Kawanan wakil rakyat periode 1999 - 2004 di beberapa Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Surakarta yang semestinya kini sudah purna ternyata masih meninggalkan hutang yang harus dilunasi. Masih ada pemakaian anggaran mereka yang melanggar aturan sehingga harus dikembalikan. Bagi mantan anggota yang berlatar belakang pengusaha tentu tak masalah. Pun demikian halnya dengan yang masih menjabat sebagai wakil rakyat hingga kini.
Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), penggunaan anggaran tersebut melanggar aturan jadi harus dikembalikan. Kini 8 tahun sudah sejak mereka lengser, masih ada yang mempunyai tanggungan. Bahkan yang sudah meninggalpun, ahli warisnya tetap wajib melunasi. Tindakan mengabaikan hasil pemeriksaan BPK adalah contoh yang tak patut ditiru. Anehnya masih ada yang tetap terpilih kembali walaupun peraturan telah dilanggarnya.
Kabupaten Karanganyar, ada 37 anggota dewan periode 1999-2004 yang menggunakan dana asuransi yang melanggar aturan. Atas tindakan itu, negara dirugikan sebesar Rp 886 juta. Tiap anggota diperkirakan mengembalikan sebesar Rp 15.291.000 jumlah yang cukup besar. Dibandingkan besaran psikologis dana itu, di saat ini nilai sesungguhnya sudah jauh berkurang. Yang sudah kembalipun hingga April 2012 baru Rp 105 juta saja. Entah apa yang ada dipikiran mereka sehingga permintaan pengembalian anggaran masih bisa diabaikan.
Di Sragen, anggota yang diminta mengembalikan dikarenakan menganggarkan dana purna bakti yang tidak sesuai dengan regulasi. Kerugian negara atas munculnya anggaran ini sebesar Rp 745juta atau Rp 43 juta. Kasus ini membelit mereka yang menjadi Panitia Anggaran. Di Klaten, kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 3 M yang dialokasikan untuk berbagai pos anggaran. Dari 45 anggota baru sepertiga atau 15 orang saja yang mengembalikan.
Kota Solo mengalami hal yang sama, ada 19 anggota dewan yang sudah diperintahkan pengadilan untuk segera mengembalikan dana yang mencapai Rp 82 hingga Rp 103. Bagi anggota mantan anggota dewan yang memiliki usaha tentu tak cukup jadi masalah. Dana yang diminta dikembalikan pada kas daerah sesegera mungkin. Pihak pengadilan perlu bekerja sama dengan pemerintah daerah sebab merekalah yang berkepentingan atas dana ini.
Dari uraian diatas, kita bisa menarik benang merah bahwasanya mereka cukup banyak menganggarkan utk dirinya sendiri. Padahal Sragen, Klaten hingga Karanganyar masih luas problemnya yang dihadapi masyarakat. Kondisi seperti ini tak boleh dibiarkan, kepala daerah perlu segera menyurati anggota DPRD periode tersebut segera melunasinya. Termasuk bagi anggota dewan yang sudah melunasi, minta ahli waris melunasi.
Disisi lain partai politik harus bertindak dan tidak membiarkan mereka mencoreng nama partai. Sayangnya pemimpin parpol tidak tertarik mendorong anggotanya segera melunasi sebab hal ini mencakup kepentingan pencitraan partai. Bila perlu berilah mereka sanksi yang tegas yakni dipecat. Harapannya kedepan masalah-masalah ini tak pernah akan muncul lagi. Sebab anggota dewan faham regulasi-regulasi mana yang boleh dan mana yang tidak.
Melakukan pembiaran berarti partai politik setuju atas tindakan-tindakan yang melawan hukum. Fakta menunjukkan di keempat daerah itu tak ada satupun pemimpin partainya bersikap tegas. Dan hal ini patut disayangkan. Rakyat yang uangnya dipakai para wakilnya juga diam saja. Peran mereka mestinya cukup penting misalnya dengan berkirim surat pada mereka supaya anggaran yang sudah dikemplamg harus dikembalikan.
0 komentar:
Posting Komentar