Pemilihan pasangan Bupati dan wakil bupati Karanganyar bakal dilaksanakan tanggal 22 September 2013. Sudah ada 3 pasangan yang akan memulai berkampanye dan adu strategi untuk mengganti posisi Hj Rina Iriani yang pada tahun ini bakal berakhir. Meski bukan termasuk wilayah yang spesial, Pilbup selalu menarik bagi politisi untuk bertarung apalagi pemilihan dilakukan diakhir tahun 2013, tahun persiapan atau pemanasan jelang pertarungan sesungguhnya di 2014.
Partai politik juga antusias menyambutnya dan bisa jadi ajang test case bagaimana kekuatan mereka. Calon bupati yang muncul ada 3 pasang yakni pasangan nomor urut 1 yang disokong partai politik dengan kursi minim di dewan yakni Aris Wuryanto - Wagiyo, nomor urut 2 diajukan oleh partai besar seperti PDI Perjuangan dan Partai Demokrat yaitu Paryono dengan Dyah Shintawati serta pasangan terakhir disokong partai menengah yaitu Juliatmono - Rohadi Widodo.
Siapakah yang bakal memenangkan pertarungan orang nomor satu di Karanganyar? Coba kita kaji secara mendalam. Keenam orang itu berlatar belakang bukan orang biasa saja. Sebut Aris Wuryanto adalah bekas kepala PDAM sementara pasangannya Ketua DPC Gerindra. Pasangan nomor 2 berlatar belakang Wakil Bupati saat ini yang akan didampingi istri Ketua DPC Partai Demokrat. Sedangkan pasangan ketiga berlatar belakang sama-sama wakil ketua DPRD.
Sebagai gambaran, ketiga pasang calon memiliki kekayaan secara beragam. Pasangan no 1 berkisar Rp 2 M, pasangan no 2 berjumlah sekitar Rp 8 M dan terakhir memiliki kekayaan Rp 2,7 M. Potensi yang bisa dipetakan lagi adalah perolehan suara partai pada pemilihan legislatif. Aris-Wagiyo diajukan 11 partai kecil pada pemilu lalu mendapat 56.570 suara, pasangan Paryono-Dyah yang diantar oleh 6 parpol peta suara Pemilu lalu mendapat 198.398 suara. Sementara Juliatmono-Rohadi terpaut tak cukup jauh atau sekitar 181.826 suara.
Sedangkan jumlah kursi DPRD Karanganyar parpol pendukungnya terpolarisasi menjadi 4 kursi (pasangan no 1), ada 21 kursi untuk pasangan no urut 2 dan 20 kursi untuk pasangan no 3. Maka dari itu, setidaknya diatas kertas kita bisa memetakan secara jelas siapa cabup yang memiliki potensi kemenangan lebih besar. Hanya kadang hitung-hitungan diatas kertas kalah dengan "rasa" yang dialami masyarakat. Cuma apakah yang diatas kertas mampu belajar dalam konteks bagaimana Jokowi memenangkan Pilgub Jakarta 2013 lalu yang tidak dianggap sebagai lawan sepadan Foke.
Masih ada waktu yang cukup bagi pemenangan cabup. Masyarakat sebenarnya tidak bergantung pada janji, uang atau bantuan yang diberikan saat kampanye. Titik kritisnya adalah bagaimana calon mampu tampil apa adanya alias jujur. Selama ini, masyarakat merasakan para calon kepala daerah atau dewan seakan-akan menjadi sinterklas atau dewa penolong. Faktanya ketika terpilih, tak ada realisasi atau kepedulian pada masyarakat. Otomatis hal ini akan menjadikan masyarakat menjadi antipati.
0 komentar:
Posting Komentar