Rabu, 23 Juli 2014

Latar Belakang Prabowo Menolak Hasil Pilpres

Pasca pengumuman rapat pleno Komisi Pemilihan Umum semalam, masyarakat riuh rendah merayakan kemenangan. Meski hanya sebagian karena sebagian yang lain pendukung Capres Prabowo sibuk mengutuk kekalahannya. Belum lagi muncul statement mengejutkan dari Capres Nomor 1 yang menarik diri dari proses pemilu. Ada beberapa pengamat menyatakan tidak berpengaruh, namun ada juga yang menyatakan tidak memiliki makna namun ada yang bilang memiliki konsekuensi hukum. Secara pribadi agak aneh rasanya dengan proses penarikan diri ini.

Gelagat ini sebenarnya agak mendadak sebab jauh-jauh hari hingga H-4 dari Pleno KPU mereka masih menyatakan menang. Padahal sejak H-7, telah ada situs www.kawalpemilu.org yang memuat hasil perhitungan atas form C1 unggahan di website KPU. Dan hasilnya, pasangan Ir H Joko Widodo - Jusuf Kalla memenangkan pertarungan. Pasca pemungutan suara terjadi pertarungan versi quick count di media. Sebagian besar memenangkan pasangan Capres nomor 2 namun ada 4 lembaga quick count yang memenangkan Capres nomor 1.

Keduanya menyatakan memenangkan Pilpres, namun tak berselang lama SBY sebagai presiden memanggil keduanya. Mereka diminta untuk meredakan situasi terutama pendukung masing-masing. SBY sadar bila dibiarkan tentu bisa timbul konflik yang tak berkesudahan. Release quick count pun dilarang ditampilkan. Namun Capres no 1 menanyangkan real count tim mereka sendiri di televisi jaringan MNC Group. Maklum Harry Tanoe membelot ke Prabowo meski secara resmi Hanura mendukung Jokowi - JK. Disisi lain, kubu Jokowi - JK tetap yakin menang karena lembaga penyelenggara quick count yang memenangkan mereka adalah kredibel dan tidak mereka bayar.

Oleh para tokoh, keduanya diminta untuk bersabar menunggu hasil perhitungan resmi KPU atau real count. Di tingkat massa, banyak yang merelease proses perhitungan form C1 unggahan KPPS. Faktanya dari situs itu, Jokowi leading, memenangi pilpres. Pada saat itu, muncullah dorongan dari pihak-pihak independen untuk sama-sama menunggu hasil perhitungan KPU. Kedua Capres pun sepakat cooling down terutama bagi kedua pendukung yang terlihat panas di sosial media.

Kedua capres menurunkan tensinya tapi di sosial media masih saja perang saraf terus terjadi. Pun demikian ketika terjadi perhitungan suara di luar negeri. Beberapa negara mengalami kekisruhan baik di proses pemilihan, perhitungan maupun pengiriman drop box suara. H-2, kedua Capres masih sama-sama optimis memenangkan pertarungan bahkan hingga pleno KPU berjalan menghitung puluhan propinsi. Selasa (22/7) sore, kubu Prabowo tanpa Hatta menyatakan menarik diri.

Lho, bukannya sama-sama berjanji menunggu perhitungan suara di KPU? Dan akan legowo menerima hasilnya? Pun keduanya sudah mendeklarasikan siap menang-siap kalah? Prabowo beralasan ada banyak kecurangan hingga dirinya gagal menang. Saya melihat, kekalahan sebenarnya adalah hal yang biasa. Prabowo juga pernah mengalami kegagalan dalam pertarungan Pilpres 5 tahun lalu. Lantas kenapa sekarang reaksinya berlebihan?

Pertama, orang disekelilingnya memberi informasi tidak tepat sehingga dirinya tidak siap. Kedua, terlanjur keluar duit cukup besar, maklum partai yang mendukungpun juga banyak. Ketiga, Tim internal perhitungan mereka merelease data tidak sesuai fakta sehingga informasi kemenangan masih ada dipikiran mereka. Keempat, yang mengalami kekalahan cuma satu pasang, tidak seperti kemarin ada temannya sehingga kekecewaannya tidak besar.

2 komentar:

  • Anonim says:
    27 Agustus 2014 pukul 22.55

    Karena Kurawa di pihak Prabowo. Sengkuni2 "bergelar" pahlawan reformasi, berkedok agama, mengaku membela negara (patriot), namun sebenarnya hanyalah beberapa ekor dajjal belaka.

  • Anonim says:
    14 Oktober 2014 pukul 17.52

    Riskannya kondisi saat ini adalah pluralisme menjadi asas di atas segalanya, bahkan konstitusi dipaksa untuk berjalan sesuai perkembangan pluralisme. Saya hanya berpikir mengapa hingga sampai saat ini pihak mayoritas dikucilkan dengan banyaknya hak istimewa kaum minoritas. Cukuplah mereka berleha-leha dengan segala kebijakan yang ada, kali suruh mereka bekerja dan membangun untuk negara. Jika tidak, untuk apa mereka meraup keuntungan di negeri ini? Kita TIDAK BUTUH parasit, karena penjilat pun sudah cukup menyusahkan.

Posting Komentar