Legislatif sendiri menginisiasi Revisi Perda yang sudah
berjalan 6 tahun dan sudah banyak hal yang perlu direvisi. Meski demikian,
proses yang ditempuh tidak mudah sebab pendidikan merupakan sektor yang
mengatur banyak hal dan berhubungan dengan banyak pihak. Disatu sisi, birokrasi
pendidikan di Surakarta hingga kini belum ada kejelasan pendidikan di Kota
Surakarta mau diarahkan kemana.
“Katanya mereka sudah merancang sebuah grand design
pendidikan, tapi sampai sekarang kami tidak tahu mana hasilnya. Grand design
itu penting bagi perumusan Perda” lanjut pria yang sangat familiar dengan
kalangan wartawan maupun NGO.
Nino Histiraludin dari YSKK menyatakan, kalangan organisasi
masyarakat sipil juga perlu mendorong Dinas Pendidikan untuk menentukan arah
pendidikan Solo mau dibawa kemana. “Betul yang dikatakan pak Putut, jika kita
tidak tahu pendidikan mau diarahkan kemana maka konten Perda tidak akan fokus.
Jadi saya kira Dikpora harus jelas dulu keluaran pendidikan kita mau diarahkan
seperti apa sehingga untuk mencapai itu maka diperlukan Perda sebagai pemandu kea
rah sana” jelasnya.
Haryanto yang mantan guru SMA 4 mengaku pernah terlibat
dalam proses penyusunan grand design bersama Pardoyo di Dikpora. Sementara
Pardoyo menegaskan Dikpora sudah punya grand design pendidikan itu. Namun
ketika dikejar oleh Putut Gunawan, Grand Design itu ditetapkan dengan apa,
Pardoyo tidak bisa menjawab.
Lebih lanjut Putut meminta jaringan MPPS harus mempersiapkan
sumberdaya agar dapat berkontribusi secara optimal. Menurut Andwi Joko,
dibutuhkan keseriusan bagi aktivis MPPS merespon tawaran tersebut. “Ada energy dan
konsekuensi yang memang harus kita sediakan dan ini tantangan. Tinggal
bagaimana kita menyiapkan hal ini” kata pria satu anak ini.
YSKK sendiri berkepentingan untuk memastikan nasib Raperda
Pendidikan yang sudah masuk dalam Prolegda tahun 2016 dibahas di DPRD. Putut
menambahkan, MPPS harus punya strategi ketika akan mengkritisi Raperda. “Kasus
itu harus diagregasikan dengan aturan dipusat seperti UU atau PP namun
pembahasaan dalam usulan Raperda dikontekskan lokal. Selama ini yang sering
terjadi banyak langsung copas (copy paste) dari undang-undang atau PP. Kalau
begitu, buat apa ada Perda?” kritik Putut.
Andwi Joko menambahkan ada berbagai problem yang sebelumnya
sudah diidentifikasi dan perlu dipertajam. Dalam daftarnya ada soal Kurikulum
lokal, pembiayaan pendidikan, infrastruktur, tata kelola sekolah. “dan tentu
saja partisipasi masyarakar dalam pendidikan yang menjadi concern YSKK”
ungkapnya sambil tersenyum.
Peserta pertemuan menyepakati akan segera mengkonsolidasikan
diri untuk membahas berbagai topic dalam Raperda. Pertemuan mendatang
diagendakan membahas DIM yang bisa dan mungkin disikapi dengan serius agar
dapat menjadi agenda bersama.
0 komentar:
Posting Komentar