Jumat, 09 September 2016

Media Sosial untuk Pembelajaran Anak Tiap Saat

Perkembangan media social sangat cepat baik jenis, content maupun alat yang digunakan. Hanya saja hingga saat ini secara pribadi saya masih kurang mendengar bagaimana pendidik memanfaatkan sebagai pembelajaran sepanjang waktu bagi anak didiknya. Setidaknya ini bisa dilihat dari perbincangan sehari-hari saya dengan anak-anak, tetangga, kolega hingga aktivis pendidikan.

Padahal ada banyak ragam jenis media social mulai dari yang popular seperti facebook, whatsapp, instagram hingga yang mulai meredup seperti Line atau bahkan BBM. Padahal disisi lain, teknologi yang digunakan untuk menjalankan aplikasi medsos makin massif, murah dan mudah. Hampir diberbagai kota bisa kita temukan anak sejak kelas 4 SD setidaknya familiar menggunakan fitur HP Android yang diproduksi oleh berbagai merk baik keluaran Eropa, Asia hingga konon ada yang dari dalam negeri.

Coba kita perhatikan diberbagai public space seperti Terminal, Bandara, Pelabuhan, Stasiun hingga rumah makan mudah kita temui rombongan keluarga namun asyik dengan gadget masing-masing.

Semestinya media social ini dapat dimanfaatkan bagi pendidik untuk memantau kegiatan anak, konsultasi maupun meningkatkan pembelajaran di kelas. Sehingga keberadaan media social yang digunakan anak-anak setidaknya sebagian bermanfaat bagi mereka secara langsung. Lantas bagaimana pendidik bisa memanfaatkannya?

Pertama, Buatlah group khusus siswa kelasnya atau mata pelajaran yang diampu oleh pendidik. Bagi yang tidak punya, biarkan saja dan pendidik tidak perlu memaksa siswa punya. Sebab yang berat justru nanti langganan paket data.

Kedua, dalam seminggu bisa 2-3 kali diselang-seling dengan pertanyaan pemantauan atau yang terkait pembelajaran. Pertanyaan pemantauan bisa dengan “Jam 16.00, apa yang kalian lakukan?”, “Besok pelajaran IPA, hayo siapa yang tahu kemaren materi IPA tentang apa ya” dan sebagainya. Sedang untuk konsultasi tentu dengan membuka diri misalnya “Adakah yang belum faham tentang penjumlahan yang tadi bapak ajarkan? Silahkan bertanya”.

Sementara meningkatkan pembelajaran misalnya sesekali pendidik memberi kuis dengan pertanyaan. Bagi anak yang menjawab paling benar duluan maka dapat poin. Nah poin itu dapat untuk menambah nilai di raport. Pertanyaan juga bisa bersifat pengetahuan misalnya nama menteri, tentang Pilkada di wilayah mereka tinggal, dan yang lebih bagus lagi pertanyaan yang mengasah kecerdasan emosional anak seperti “Bila ada musibah longsong, apa yang akan segera kalian lakukan?”

Lantas bagaimana dengan anak-anak yang tidak memiliki gadget? Sederhana saja, jelang akhir pelajaran di kelas buat tebak-tebakan soal. Minta anak-anak yang tidak punya media social untuk menjawab. Sehingga mereka memiliki hak yang sama.

Model pembelajaran begitu tidak sekedar kita dapat memantau pembelajaram yang kita berikan apakah difahami tidak, apakah mereka masih mengingat pembelajaran yang sudah lewat, atau bahkan mendorong anak-anak membaca dan menonton televisi tentang pengetahuan. Jangan menanyakan tentang sinetron, kuis tidak mutu atau film-film yang tidak mendidik.

Bagaimana para pendidik? Berani?


0 komentar:

Posting Komentar