagetkan sebenarnya saat PKS bersedia bergabung dengan Foke.

Pada tanggal 20, digelarlah pertarungan putaran kedua dan hasilnya Jokowi unggul telak di perhitungan cepat alias quick count. Jokowi meraup suara 53-54 persen suara atau memiliki selisih cukup besar. Banyak pengamat yang tak tepat meramalkan bahwa selisih diputaran kedua akan ketat. Berbagai serangan ke kubu Jokowi justru malah membuat citranya melesat tajam. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat begitu tinggi. Namun faktor utama yang berpengaruh adalah kemampuan Jokowi tampil apa adanya.

Banyak pihak yang mendukungnya bukan berasal dari konsolidasi tim sukses namun ketertarikan masyarakat sendiri yang rela berkorban demi kemenangan Jokowi. Pemilihan baju kotak-kotak sebagai alat kampanye sebenarnya bisa kontra produktif namun diolah secara baik dan benar sehingga menghasilkan gerakan bersama melawan penguasa Jakarta saat ini. Para tokoh nasional juga tidak sedikit yang melakukan black campaign tetapi kapasitas memanaj isu inilah yang menjadikan suara Jokowi makin tak terbendung.

Kamis, 13 September 2012

Akankah Rustri - Garin Jadi Cagub Jateng Dari PDI Perjuangan?

|0 komentar
Entah karena tergiur naiknya rating PDIP di Jakarta atau motif lain, pendaftaran calon gubernur Jawa Tengah untuk Periode 2013 - 2018 menarik banyak peminat. Setidaknya ada 20 kandidat yang mendaftar untuk posisi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur. Pilkada DKI yang diikuti pasangan koalisi partai besar mendukung Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli bertempur dengan pasangan Joko Widodo dengan Basuki Tjahaja Purnama yang didukung PDI Perjuangan dengan Gerindra.

Seperti kita tahu pasangan Jokowi - Basuki mampu membalik prediksi lembaga survey atas keunggulan Foke - Nara hingga 42 persen dan meruntuhkan 4 pasangan lain termasuk kandidat dari PKS (Hidayat Nur Wahid) maupun Golkar. Para pendaftar di PDI Perjuangan Jateng entah sadar atau tidak nampaknya menganggap perolehan suara Jokowi lebih banyak dipengaruhi unsur partai. Padahal bila diamati tidak demikian. Berbagai hasil pooling, Pileg maupun Pilpres justru posisi PDI Perjuangan tidak dominan.

Tak kurang dari Wagub saat ini Rustriningsih, Bupati Klaten Sunarna, Mantan Pangdam Diponegoro Mulhim Asyrof hingga sutradara Garin Nugroho melamar ke PDI Perjuangan. Hingga detik terakhir, sang incumbent Bibit Waluyo justru tak mendaftar. Padahal pada periode ini, Bibit diusung oleh partai moncong putih. Adakah sebab politik yang menjadikan Bibit tidak mendaftar? Atau karena selama 5 periode performance dia malah turun?

Selama perjalanan kepemimpinan Bibit yang mengusung Bali Ndeso mBangun Ndeso, banyak pernyataan yang dikeluarkan justru menimbulkan antipati masyarakat. Terakhir dia menyatakan kesenian tradisi jaran kepang merupakan kesenian paling buruk didunia. Karuan saja menimbulkan kritik yang tajam. Sayangnya PDI Perjuangan sebagai parpol pengusung tak pernah menegurnya.

Siapakah yang berpotensi untuk diusung oleh PDI Perjuangan nantinya untuk memenangkan pertarungan? Seperti kita tahu saat Pilkada tak banyak mesin partai bekerja penuh. Otomatis lebih banyak mengandalkan performance sang calon. Selama ini dari banyak calon minim muncul bahkan Rustriningsih pun sebagai Wagub hampir tak pernah mendapat panggung. Dahulu saat menjabat Bupati Kebumen, dia merupakan salah satu kepala daerah yang mampu menerapkan prinsip pemerintahan yang bersih, transparan serta akuntabel.

Belum lagi bila Undang-undang Pilkada disahkan maka pemilihan gubernur akan dikembalikan ke DPRD Propinsi maka hal ini mempengaruhi strategi memenangkan Pilkada. Partai dengan kursi terbanyak akan mempunyai nilai tertinggi untuk diajak kerjasama. Sayangnya bila dikondisikan untuk maju dengan partai pemenang maka posisi PDI Perjuangan hanya mengajukan Wakil Gubernur saja. Inilah dilema yang harus segera diantisipasi agar posisi PDI Perjuangan menjadi penting.

