Di Perda Kota Surakarta, pencabutan pasal diatas
berimplikasi pada pasal 35-37 yang mengatur tentang Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI). Setahun kemudian kembali isu itu terlontar dengan
tambahan argumentasi yakni belum adanya 20 Perwali yang seharusnya mendampingi
Perda tersebut.
Tahun 2015 akhir, wacana revisi menguat ketika UU Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah disahkan. Salah satu klausulnya mengatur
jenjang Pendidikan Menengah menjadi tanggungjawab Pemerintah Provinsi. Maka
dari itu, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP2D) memasukkan rencana tersebut
dalam Prolegda 2016. Proses selanjutnya yakni penyusunan Naskah Akademik oleh
konsultan yang sudah melalui berbagai tahapan. Awal 2016, diselenggarakan
publik hearing tentang Naskah Akademik namun peserta yang hadir justru
mendapatkan draft Raperda. Padahal dokumen Naskah Akademik penting diperoleh
sebagai gambaran peta/roadmap Perda Pendidikan yang bakal disusun akan seperti
apa.
Namun rupanya timbul masalah pelik, konsultan yang
presentasi dalam public hearing tersebut tidak mencatat masukan dari peserta.
Hal inilah yang menimbulkan kemarahan besar Ketua BP2D Surakarta, Putut
Gunawan. “Terus terang saya prihatin, mereka itu konsultan yang kita sewa tapi
kinerjanya tidak optimal” ungkapnya sewaktu diskusi dengan Masyarakat Peduli
Pendidikan Surakarta (MPPS) awal September di Sekretariat YAPHI Solo.
Hingga jelang akhir September ternyata Naskah Akademik tidak
kunjung diperoleh. Padahal idealnya NA bisa didapatkan sehingga masyarakat akan
lebih mudah mengkritisi. Namun karena tidak kunjung diperoleh, akhirnya Nino
Histiraludin selaku Kepala Divisi Pemberdayaan Anak yang salah satu programnya
soal pendidikan mencoba mengkaji draft Raperda yang ada. Kajian ini belum masuk
ke dalam pasal namun masih berupa potret besar atas Raperda. Ada 3 catatan
besar yang penting untuk dibenahi. Ketiga catatan tersebut yaitu :
Pertama, dalam klausul “menimbang”, argumentasi
yang diajukan untuk revisi Perda pendidikan
mencakup 2 hal yaitu a) kewenangan Pemkot Solo dalam penyelenggaraan
pendidikan; b) Perda lama sudah tidak sesuai. Bukankah landasan filosofis dan
sosiologis semestinya menjadi landasan utama kenapa kemudian Perda ini perlu dibuat
(direvisi).
Kedua, Struktur Perda mau dibuat seperti apa?
Harus ada konsistensi dalam penyusunan Bab. Dari draft yang ada misalnya
pengaturan pendidikan semestinya terbagi atas pendidikan formal, informal dan
non formal. Tetapi dalam draft tersebut yang diatur hanya pendidikan Non Formal
dan Pendidikan Informal. Sementara Pendidikan Formal tidak ada, malah
mencantumkan Pendidikan Dasar dan PAUD. Padahal PAUD itu terbagi di Pendidikan
Formal (TK/RA/BA), Non Formal (KB/TPA) dan Pendidikan Informal (Pos PAUD,
BKB/TPQ).
Ketiga, Tidak ada pasal menjelaskan visi
pendidikan Kota Surakarta. Menurut hemat pertimbangan kami visi ini menjadi
penting karena arah pendidikan kota menjadi jelas akan dibawa kemana. Perda
bukan hanya me”lokal”kan aturan-aturan nasional tetapi juga menjadi
rambu-rambu/batasan keluaran, arah pendidikan Kota Surakarta bakal seperti apa.
Selain itu Bab/Pasal tentang “Visi” ini mempengaruhi pasal-pasal selanjutnya.
Idealnya pasal tentang Visi ini mengacu pada grand design pendidikan Kota Surakarta
yang sampai sekarang belum ada.
Maka dari itu, sebelum dimulai pembahasan sebaiknya Pansus
DPRD atau bahkan BP2D DPRD Kota Surakarta meminta tenaga ahli membenahi 3 hal
tersebut diatas.
0 komentar:
Posting Komentar