Kamis, 26 September 2013

Mencermati Pembangunan Kota Surakarta



Sebenarnya bukan karena sudah tidak dipimpin Jokowi kemudian hotel-hotel baru segera berjejer diberbagai jalan protokol di Kota Solo. Sejak dahulu memang Kota Solo sudah ramah investasi hanya memang untuk mall sepertinya tak ada lagi ijin yang dikeluarkan. Kini yang segera bakal menyerbu Solo ya gedung-gedung bertingkat untuk bangunan mall atau apartemen. Hal ini bisa kita cermati mulai titik pintu masuk kota. Hanya berjarak sekitar 2 km bakal terdapat hotel yang segera berjejer disana.

Bisa dimulai dari Faroka, kerten, bundaran purwosari dan terakhir perempatan lalu lintas purwosari akan segera berdiri 2 hotel.  Jumlahnya 6 hotel dikawasan tersebut dan itu belum diberbagai titik lain yang kini memang masih dalam proses pembangunan. Pemerintah kota selayaknya mempertimbangkan proporsi berdirinya hotel dengan kebutuhan. Penting diberlakukannya proporsi luas wilayah dengan kebutuhan. Selain itu perlu dievaluasi dampak keberadaan hotel selama ini meski dengan menyandang kota MICE (meeting, ceremony dan exibition).

Menjelang diberdirikannya hotel tersebut perlu ada langkah awal bagi keterlibatan masyarakat sekitar menjadi pekerja. Ini penting supaya berdirinya usaha-usaha besar juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan warga. Bila perlu rekrutan pegawai hotel pada level middle hingga pengambil keputusan. Masyarakat harus berani bernegosiasi dan menyediakan tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut. Jangan sampai kebutuhan tenaga kerja pada cleaning service, office boy atau bahkan buruh bangunan saat hotel dibangun saja.
Warga Solo Lebih Membutuhkan Ruang Publik Dibanding Mall

Sebelumnya marak diberitakan oleh media lokal terkait beragamnya tuntutan warga dilokasi pembangunan hotel yang meminta kompensasi kerugian gangguan proses pembangunan hotel. Padahal dengan adanya kompensasi tersebut jangka kemanfaatannya hanya jangka pendek saja. Bila masyarakat mampu melihat secara jernih ada 3 masalah besar yang mestinya menjadi perjanjian abadi dengan pihak hotel. Pertama soal kebutuhan pekerja, kedua tentang polusi dan terakhir tentang jaminan ketersediaan air bersih.

Sudah jelas keberadaan usaha membutuhkan tenaga kerja. Oleh sebab itu bila disebuah wilayah akan didirikan perusahaan, seharusnya masyarakat menyambutnya terbuka. Saat sosialisasi awal pihak perusahaan diminta membuat komitmen mengangkat pekerja dari masyarakat sekitar sebanyak minimal 20 persen. Tanya saja kebutuhan bidang apa dan persyaratan keahlian seperti apa. Nah saat proses pembangunan gedung, calon naker dari masyarakat bisa diarahkan menempuh pendidikan yang memang dibutuhkan.

Begitu bangunan selesai, maka tinggal disalurkan saja tenaga kerjanya. Problem kedua yang harus menjadi bagian penting yakni polusi. Polusi disini tidak sekedar polusi udara, tanah, maupun air namun juga polusi suara yang bisa terjadi. Masyarakat cukup jarang mempertimbangkan hal ini padahal bangunan seperti hotel kadang dilengkapi mini bar, mini cafe atau live music. Kondisi pasca bangunan berdiri ini yang perlu dipertimbangkan secara matang supaya saat hotel sudah beroperasi dan muncul kejadian ini tinggal disodorkan perjanjiannya.

Terakhir yang penting yakni ketersediaan air bersih bagi warga yang mana biasanya pendirian sebuah usaha akan memakai air bawah tanah. Otomatis sumber air bersih warga bisa saja terganggu bahkan habis sehingga kesulitan mencukupi kebutuhan. Jadi, bukan sekedar kompensasi diawal saja atas gangguan pembangunan yang harus disepakati bersama. Sebab gangguan pada pembangunan akan muncul dalam jangka waktu terbatas sementara 3 hal tadi bisa terus menerus terjadi setiap saat.

0 komentar:

Posting Komentar