Berdasarkan calon-calon yang mendaftar, mendampingkan Rustriningsih dengan Garin Nugroho akan lebih banyak berpengaruh. Dengan catatan masih menerapkan Pilkada langsung bukan melalui DPRD. Hanya tinggal melobi DPP supaya mereka mengeluarkan rekomendasi sesuai dengan peluang yang ada. Jangan sampai hanya karena mengejar sesuatu atau demi kepentingan sesaat calon yang diajukan justru calon yang masih butuh untuk disosialisasikan.

Masyarakat sekarang sudah dewasa dan banyaknya campur tangan partai akan menimbulkan antipati sehingga harapan memenangkan Pilkada menjadi makin menjauh. Pilkada akan digelar 2013 dan ada waktu yang cukup untuk mengkondisikan konstituen, menyiapkan perangkat serta membuka peluang kerjasama dengan Parpol lain. Bila terus menunggu, waktu akan habis dan mesin partai tak akan sempat optimal bekerja.

Kamis, 06 September 2012

Tinjau Ulang PAD Dari Retribusi PKL

|0 komentar
Kaget juga saat membaca berita tentang sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Pedagang Kaki Lima di Kota Solo yang mencapai Rp 265 juta. Kenapa? Sebab seharusnya lebih dari jumlah itu. Seperti dilansir berbagai media di Solo, nominal tersebut mendekati target yang berjumlah Rp 285 juta alias tinggal Rp 20 juta lagi bakal sesuai target. Padahal ini baru memasuki bulan ke sembilan.

Bagi yang jeli melihat hal ini pasti akan menimbulkan tanda tanya besar. Bila dikalkulasi secara kasar, angka Rp 285 juta diperoleh dari retribusi PKL sebesar Rp 23 juta tiap bulannya. Dan dihitung secara matematika maka akan didapat pemasukan Rp 791 ribu tiap harinya. Asumsinya PKL beroperasi penuh dalam 1 bulan atau 30 hari.

Disisi lain dari pemberitaan tersebut dijelaskan bahwa jumlah PKL mencapai 5.817 PKL baik yang sudah ditata atau belum. Dibandingkan dengan retribusi yang diterima harian berarti mereka dipungut hanya Rp 137 saja. Agak sulit juga dinalar retribusi yang ditarik hanya sebesar itu. Dibeberapa tempat bahkan ada yang dipungut Rp 1.000 hingga Rp 1.500.
PKL Hasil Relokasi di Notoharjo

Anggap saja retribusi PKL sebesar Rp 1.000 maka sehari didapat Rp 5.817.000 alias Rp 174.510.000 dan dalam setahun menapai Rp 2 M lebih. Berdasar PP No 69 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pejabat dan pns instansi terkait berhak mendapat insentif sebesar 5 persen.

Kalau dihitung maka pungutan insentif hanya Rp 100 juta sehingga PAD dari retribusi yang disetor ke daerah sebanyak Rp 1,9 M bersih. Bila dalam pemberitaan tersebut disebutkan PAD dari PKL adalah Rp 285 juta dimanakah sisanya (kurang lebih Rp 1,6 M)? Memang tidak baku pasti akan mendapat pemasukan sebesar itu sebab kadang ada PKL yang libur, tutup, tidak beroperasi dan lain sebagainya.

Namun perlu diingat, beberapa kawasan juga muncul PKL dadakan, PKL mobile (pedagang asongan), PKL waktu khusus dan kategori lain. PKL dadakan ini misalnya ketika ada acara tertentu seperti pasar malam yang juga dipungut retribusi. PKL Mobile bisa disebut dengan pedagang asongan dan PKL Waktu khusus seperti pasar pagi manahan atau PKL saat hari minggu/car free day.

Jumlah mereka juga lumayan banyak apalagi yang di Manahan tiap hari minggu yang bisa mencapai 200 lebih pedagang. Potensi mereka untuk 1 hari minggu bisa Rp 200 ribu atau Rp 800 ribu/bulan alias Rp 9,6 juta pertahunnya. Ir H Joko Widodo sebagai Walikota harus benar-benar mencermati kontribusi PKL terhadap PAD ini. Bila tidak maka ketergantungan APBD dari anggaran pusat akan semakin tinggi.

Perlu dikembangkan metode pendapatan partisipatif agar meminimalisir kebocoran pendapatan. Sumber keuangan yang didapat dari masyarakat harus tercatat dan masuk dalam sistem administrasi daerah. Sehingga para penyetor menerima manfaat dari retribusi yang diserahkan berbentuk pembangunan baik langsung maupun tidak langsung.