Disisi lain, beban penyelenggaraan pendidikan sebetulnya
cukup besar dan sesuai UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
untuk jenjang pendidikan dasar 9 tahun bebas biaya alias gratis. Yang
dimaksudkan disini bebas biaya tentu saja orang tua siswa tidak perlu
mengeluarkan biaya karena biaya pendidikan ditanggung Negara.
Alokasi BOS makin tahun terus meningkat dalam tiga tahun
terakhir. Tahun 2014 pemerintah mengucurkan Rp 24,1 T, kemudian 2015 disediakan
Rp 31,3 T dan tahun ini anggaran BOS mencapai Rp 43,9 T. Sebuah lonjakan
kenaikan yang lumayan drastic. Hal ini dapat dimaklumi karena pada tahun ini
mulai didistribusikan BOS untuk jenjang SMA. Alokasi BOS untuk tiap jenjang
besarannya berbeda. Hal ini melandaskan kebutuhan operasional tiap jenjang juga
berbeda. Tahun ini siswa SD mendapatkan BOS sebesar Rp 800.000/ tahun, siswa
SMP mendapat Rp 1 juta/tahun dan SMA/SMK mendapat Rp 1,2 juta/tahun.
Harapannya dengan BOS tersebut semua siswa di Indonesia akan
bebas biaya. Faktanya tidak demikian. Diberbagai wilayah, sekolah atau daerah
kita menemukan kasus sekolah masih menarik iuran dengan berbagai dalih.
Anggaran BOS dapat dimanfaatkan untuk belanja berbagai hal
seperti disebut dalam Juklak Juknis BOS. Artinya hampir semua pembiayaan bisa
dianggarkan tentu dengan persyaratan yang sesuai maupun kebutuhan kegiatan yang
diperlukan. Betapa tidak luwes, tidak hanya untuk biaya penyelenggaraan
tambahan jam pelajaran, bahkan untuk honor tambahan guru tidak tetap saja juga
bisa. Artinya sekolah harusnya tidak boleh beralasan meminta tambahan
operasional kepada orang tua siswa. Pun demikian bila ingin melakukan
pembangunan gedung, tentu bukan memakai BOS melainkan mengajukan anggaran
terpisah baik kepada pusat (APBN) maupun daerah (APBD).
Memang kebutuhan tiap daerah untuk operasional besarannya
tidak sama. Salah satu faktornya tingkat kemahalan/inflasi tiap daerah berbeda.
Pemerintah harus menentukan besaran BOS dengan memperhatikan beberapa hal.
Misalnya inflasi, PAD, APBD, tingkat kemampuan daerah dan lain sebagainya.
Hanya saja pemerintah harus mengawasi ketat implementasi BOS
di sekolah. Karena masih adanya sumbangan atau tidak lebih pada komitmen kepala
daerah. Tanpa komitmen tinggi dari kepala daerah sumbangan di sekolah negeri
tetap berlangsung. Kedua, komitmen kepala sekolah juga menduduki peran penting
kedua. Lihat saja diberbagai wilayah yang menyatakan menghapus sumbangan namun
faktanya tarikan uang dengan berbagai dalih masih terjadi.
Lihat saja misalnya dengan BOS yang ada saat ini, Sukoharjo
sudah tidak ada lagi sumbangan apalagi pungutan. Hal ini wujud komitmen tinggi
kepala daerah dan pemantauan sekolah dengan ketat. Sama sekali tidak ada
sekolah yang berani main-main dengan kebijakan bupati. Sebab bila ditemukan ada
tarikan, maka Bupati Sukoharjo tak segan-segan mencopot jabatan sang kepala
sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar