“Jangan dipikir kalau pembahasan APBDes tidak ada 4 pendekatan
tersebut. Pendekatan politis maksudnya perencanaan desa harus sesuai dengan
visi misi Kades terpilih, pendekatan birokratis menunjukkan perencanaan desa
tidak boleh melenceng dari perencanaan daerah (Pemda), pendekatan teknokratis
merupakan wujud dari kewenangan serta tupoksi Kaur dan pendekatan partisipatif
merupakan aspirasi masyarakat. Sehingga tidak bisa semua aspirasi masyarakat
otomatis masuk dalam APBDes” urainya.
Selain itu, ada berbagai perubahan sebagai konsekuensi UU
Desa Nomor 6 Tahun 2014 menuntut staff YSKK harus memahami konstruksi
perencanaan desa. Sebut saja struktur pemerintahan desa yang kini hanya ada
maksimal 3 kepala seksi (kasie) yang berada dibawah Sekdes untuk menjalankan
tugas fungsional dan kepala dusun/dukuh yang menjalankan fungsi teritori.
Dengan semakin meningkatnya dana desa, upaya mendorong
peningkatan masyarakat tidak hanya sekedar berpartisipasi namun mampu memahami
dan menguasai isu-isu yang berkaitan dengan desa. Fokus penguasaan tersebut
lebih pada 4 kewenangan desa yakni bidang penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan
masyarakat desa seperti diatur dalam pasal 18 UU nomor 6 tahun 2014. Pemahaman
ini disinergikan dengan berbagai program yang sedang dijalankan oleh YSKK
sehingga ketika mendorong komunitas dapat terealisasi dilapangan.
Nino Histiraludin dari divisi pemberdayaan anak
mengungkapkan pemahaman UU Desa penting dimiliki terutama para aktivis
masyarakat. “Isu desa sampai kapanpun akan menarik dan tanpa menguasai isu
tersebut kita sebagai pekerja social ya akan tercerabut dari masyarakat yang
didampingi” ungkapnya. Apalagi berdasarkan mandate konstitusi tersebut, desa
kini mengelola anggaran yang tidak sedikit. Tanpa dukungan dan pengawasan
masyarakat, ancaman penyalahgunaan anggaran desa terbuka lebar.
Dalam In House Training tersebut, para staff juga diminta
berlatih membuat program maupun kegiatan berdasarkan 4 kewenangan yang dimiliki
desa. Pembuatan program disesuaikan dengan divisi yang ada di YSKK. Hal yang
menarik yakni, konsistensi program dalam 4 kewenangan itu penting dijaga. “Presentasi
dari divisi pemberdayaan anak sangat menarik karena korelasi antar program di
kewenangan saling berhubungan meski yang di kemasyarakatan tadi ada kekeliruan.
Tapi teman-teman jeli melihat apa yang harus dilakukan” ungkap Suroto, Direktur
YSKK yang terlibat secara penuh di acara tersebut.
Hal lain yang juga penting difahami, pada APBDes ternyata
pembelanjaan berdasarkan 4 kewenangan. Hal ini berbeda sama sekali dengan APBD
maupun APBN yang memakai nomenklatur belanja langsung dan tidak langsung.
Kebijakan itu sendiri baru berlaku tahun ini.
0 komentar:
Posting Komentar