Kamis, 29 September 2016

Reperda Pendidikan Menengah DIY Terlalu Universal, Keistimewaan Jogja Belum Muncul

Rancangan Peraturan Daerah tentang Pendidikan Menengah Provinsi DIY dilihat masih sangat universal, kurang focus dan keistimewaan Jogjakarta tidak terlihat. Hal itu dinyatakan oleh dosen Universitas Jogjakarta Prof Slamet dalam sesi paparan tanggapan atas Raperda Pendidikan Menengah. “Kalau kurang focus ya tidak beda dengan UU atau PP. Mestinya ada hal yang spesifik” ujar Prof Slamet Rabu (28/9) di gedung Rapat Paripurna DPRD Yogyakarta.

Prof Supriyoko dari Taman Siswa menyatakan hal yang serupa bahwa pendidikan di Yogyakarta mampu menjadi yang terkemuka tidak hanya ditingkat Indonesia namun juga di Asia. “Sederhana saja, kalau liburan kita sulit cari kamar menginap” ujarnya. Artinya pengembangan SMK sebagai bagian dari sekolah menengah punya ruang besar memaduserasikan antara ilmu dan praktek. Dengan demikian kebutuhan praktek lapangan akan lebih banyak mudah direalisasikan.

Sedangkan Ari Kurniawan dari Subdit Pembinaan SMK, Dirjen Pendidikan Menengah menyatakan teaching factory perlu dimasukkan dalam Perda karena berdasar Inpres No 6 Tahun 2016, Presiden mendorong kesiapan tenaga kerja. “Jika SMK tidak mampu menghasilkan tenaga siap kerja, ya (Negara) kita akan diserbu tenaga kerja asing” ujarnya.

Tetapi menurut Nino, secara substantive ada hal yang belum disinggung dalam Raperda yaitu soal visi pendidikan menengah tidak dituliskan. “Padahal visi pendidikan menengah itu penting bagi arah pendidikan di DIY itu mau kemana? Bila dalam workshop sebelumnya Prof Wuryadi (Ketua Dewan Pendidikan Propinsi) mengingatkan untuk memasukkan aspek sosiologis soal Kampung, Kampus dan Kraton. Dalam Naskah Akademiknya sudah masuk namun di Raperda-nya malah tidak ada. Ini yang harus dimunculkan sehingga menjadi jelas pasal-pasal turunannya bagaimana” kata Nino yang datang mewakili YSKK Surakarta.

Selain visi, tentang pendanaan pendidikan menjadi hal krusial yang disinggung Nino. Artinya, mengacu pada tata kelola pendidikan bahwa sekolah dikelola dengan Manajement Berbasis Sekolah. Sehingga unsur transparansi dan akuntabilitas menjadi penting. “Memasukkan aturan mengenai e-RKAS dan e-RAPBS dalam pasal menjadi kebutuhan yang penting untuk direalisasikan.  Penyusun tidak perlu khawatir konsiderannya karena ada pasal 27 di PP 17 Tahun 2010 bisa digunakan. Ini juga untuk pengawasan agar sekolah menengah tidak sembarangan menarik sumbangan atau pungutan. Sebab klausul itu sudah diatur secara ketat dalam pasal 47 di PP 48 Tahun 2010, sehingga sekolah tidak boleh sembarangan menarik pungutan” jelas Nino.

Menanggapi usulan Nino, Prof Slamet menyambut baik dan mendorong bagi tim penyusun, DPRD maupun Dinas Pendidikan menerima masukan tersebut. “Soal e-RAPBS dan e-RKAS itu sudah menjadi tuntutan perkembangan perkembangan jaman sehingga harus masuk (di Raperda)” pria yang pernah menjabat di Kemdikbud hingga 8 Menteri.

Sementara beberapa peserta diskusi mendesak adanya metode perhitungan unit cost dalam Raperda sehingga pendidikan menengah tidak sembarangan menarik iuran pada orang tua siswa.

“Soal pendidikan menengah berdasar UU 23/2014 menjadi kewenangan propinsi sejak 16 Agustus 2016 eh belum lama ini bupati Bantul malah mengeluarkan edaran SMA/SMK boleh menarik sumbangan maksimal Rp 3 juta” urai Muhammad dari LO DIY. Maka dari itu, metode perhitungan unit cost harus tercantum di Raperda.

Wahid dari Aksara menyampaikan bahwa unit cost masuk bab pembahasan di Pembiayaan Pendidikan atau Pendanaan Pendidikan yang sama sekali tidak muncul di Raperda. “Padahal dalam PP 48 Tahun 2008 jelas klausul yang mengatur soal itu” tambah Dyah dari LSPPA. Dyah juga mendorong perhitungan kebutuhan pendidikan menengah agar bisa diperoleh kepastian atas program wajib belajar 12 tahun. “Jika ada kalkulasi kan kita bisa berhitung apakah DIY mampu atau tidak apalagi perlu dikaji bisakah Dana IS dimanfaatkan untuk hal ini” ungkapnya.

Menanggapi hal itu, Ir Atmaji sebagai moderator maupun Wawan Andriyanto SH mengucapkan terima kasih dan akan memasukkan berbagai tanggapan yang muncul.

0 komentar:

Posting Komentar