Hanya kemudian yang bisa kita saksikan bersama, komentar itu
mengandung pesan bahwa si komentator seakan-akan lebih baik, lebih bersih,
lebih suci bahkan tidak bakal melakukan tindakan yang sama dengan pihak yang
dikomentari.
Jika para pesohor itu berdalih, berlaku, merasa orang yang
paling bersih menurut saya silahkan saja. Seperti contohnya para politisi yang
dalam kampanye sering mengucap berantas korupsi, perangi nepotisme, bekerja
untuk rakyat bukan demi partai namun faktanya sudah ada berapa orang DPR
periode 2014 – 2019 yang terkena kasus korupsi. Hal itu membuktikan bahwa
antara tindakan dengan omongan tidak berjalan seiring.
Nah munculnya kasus terakhir tentang pengakuan dari Ario
Kiswinar sebagai anak Mario Teguh dan sudah ditanggapi sanga motivator, bagi
saya biarkan saja. Kalau toh pun dikomentari yang wajar saja. Kita tak perlu
berada pada posisi yang paling membela atau menghujat. Kenapa? Ya memang tugas
motivator itu untuk membangkitkan semangat atau motivasi kita. Lihat profesi
lainnya, yakinkah mereka sudah paling bersih?
Apakah polisi semua pasti bersih? Tidak ada yang korup atau
terlibat narkoba? Banyak. Apakah hakim PA tidak ada yang selingkuh dan kena
kasus perceraian? Tidak sedikit. Apakah kyai atau ustadz yang menganjurkan
tambahan ibadah sunnah tidak pernah sekalipun meninggalkan hal itu? Ya pernah. Dan
masih banyak yang lainnya.
Tugas Mario Teguh memotivasi kita, kita percaya dan bangkit
karena kata-katanya tentu baik. Lho kita bebas mau dengar dia atau tidak dan
tidak ada yang memaksa.
Kalau misalnya kemudian dia kena kasus, itu sangat personal
dan tidak ada kaitannya dengan motivasi. Salah satu kata-kata yang diungkapkan
MT ketika diwawancarai atas kasus yang membelitnya, Mario berkata “Lho saya
dapat kata-kata itu dari mana? Ya karena pengalaman saya” ujarnya dengan tegas
dan seakan-akan mengklarifikasi dia bukan orang yang bebas dari berbagai
masalah juga.
Para Pesohor
Secara pribadi, saya sering mendengarkan berita, nasehat,
ceramah, motivasi, konsultasi atau membaca beragam tulisan jarang saya
hubungkan dengan pribadi penulis. Saya lebih banyak mengambil pembelajaran dari
apa yang saya dengar, saya lihat dan saya baca. Sehingga saya tidak banyak
mengagungkan orang yang mengatakannya. Saya sebatas menghormati orang-orang
yang menyampaikan hal itu.
Beberapa orang yang saya kagumi dari apa yang dituliskan
atau dikatakan yakni Habib Maulana Lutfi bin Ali Yahya, Emha Ainun Najib, KH
Mustofa Bisri dan KH Anwar Zahid. Saya mengagumi kehidupan pribadi dan
kata-kata yang disampaikan. Dan coba cermati, jarang mereka merasa paling suci
dan tidak punya dosa. Mereka memberi banyak petuah dan nasehat serta beberapa
kemungkinan gagalnya.
Sekali lagi saya lebih banyak mencerna yang disampaikan dan
mengendapkan dalam batin. Lantas diangkat ke otak untuk diproses bagaimana
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Nama-nama yang saya sebut hampir tidak pernah merasa bersih
atau tak pernah salah. Bahkan sering Emha dalam tausiahnya mempersilahkan
audien tidak mempercayai kata-katanya. Pun jika percaya dikarenakan Allah SWT
bukan karena Emha sebab dirinya bukan siapa-siapa dan mahkluk biasa seperti
audiens.
Kembali ke soal Mario Teguh, ya kenapa kita harus kecewa?
Apa yang dirugikan di diri kita atas masalah yang diterima Mario? Tidak ada. “Bicaranya
kayak orang paling bahagia saja”, itu kan karena persepsimu. Hallloooooo
pernahkah Mario meminta kita harus percaya? Namanya motivator itu mensugesti
pikiran dan pikiran yang disugesti itu pikiran positif sebab akan mendorong
tindakan positif. Bila yang disugesti pikiran negative maka tindakan kita
cenderung negative.
Makanya kalau ada orang berbicara, focus ke isi yang
disampaikan saja. Tidak perlu mengagumi individu yang menyampaikan secara
berlebihan. Biasa saja. Apa saya tidak pernah kecewa ketika mengagumi
seseorang? Pernah. Saya mengagumi Ahmad Dhani ketika sebelum meninggalkan Maia.
Ingin rasanya menolak kenyataan itu, tapi fakta memang begitu. Ya sudah no
problem toh ga ngaruh ke hidup saya. Dan saya masih mengagumi Ahmad Dhani
sebelum dia berpisah dengan istri pertamanya.
Jadi, tidak usah terlalu mengangumi seseorang
Dan tidak perlu mencaci maki di media sosial
0 komentar:
Posting Komentar