Pertanyaan tentang naskah akademik, tidak masuknya klausul sekolah inklusi, operasional komite sekolah dan masih banyak lainnya. Tim ahli terkesan tidak serius dan professional menyiapkan Raperda ini dan terkesan hanya asal-asalan. Disisi lain, Dikpora yang harusnya memiliki kepentingan nyaris tidak serius menyimak kegiatan ini meski dihadiri oleh Sekretaris Dikpora, Aryo Widyandoko SH MH.
Padahal ini
merupakan kegiatan strategis bagi tenaga ahli untuk menerima berbagai masukan
untuk penyempurnaan draf Raperda Pendidikan. Bagi YSKK melalui jaringan
Masyarakat Peduli Pendidikan (MPPS) merupakan kesempatan mendorong upaya
masuknya pasal-pasal yang mengatur tata kelola pendidikan yang transparan,
akuntabel dan partisipatif.
Presentasi
tenaga ahli menjadi urutan acara pertama yang dilanjutkan dengan komentar atau
tanggapan peserta. Tri Joko dari salah satu komite sekolah SD mengapresiasi
draft Raperda yang diajukan dan salah satunya terdapat klausul yang mendorong
kepala sekolah mempublikasikan RKAS dan RAPBS. “Biasanya kami ini dicari pas
butuh saja pak. Jadi saya kira ini bagus supaya kepala sekolah menghargai
kami-kami (komite sekolah) ini” urainya. Nino yang diberi kesempatan menanyakan
berbagai hal strategis. Misalnya soal visi pendidikan Surakarta.
“Setiap daerah
semestinya punya visi atau arah yang mau dicapai misalnya kalau ada kaitannya
dengan pendidikan ya apa visi pendidikan Surakarta. Dikpora Solo kabarnya sudah
menyusun grand design pendidikan dan ini kesempatan DPRD meminta Dikpora
memberi hasil penyusunan grand design” ujarnya. Selain visi, nino juga
menyampaikan mengenai Naskah
Akademik yang baginya penting diketahui oleh public.
Hal ini juga ada kaitannya dengan klausul menimbang. Pada klausul menimbang,
munculnya argumentasi perlunya Raperda Pendidikan ini hanya karena mandate UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan beberapa pasal yang tidak
sesuai.
“Apa landasan
filosofis dan sosiologis yang mendorong DPRD maupun temuan TA dalam mengajukan
draft ini, belum saya lihat. Tadi Tenaga Ahli juga menyampaikan hal-hal besar
secara nasional, tidak memotret problem-problem pendidikan Kota Surakarta.
Terus Perda ini untuk menjawab apa? Struktur Perda juga tidak jelas, ada Bab tentang
pendidikan dasar dan ada bab tentang pendidikan informal dan pendidikan non
formal. Harusnya ya konsisten, pendidikan dasar itu masuk dalam pendidikan
formal” jelas Kepala Divisi Pemberdayaan Anak YSKK itu.
Anwar, salah
satu perwakilan dari LPMK mengapresiasi munculnya klausul Komite Sekolah yang
dibahas cukup luas. Hal ini diharapkan akan menjadikan komite sekolah lebih
berdaya. “Tidak seperti selama ini, hanya alat kepala sekolah saja. Bila perlu
kasih juga dong anggaran dari APBD” ungkapnya disambut riuh peserta acara.
Ketika tim ahli
melakukan tanggapan, mereka tidak menguraikan berbagai hal yang ditanyakan
melainkan menjawab hanya sekenanya. Tenaga ahli yang hadir juga sepertinya
sangat muda, kurang pengalaman maupun pengetahuan pendidikannya masih butuh
banyak di upgrade. Tim ini berasal dari Fakultas hukum UNS dan sepertinya hadir
seorang diri. Pada pagi hari, dia juga mempresentasikan Raperda Kesehatan di
tempat terpisah.
Acara yang
dipandu Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP2D) Putut Gunawan dimulai
dengan presentasi tenaga ahli. Sayangnya sang tenaga ahli membuka dengan
sesuatu hal yang konyol yaitu menunjukkan meme perbandingan antara Amien Rais
yang lulusan S3 Amerika tapi gagal jadi presiden sementara Obama lulusan SD
Negeri Indonesia bisa jadi presiden Amerika. Belum usai menuntaskan kata soal
joke ini, sontak Ketua DPKS dan salah satu anggota BP2D melakukan interupsi.
Mereka meminta agar tenaga ahli meminta maaf dan menyatakan joke itu tidak
merepresentasikan lembaga UNS.
Nino mengkritik
keras soal meme itu diawal slide apapun motifnya. “Memprihatinkan, kita disini
akan mendiskusikan Raperda Pendidikan namun tindakan tenaga ahli justru tidak
mencerminkan makna pendidikan, atau memiliki karakter yang baik seperti tadi
yang anda sampaikan di awal acara” urai pria beranak tiga ini.
0 komentar:
Posting Komentar