Pemilu 2014 menyuguhkan kontestasi yang menarik, tidak hanya siapa yang akan bertarung namun siapa masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya. Akhirnya pasca penggunaan hak suara, tingkat partisipasi masyarakat naik. Penggunaan hak di Kota Solo menarik diamati tetapi melepaskan faktor statement Jokowi berniat Nyapres bukan hal yang bijak. Diakui atau tidak, Nyapresnya Joko Widodo membuat pengguna suara di Kota Solo bertambah. Bahkan tingkat kemenangan di kota kelahirannya cukup tinggi. Tidak hanya sebatas dari Solo, Jokowi bahkan pernah menjadi Walikota hampir 2 periode penuh.
Dibandingkan jumlah, memang hampir semua kecamatan pemilihnya bertambah. Laweyan di Pemilu 2009 tercatat 71.839 suara, pemilu ini menjadi 73.446. Pasar Kliwon yang sewaktu 2009 tercatat 62.379 pemilih naik menjadi 63.293. Adapun Kecamatan Serengan menjadi 39.661, bertambah sedikit dari 39.278 pemilih. Kecamatan Banjarsari yang tercatat sebagai pemilih terbanyak 124.109 naik luar biasa menjadi 128.005 sementara Jebres dari 100.532 tidak cukup signifikan yakni 105.322.
Dilihat dari pertambahannya maka Jebres menempati posisi paling banyak mencapai 4.790 pemilih diikuti Banjarsari (3.896), Laweyan (1.607), Pasar Kliwon (914) dan Serengan paling kecil atau cuma 383 pemilih. Sehingga apabila dijumlah total pemilih tahun 2014 mencapai 409.777 suara. Dan yang menggunakan suaranya sebanyak 299.790 yang terbagi atas 158.361 perempuan dan 141.424 laki-laki. Dengan demikian prosentase pemilih tidak menggunakan haknya mencapai 25 persen. Solo cukup diuntungkan karena majunya Joko Widodo membuat tugas KPU menjadi ringan.
Pencapresan Joko Widodo membuat PDI Perjuangan bekerja tidak cukup berat sedangkan bagi partai lain, harus melipatgandakan kerja mereka. Tanpa kerja keras, mereka akan banyak kehilangan kursi. Dari kondisi pemilu sebelumnya setidaknya yang cukup berpotensi kehilangan kursi adalah Partai Demokrat dan Partai Golkar. Adapun partai lainnya seperti PKS dan PAN serta Gerindra minimal perolehan suara akan naik. Pengaruh tokoh partai di tingkat nasional untuk pemilih Solo cukup tinggi.
Hal ini dikarenakan keteladanan maupun kiprah tokoh partai politik lokal selain PDI Perjuangan tidak cukup terlihat. Bahkan hingga Joko Widodo menjadi Gubernur DKI, tidak ada tokoh partai lokal yang memanfaatkan momentum untuk mengambil inisiatif. Kebanyakan mencari amannya saja.dan itu bisa dilihat dari kondisi perpolitikan Solo tidak dinamis. Hingga sekarang tidak ada manuver politik yang cerdas untuk mengkritisi pemerintahan daerah. Justru dengan demikian parpol selain PDI Perjuangan yang malah dirugikan.
0 komentar:
Posting Komentar