Jumat, 06 April 2012

Mempelajari SILPA APBD Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Surakarta

Tujuh kabupaten/kota di Surakarta nampaknya masih harus banyak belajar tentang manajemen pengelolaan keuangan. Terbukti dari implementasi APBD Tahun 2011, tercatat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun lalu masih besar. Ini menandakan kepala daerah beserta tim eksekutif kurang mengawasi implementasi secara ketat. Meski dalam regulasi dijelaskan tiap berapa bulan sekali mereka harus rutin melaporkan pada legislatif, faktanya SILPA masih besar.

Memang tingginya SILPA tidak hanya dibengari besarnya APBD maupun meningkatnya pendapatan. Buktinya banyak daerah kenaikan pendapatan tidak cukup signifikan dibandingkan dengan sisa belanja yang ada. Padahal hampir tiap kabupaten membutuhkan anggaran untuk menjalankan program unggulan. Banyak pejabat daerah yang kekurangan anggaran sehingga program tidak bisa direalisasikan. Ditambah lagi dengan masih tingginya angka masyarakat miskin.

Dalam data APBD yang diakses di kemenkeu.go.id, diantara 7 kabupaten/kota Se eks karesidenan Surakarta, SILPA paling kecil yakni Kabupaten Sukoharjo dengan sisa anggaran hanya Rp 20,6 M. Sedangkan anggaran tak terbelanjakan yang cukup besar adalah Kabupaten Wonogiri Rp 101 M lebih. Padahal Klaten memiliki APBD terbesar yakni sejumlah Rp 1,2 Trilyun pada tahun lalu.

Menurut penulis, dengan model pengelolaan seperti sekarang (boleh defisit maupun surplus) akan banyak mengalami defisit. Kenapa? sebab kepala daerah akan berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan anggaran yang memadai.. SILPA yang bisa ditolerir sekitar Rp 10 - Rp 30 M. Artinya targetnya bisa presisi dan tidak ada selisih cukup lebar. Kondisi itu juga menggambarkan perencanaan APBD benar-benar dikerjakan dengan profesional, tidak main-main.

Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) selayaknya memberikan reward and punishment pada daerah terkait unsur-unsur didalam APBD.Sehingga daerah terus akan aktif mensiasati strategi apa yang tepat agar mendapat reward. Lihat saja Kabupaten Wonogiri yang menyisakan anggaran sebesar Rp 101 M lebih. Tentu akan menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah benar memang Wonogiri sudah tak membutuhkan bantuan dari kota? apakah benar Wonogiri fasilitas publiknya sudah memadahi sehingga tidak perlu anggaran.

0 komentar:

Posting Komentar