Minggu, 10 Juli 2011

Pendidikan Formal Masih Memprihatinkan

Pendidikan merupakan elemen penting dalam membangun bangsa, oleh karena itu Indonesia menempatkan pendidikan sebagai prioritas dalam kebijakan Nasional. Konsekuensi dari kebijakan itu adalah alokasi anggaran untuk melaksanakan penuntasan pendidikan dasar 9 tahun. Dalam UU Pendidikan juga disebutkan alokasi anggaran minimal 20 persen APBN. Maka dari itu dari total anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2011 sebanyak Rp1,229 triliun sebanyak Rp248 triliun (20,2%) dialokasikan untuk anggaran fungsi pendidikan.

Jumlah diatas, sebagian diantaranya yaitu Rp158 triliun ditransfer ke daerah. "Enam puluh persen lebih dana pendidikan ditransfer ke daerah," kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh pada Sosialisasi Program Prioritas Kesra 2011 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, Selasa (4/1). Mendiknas mengatakan, sebanyak Rp89 triliun anggaran fungsi pendidikan dialokasikan untuk pemerintah pusat. Dia merinci, dari anggaran pusat sebanyak Rp55 triliun untuk Kemdiknas, sekitar Rp27 triliun untuk Kemenag dan Rp6,8 triliun untuk kementerian/lembaga lainnya..

Selain itu, alokasi dana pengembangan pendidikan nasional sebanyak Rp1 triliun. Disebutkan, total anggaran telah mencapai Rp2 triliun akumulasi tahun 2010 dan 2011. Anggaran Kemdiknas Rp55 triliun sebagian besar digunakan untuk program pendidikan dasar Rp12,7 triliun (23%), pendidikan menengah Rp5 triliun (9,1%), dan pendidikan tinggi Rp28,8 triliun (51,9%). Mendiknas mengatakan, ada lima prioritas anggaran Kemdiknas 2011.

Diluar Jawa, banyak sekolah berdiri di tengah rawa
Pertama, untuk peningkatan akses dan mutu pendidikan anak usia dini (PAUD) Rp1,3 triliun. Kedua, penuntasan pendidikan dasar sembilan tahun Rp7,2 triliun dan Rp26 triliun ditransfer ke daerah. Ketiga, peningkatan mutu pendidikan vokasi (kejuruan)  Rp2,4 triliun. Prioritas keempat adalah percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru ke S1/D4, sertifikasi dan rintisan pendidikan profesi guru Rp8 triliun, dan prioritas kelima percepatan peningkatan jumlah dosen S3 sebesar Rp2 triliun.

Kita tentu sangat bangga bila anggaran pendidikan sejak dini hingga dasar dialokasikan luar biasa besarnya. Pemerintah pusat menjalankan program Biaya Operasional Sekolah (BOS), BOMM, DAK Pendidikan, Bantuan Sosial dan masih banyak lainnya. Ditambah lagi Mendiknas menegaskan SDN dan SMPN tak boleh lakukan pungutan apapaun dan atas dasar apapun. Meski demikian, fakta dilapangan berbicara atau menunjukkan kebalikannya.

Saat tahun ajaran baru seperti bulan Juni-Juli ini banyak orang tua murid dipusingkan dengan urusan yang terkait pendidikan. Tidak hanya soal mencari sekolah, membeli tas, buku tulis, menjahit baju sekolah namun juga mencari tambahan uang bagi anaknya yang masuk sekolah. Meski diatas sudah dijabarkan tentang larangan mendiknas, kenyataannya di hampir semua wilayah, sekolah negeri (baik SDN maupun SMPN) tetap melakukan pungutan.

Masih banyak anak sekolah yang bersekolah tanpa sepatu
Bentuk dan alasan pungutan yang diajukan oleh sekolah sangat beragam dan sering tak masuk akal atau terkesan dibuat-buat. Kadangkala pungutan itu sengaja dikelola koperasi sekolah agar kalau ada "resiko" guru, terutama kepala sekolah bebas dari sanksi. Namun tindakan ini hanya kamuflase saja karena kalau benar mereka melakukannya, harusnya kepala sekolah terlebih dulu melarang koperasi sekolah berbuat seperti itu.

Kejadian ini mencuat di Sragen dan Sukoharjo tentang pengadaan seragam sekolah. Di kedua wilayah ini, meski kepala daerah kemudian melarang namun kegiatan pengadaan jalan terus. Selain terbungkus alasan pengadaan seragam, alasan lain yang juga sering digunakan adalah biaya pagar sekolah, biaya buku, penambahan ruang kelas dan banyak alasan lainnya. Sungguh nampaknya para guru sudah menutup mata atas masalah-masalah ini. Negara juga terkesan tak mengambil peran maupun melakukan penindakan secara tegas.

Jika anggaran pendidikan sudah demikian besar namun kenyataannya pungutan masih saja terjadi, lantas sebenarnya kemana anggaran pendidikan itu didistribusikan? Anggota Komisi X DPR RI mestinya tidak hanya teriak-teriak di media namun mengambil langkah konkrit. Bentuk tim untuk menyusuri hal ini dan bila ditemukan fakta aliran dana tidak sesuai, ya serahkan ke pihak yang berwenang. Sayangnya wakil rakyat kita memang sudah tidak memikirkan rakyatnya sehingga tak aneh jika kondisi pendidikan tidak juga membaik meski anggarannya sudah bertambah.

0 komentar:

Posting Komentar