Rabu, 11 September 2013

Guru Harus Siap Dengan Perubahan Kurikulum

Sejak akhir Tahun 2012, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menggadang-gadang adanya kurikulum baru yang akan lebih memanusiakan anak didik. Sudah dilakukan kajian secara mendalam agar anak didik utamanya usia SD hingga SMA tidak terbebani dengan materi pelajaran. Maka dari itu ada beberapa mata pelajaran yang akan diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran yang lain. Beberapa diantaranya materi IPA dan IPS bagi anak usia SD akan diintegrasikan dengan pelajaran lain. Seperti banyak diketahui, siswa di Indonesia memiliki beban memahami banyak pelajaran.

Bukan hanya materi atau mata pelajarannya yang banyak namun juga ditunjang oleh buku-buku yang jumlahnya beragam juga. Sebut saja ada buku paket, buku pelengkap serta LKS yang harus dibawa siswa tiap harinya. Itu masih belum termasuk buku tulis untuk mencatat serta buku ulangan harian. Artinya bisa diasumsikan 1 Mata pelajaran setiap siswa membawa 5 buah buku. Meski tidak semua pelajaran begitu, setidaknya ada 5-7 mata pelajaran yang tiap mapel kebutuhannya mencapai 5 buku. Bila dalam sehari ada 4 mata pelajaran saja maka ada 20an buku yang harus dibawa.

source : kompas
Belum lagi bagaimana anak itu bisa tenang belajar jika bukunya sebanyak itu. Ditambah beban pekerjaan rumah yang jumlah soalnya kadang 10 hingga 20. Akibatnya banyak siswa yang kurang konsentrasi hasil belajarnya menjadi tidak optimal. Perubahan kurikulum membawa angin segar bagi orang tua sekaligus anak didik. Sayangnya hingga awal tahun makin tak jelas bagaimana kurikulum baru diselenggarakan. Mendikbud berkeinginan penerapan kurikulum baru tidak seragam yakni untuk kelas I, III, VII, dan kelas X. Semua kebutuhan buku disediakan oleh kementrian.

Ternyata pada awal tahun terbukti tidak siap sehingga hanya ada beberapa sample sekolah yang menerima ujicoba kurikulum baru. Hal ini menjadikan dalam satu daerah pembelajaran yang diterima menjadi tidak sama. Padahal sudah banyak guru menerima sertifikasi sehingga harusnya Kemdikbud berani "memaksa" para guru segera belajar menyesuaikan diri. Sudah sejak lama para siswa dibebani berbagai mata pelajaran yang bersifat teknis bukan menanamkan sikap, perilaku, pemikiran sebagai manusia.

Lihat saja dalam ajang olimpiade pasti diikuti oleh peserta dari sekolah-sekolah yang mahal. Kenapa? karena membentuk siswa dengan kemampuan teknis jauh lebih mudah. Bandingkan dengan konsep kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada attitude, justru para gurunya yang tidak siap. Dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada Maret - April 2013, ternyata aspek guru tak bersertifikat yang mengetahui kurikulum baru prosentasenya lebih tinggi. Hal ini menandakan mereka jauh lebih siap dengan hal yang baru.

Meski jajak pendapat hanya dilakukan pada 7 propinsi setidaknya memberi gambaran yang jelas akan perkembangan kurikulum yang baru. Sementara untuk jawaban apakah kurikulum baru akan meningkatkan mutu pendidikan, mereka cukup optimis. Keoptimisan mereka harus segera disambut oleh Kemendikbud supaya bisa untuk meningkatkan kualitas peserta didik lebih terarah dan memberi nilai-nilai yang mendasar. Bukan lagi sekedar hal-hal teknis seperti menghapal, mengerjakan soal, cepat tanggap namun minim rasa simpati dan empati.

0 komentar:

Posting Komentar