Jumat, 18 Juli 2014

RPJMDes Harus Jadi Sebelum Pencairan ADD Rp 1 Miliar

Meski pemerintahan desa sudah ada sejak dahulu kala namun bergesernya paradigma pembangunan desa yang bertumpu pada perencanaan desa masih banyak belum dikuasai pemerintah desa. Mudah kita temui pembangunan desa yang tidak terarah. Alasan utamanya tentu keuangan desa yang tak pasti. Jangankan membuat perencanaan jangka menengah, untuk pembangunan tahunan hasil Musrenbangdespun mereka masih bingung harus didanai dari mana. Dana dari kabupaten yang berupa Alokasi Dana Desa (ADD) sering habis untuk tunjangan penghasilan bagi perangkat desa.

Kalau toh pun ada sisa ya hanya sekitar Rp 25 juta hingga Rp 40 juta bagi di desa yang ada di Jawa khususnya seputar Solo Raya. Sawah bengkok yang menjadi andalan desa semakin tak menambah nilai karena hasilnya tak banyak memberi keuntungan. Lihat saja desa lebih banyak menyewakan tanah bengkok dibandingkan dengan mengelolanya sendiri. Banyak pula desa fokus menggali pendapatan dari layanan masyarakat seperti pengurusan surat menyurat. Sepertinya era begini akan segera berakhir pasca ditetapkannya UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Musrenbangkot Kota Solo 2014 (Photo By BChrist)

Mulai tahun 2015, desa akan segera mendapatkan kucuran Alokasi Dana Desa kisaran Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar/desa/tahun. Bila dilihat dari pengalaman pemerintah desa mengelola dana puluhan juga menjadi ratusan juta tentu menimbulkan kekhawatiran. Oleh sebab itu, penyiapan kondisi desa terutama perangkat desa menjadi penting. Yang kedua yakni penyiapan design perencanaan pembangunan desa untuk kurun jangka menengah 6 tahun (Pasal 79 ayat 2(a)). Perangkat desa selama ini tidak familier dengan penyusunan dokumen perencanaan.

Inilah pentingnya melakukan capacity bulding dalam menyambut ADD ditahun mendatang. Mereka harus dilatih bagaimana membuat perencanaan desa. Dokumen Perencanaan Jangka Menengah merupakan turunan atau implementasi dari Visi Misi kepala desa yang terpilih. Pemerintah Kabupaten hingga kini jarang yang memiliki regulasi ditingkat daerah bagi desa yang memang menjadi panduan penyusunan RPJMDes. SKPD seperti Bappeda, Bapermas, Bagian Pemerintahan, Kantor Pemberdayaan Desa seharusnya rutin menyelenggarakan pelatihan bagi pemerintah desa.

Kurangnya kemampuan aparatur ditingkat pemerintah daerah menyebabkan pemerintah pusat harus turut campur mengeluarkan regulasi penyusunan RPJMDes. Dengan jumlah total sekitar 73.000 desa di Indonesia tentu bisa kita bayangkan betapa beragamnya kekayaan desa. Tidak hanya cara mengelola desa, potensi, bahasa, suku dan lainnya. Selayaknya Kemendagri hanya membuat regulasi bahwa desa perlu membuat RPJMDes untuk panduan penyusunan RKPDes (acuan Musrenbangdes). Tentang tata cara, serahkan ke tiap daerah karena menghargai keragaman.

Adanya pengaturan ditingkat pusat menyebabkan potensi-potensi desa terancam tidak tergarap atau tidak muncul. Seharusnya tiap Pemerintah Daerah memfasilitasi penyusunan RPJMDes melalui pelatihan yang diselenggarakan bergulir pada seluruh kecamatan yang ada. Harapannya masyarakat dalam melakukan perencanaan tidak lagi berdasar keinginan namun memang dikarenakan adanya kebutuhan bagi mereka. Perencanaan jangka menengah lebih melandaskan pada potensi, problem substansi serta fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Maka harapannya dalam Musrenbangdes tahunan tak ada lagi usulan membangun gapura desa, pembuatan pos jaga, bantuan pengadaan tikar di semua Rt, pengadaan seragam bagi PKK dan kebutuhan tak substansi lainnya. Dalam Musrenbangdes, stakeholders yang hadir tinggal mengevaluasi hasil pembangunan yang sudah dilaksanakan, membuka rencana kegiatan yang akan dilakukan tahun berjalan serta kegiatan ditahun depan yang harus diprioritaskan yang mana. Tanpa itu, ADD Rp 1milliar hingga Rp 3 miliar tak akan berdampak apapun.

0 komentar:

Posting Komentar