Dibandingkan dengan asuransi swasta memang harga yang ditarifkan oleh BPJS Kesehatan ini sangat murah. Coba saja di cek berbagai asuransi kesehatan yang pada tahun 2010an saja premi sudah seharga Rp 100.000/bulan. Itu premi asuransi yang biasa saja, apalagi yang kelas Pru******l atau All****e yang keluaran German. Cuma kedua layanan kelas premium dengan premi mahal memang kualitasnya dijamin. Akses dan cara klaim tidak terlalu rumit. Dengan jaman semakin canggih, premi kadang tak harus setor atau diambil melainkan automatic debet via bank.
Bagaimana dengan rencana pengelolaan BPJS ini? Di beberapa bank sudah ada fasilitas asuransi bagi penabung dengan nominal tertentu. Memang kemudian uang yang didapat diakhir periode tidak sama persis dengan yang disetor hanya saja yang perlu dicatat adalah fasilitas kesehatan itu sebagai layanan tambahan. Perhitungan kasar dari model yang pernah saya ketahui dalam jangka 10 tahun hanya berkurang sekitar Rp 2jutaan saja alias bila dirata-rata setahun hanya membayar sekitar Rp 1,2juta atau Rp 100.000/bulan. Itu uangnya kembali.
Bandingkan dengan BPJS yang preminya murni hangus. Saya pikir dengan layanan untuk seluruh Indonesia semestinya kalau model premi hangus nominalnya bisa lebih rendah lagi. Bayangkan saja bila yang terdaftar sebagai peserta BPJS itu separo atau 50 persen yaitu 125 juta. Sedangkan yang Jamkesmas alias bebas iuran 25% penduduk Indonesia itu sudah 60 juta jiwa. Berarti 70 juta jiwa sisanya membayar. Bila premi perbulan Rp 10.000 saja didapat nominal Rp 700 miliar/bulan atau Rp 8,4 trilyun pertahun. Bisa dibayangkan berapa keuntungan BPJS perbulannya?
Layanan RS harus berkualitas |
Saat ini yang juga dikritisi peserta BPJS adalah pendaftaran harus sesuai alamat. BPJS sendiri belum menyediakan card reader pembaca e-KTP sehingga secara administratif menyulitkan peserta. Kenapa tidak sekalian bekerjasama dengan perbankan bahwa bagi yang memiliki rekening di bank secara otomatis menjadi peserta BPJS dengan diberi kartu cuma-cuma. Terutama yang bunga tabungannya diatas Rp 10.000/bulan. Bagi yang tidak mencapai nominal itu, maka akan ditanyakan pihak bank.
Dengan perhitungan pemasukan sebesar itu, maka tawaran kapitasi pada dokter yang melayani BPJS tentu akan berlomba-lomba memudahkan pelayanannya. Sebab makin banyak dia melayani pasien, otomatis pendapatannya akan meningkat. Tolak saja tawaran IDI yang meminta tunjangan dokter Rp 2 juta - Rp 3 juta perbulan tanpa pengawasan. Urus dulu keanggotaan masyarakat terutama bagi yang masuk program Jamkesda sebab Pemda tidak mudah menyetujuinya. Beda Jamkesda dengan BPJS adalah premi BPJS hangus sedang anggaran Jamkesda itu akan dibayarkan bila peserta Jamkesda berobat.
0 komentar:
Posting Komentar