Jumat, 06 September 2013

Ancaman Kekeringan Masih Landa Wonogiri

Wonogiri dikenal sebagai salah satu kawasan dipinggiran pantai selatan. Memiliki banyak potensi yang masih perlu digali secara intensif. Meski tidak jauh dari Kota Solo, sayangnya belum banyak memanfaatkan keunggulan itu. Memang lokasi tidak berbatasan langsung tetapi Bupati Wonogiri seharusnya mampu memanfaatkan keunggulan komparatif atas Kota Solo. Selain potensi, mereka juga memiliki tantangan yang butuh penanganan secara serius.

Alam Wonogiri tidak bisa disamakan dengan Boyolali atau Klaten dengan pertanian yang cukup mendukung. Banyak wilayah di Wonogiri memang tandus alias tidak cukup mendukung pertanian. Walau begitu potensi keindahan alam maupun galian C terutama batuan kapur mudah kita temui. Disepanjang tepi pantai selatan, masih banyak pantai yang dibiarkan asri tanpa dikelola dan dipromosikan secara intensif. Penduduk Wonogiri pun lebih dikenal suka merantau menjajakan jamu.

Inilah PR besar Bupati, Danar Rahmanto untuk mampu meningkatkan potensi yang mampu mendongkrak pendapatan asli daerah.Tahun 2013 ini PAD hanya 6,13 persen (Rp 87 M) dari pendapatan dan masih mengandalkan Dana Perimbangan untuk menjalankan program yang besarannya mencapai 73,21 persen (Rp 1 T). Sedangkan belanja pegawai sendiri mencapai 65 persen (Rp 978 M), belanja hibah Rp 19,9 M (1,28 persen) serta belanja modal Rp 196 M (13 persen). Beberapa angka itu menunjukkan bahwa butuh ekstra kerja keras memajukan wonogiri.

Luasan wilayah hingga ke pelosok saat ini ada yang beberapa diantaranya masih sulit diakses. Tanpa inovasi, terobosan dan politicall will bupati, tidak akan cepat mendorong kemajuan daerah. Disisi lain, ketika musim kemarau tiba seperti kondisi sekarang hingga akhir tahun butuh intervensi Pemkab. Tanpa ditangani secara konkrit, masyarakat akan kesulitan mengatasi problem mereka. Jangankan untuk ternak maupun tanaman, kebutuhan sehari-hari merekapun cukup besar.

Berdasar penuturan Solopos edisi 6 September 2013, ditemukan setidaknya 8 kecamatan dengan 40 desa mengalami kekeringan hingga akhir tahun (lihat matriks). Di 8 kecamatan tersebut terdapat 66.708 jiwa dengan kebutuhan air bersih mencapai 2,67 juta liter perharinya. Bila dikalkulasi hingga akhir tahun maka kebutuhannya mencapai 320 juta liter. Bila asumsi harga 5.000 air bersih mencapai Rp 175.000 maka selama 4 bulan kedepan mencapai Rp 11,2 M.

Pemkab harus mampu memanfaatkan kondisi yang ada misalnya rencana pembukaan pabrik Sritex di kawasan pantai selatan semestinya mampu mendorong peningkatan kesejahteraan warga. Kasus batalnya investasi China pada pemanfaatan hutan kota menjadi pembelajaran yang serius. Ke depan tidak boleh lagi membuka kerjasama tanpa dimatangkan terlebih dahulu agar anggaran yang sudah dikeluarkan untuk berbagai kajian tidak terbuang percuma.

Masih banyak masyarakat yang membutuhkan perhatian. Pengusaha-pengusaha sukses harus diajak duduk bersama mencari solusi terbaik. Pedagang jamu, PT Sido Muncul, puluhan pengusaha Bus, Pengusaha bakso diberbagai kota diminta urun rembug memikirkan nasib daerah mereka. Toh tiap tahun mereka masih melakukan mudik. Kekeringan selalu menjadi problem rutin tahunan sehingga mestinya ada pembelajaran agar kedepan masalah ini tidak berulang.

0 komentar:

Posting Komentar