Indikasi pertama yakni di SMPN 14 Surakarta. Kasus ini
muncul di media pada 23 September 2016. Alokasi anggaran Rp 1,2 M dari APBN digunakan
sebagai revitalisasi gedung.
"Setelah dilakukan pengecekan ke toko-toko bahan
material di sekitar 12 toko, ada indikasi penyimpangan dari nota-nota pembelian
ya. Kami temukan nota palsu, stempel palsu, tanda tangan palsu, pembelian
fiktif, serta mark up pembelian," kata Suyatno Kasi Pidsus Kejaksaan
Negeri Surakarta. Sedang indikasi kedua muncul di SDN Danukusuman Surakarta.
Anggaran yang digunakan lebih besar yaitu Rp 2,2 M.
Kedua sekolah melakukan
mengelola anggaran secara swakelola dengan cara membentuk Panitia
Revitalisasi Sekolah (PRS) yang dikepalai oleh salah satu guru sekolah. Padahal
dengan anggaran sebesar itu aturannya jelas. Ada batasan Rp 200 juta yang bisa
di swakelola atau dengan penunjukan sementara nominal diatas itu harus
ditenderkan. Pun demikian indikasi ini hanya muncul di 2 sekolah saja, tidak
terjadi di sekolah lain. Artinya ada kesalahan di Pemkot dalam melakukan
pengawasan proyek yang didanai oleh APBN.
Apapun alasannya, kepala sekolah di 2 tempat ini harus
dikenakan sanksi segera. Bahkan bila perlu sebelum proses persidangan
dilakukan. Tujuannya ada 2 yakni pertama, agar kepala sekolah focus untuk
menyelesaikan masalahnya dan kedua, sebagai bentuk pembelajaran atas
pelanggaran yang dilakukan yakni tidak patuh pada perundang-undangan.
Munculnya indikasi korupsi dengan nota fiktif, pembelian
palsu, nota palsu, dan berbagai hal yang lain juga mengejutkan. Apa yang mau
dicari para kepala sekolah itu? Memang pimpinan proyek bukan mereka tapi mereka
penanggungjawab proyek. Peraturan juga jelas mengatur tentang bagaimana proyek
dengan nominal miliaran dikelola. Sampai saat ini, Dikpora tidak memberi
penjelasan apapun terkait masalah tersebut. Kondisi ini sangat memprihatinkan.
Sekelas pemerintah kota Surakarta membiarkan hal-hal seperti ini terjadi.
Masyarakat harus mendorong komite sekolah, dewan pendidikan
bahkan anggota legislative turut memantau perkembangan mengenai dugaan korupsi
di 2 sekolah tersebut. Tanpa penyidikan yang transparan maka kasus-kasus ini
dapat terulang kembali dimasa mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar