Senin, 14 Maret 2011

Kajian Posisi Pemerintah(an) Propinsi

(Bagian 2)

Sebut saja Dinas Pendidikan Propinsi, apa yang akan mereka tangani bila semua sekolah adalah milik kabupaten/kota, swasta atau Kementrian Agama. Akan ada trilyunan rupiah yang bisa dihemat dan dialokasikan untuk program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Legislatif tingkat propinsi selama ini juga tidak jelas mengawasi apa karena semua kebijakan yang menjadi kewenangan propinsi juga diemban oleh kabupaten/kota (Pasal 7 ayat 1 PP No 38 Tahun 2007). Bila diasumsikan tiap propinsi ada 75 orang legislative bergaji 30 juta/bulan maka akan dihemat hampir Rp 1 T/tahun (sekitar Rp 891 M). Itu belum dihitung anggaran studi banding, pengadaan mobil dinas, tenaga ahli, ATK, gaji sekretariat DPRD, rumah dinas dan banyak fasilitas lainnya.

Berdasar data dari www.kemenkeu.go.id, pada tahun 2010 pemerintah propinsi menghabiskan anggaran belanja pegawai cukup besar. Yang terkecil memang hanya Rp 100 M tetapi untuk belanja pegawai propinsi yang berada di jawa sungguh fantastis. Dalam setahun, anggaran belanja pegawai lebih dari Rp 1 Trilyun (Rp 1,1 T untuk Jateng, Rp 1,6 T untuk Jabar, Rp 1,4 T untuk Jatim serta Rp 7,5 T untuk Propinsi DKI). Angka-angka yang mencengangkan. Apalagi bila ditambah anggaran operasional, program, anggaran legislative dan masih banyak lagi lainnya.

 

Gedung DPR MPR RI
Belum jumlah Pegawai Negeri Sipil di dinas, badan, kantor pada pemerintah propinsi yang jumlah serta tugasnya bisa kita perhitungkan secara jelas. Sebagaimana layaknya pemerintah kecamatan, memang kepanjangan tangan pemerintah pusat ditingkat propinsi harus ada. Tetapi dibuat sesuai kebutuhan daerah. Sebut saja Pemerintah Propinsi Jakarta tentu jumlah aparatnya akan jauh berbeda dengan propinsi lainnya. Proporsi jumlah pegawai ditingkat propinsi memang harus berdasar kajian yang professional agar tugas dan kewenangan gubernur bisa optimal.

Idealnya para pemangku kepentingan serta semua pihak (termasuk di dalamnya partai politik) harus rasional melihat fakta ini. Sehingga secara perlahan posisi propinsi diletakkan pada posisinya yang lebih pas. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota tak perlu melakukan pengadaan PNS baru namun mendistribusikan PNS propinsi pada kabupaten/kota sesuai 2 hal yakni kompetensi yang dibutuhkan dan keinginan pegawai bersangkutan.

Gedung dan segala peralatan secara berkala juga dapat dilimpahkan kepada daerah daripada kabupaten/kota terus menerus melakukan pengadaan mobil dinas. Bila di kecamatan ada 4 atau 5 kasie, di level pemerintah provinsi bisa jadi akan ada lebih dari 8 biro. Yang perlu jadi catatan adalah, mereka yang bekerja di pemerintah propinsi lebih banyak aspek teknis atau focus pada kelancaran administrasi dan bukan menangani pekerjaan diluar ranah itu.

Beberapa urusan yang cukup “berat” bila diserahkan pada kabupaten/kota sebut saja Taman Nasional, Kawasan Perbatasan, Jalan Propinsi dan sebagainya, bisa saja dilimpahkan ke pusat. Sudah lama masyarakat menunggu gebrakan nyata yang berefek secara jelas dan langsung. Sayangnya wakil rakyat kita lebih suka mendiskusikan bagaimana membangun gedung DPR, parpol juga rebut soal jatah menjatah menteri atau birokrat yang lebih sibuk menyusun anggaran dan membelanjakannya daripada melihat dampaknya.

0 komentar:

Posting Komentar