Selasa, 04 Januari 2011

Gayus yang selalu berulah

Banyak hal yang terpikir ketika membaca berita awal tahun 2011 ini. Gayus Tambunan kembali beraksi layaknya seorang pahlawan media (karena membuat tiras menjadi melonjak kembali). Perilaku dan tingkahnya kembali disorot setelah jelang akhir tahun juga menggemparkan berita hukum di Indonesia. Rupanya banyak sandiwara yang tak terhingga disimpannya. Masihkah kita sebagai masyarakat percaya pada penegak hukum bila kenyataannya seorang terdakwa melakukan semua pelanggaran hukum? Meski dikelilingi aparat, ternyata dia bisa membuktikan bahwa uang memang segalanya. Berawal dari tulisan seseorang pembaca di surat pembaca kompas yang menyatakan dia melihat Gayus pergi ke Singapura.

Atas tulisan itu Gayus kembali berdalih mengeluarkan jurus mautnya bahwa dia tidak kemana-mana. Pengacaranya juga keukeh membantah tuduhan itu. Si penulis surat dituding ingin menjatuhkan kliennya. selang 4 hari, muncullah kabar kalau Gayus tidak hanya ke Singapura namun juga ke Kuala Lumpur (Malaysia) dan Macau. Kabar ini dilansir media dari keterangan Menhukham. Dari paspor yang tengah diteliti, ternyata perjalanan yang dilakukan tidak hanya ke 1 negara saja. Awalnya, pihak kepolisian membantah tak ada nama Gayus di pesawat Air Asia tanggal 20 September 2010. Tentu kita yakin pasti tidak ada nama Gayus.

Paspor Sony Laksono (kiri) dan Foto Gayus saat menonton tenis di bali
Nama yang digunakan adalah Sonny Laksono dan nama itulah yang Gayus gunakan saat menonton tenis. Bahkan ketika Sekretaris Satgas Anti Mafia Hukum mengunggah paspor milik Sony Laksono, siapapun pasti setuju bahwa foto dalam paspor itu 99 persen mirip Gayus saat di Bali. Untuk memuluskan keluar masuk penjara sebanyak 80an kali lebih itu Gayus keluar duit diatas setengah trilyun. Pada saat wartawan Kompas berhasil membidik Gayus yang memakai wig dan kacamata, Gayus awalnya membantah dan beralasan hobi dia bukan tenis melainkan biliard. Namun ketika media terus menerus memberitakan kasus ini dan wartawan terus memburunya, akhirnya dia mengakui bahwa dirinya memang pergi ke Bali menonton tenis.

Kasus sebelumnya, setelah diburu karena melarikan diri ke Singapura uang Gayus direkening "hanya" Rp 30 M saja. Media dan masyarakat tentu sangat kaget dengan uang yang begitu besar padahal pegawai pada Ditjen Pajak itu baru Golongan IIIA, non eselon serta baru 10 tahun bekerja. Diapun tak memiliki pekerjaan lain sementara istrinya hanya staff Ketua DPRD Jakarta yang gajinya meski besar pasti tak akan mencapai puluhan miliar. Berkat kejelian beberapa pihak, ternyata Gayus masih menyimpan uang segar dalam safety box beberapa Bank dengan nominal mencapai lebih dari Rp 75 M baik dalam mata uang rupiah maupun dollar AS.

Jika demikian, masih pantaskah kita mempercayai aparat penegak hukum untuk terus menangani kasus Gayus? Tingkah lakunya saat ditahan di Mako Brimob dan bebas keluar masuk tahanan, pengurusan pasport, pengakuan-pengakuan yang tidak juga jujur membuat masyarakat pesimis bahwa segala penjelasan Gayus adalah memang benar adanya. Beberapa pembohongan yang dilakukannya membuat kita semua sanksi, benarkah cuma itu saja yang dilakukan Gayus? Apalagi keterangan yang berbantahan dengan fakta dilakukan saat dia didampingi aparat tentu mengiris jiwa kita. Penulis menjadi skeptis atas makhluk yang bernama Gayus ini. Masih layakkah dia kita percaya karena segala ulahnya justru membuat kita galau.

Beginikah sistem hukum dan mentalitas aparat kita saat menjalankan tugasnya? Bukankah mereka digaji oleh pajak yang diambil dari rakyat? Masih kurangkah gaji Rp 10 juta, Rp 20 juta, Rp 30 juta? lantas maunya digaji berapa jika Gayus saja tiap bulan menyuap kepala penjaga Rutan Mako Brimob mencapai Rp 100 juta? Kalau tiap pegawai yang menangani kasus-kasus hukum minta gaji besar diatas Rp 10 juta, pasti pendapatan negara akan tersedot semua untuk gaji pegawai. Pada saat akhir tahun pemerintah menjelaskan memberi remunerasi pada TNI dan Polri supaya kesejahteraannya lebih baik. Tentu agar mereka bekerja secara serius dan menegakkan aturan hukum sesuai amanat undang-undang.

Namun bila tiap hari disuguhi berita-berita soal penyalahgunaan jabatan maupun penyelewengan aturan, bisa saja menggerakkan massa untuk menuntut pemerintah agar benar-benar menegakkan aturan. Entah masih berapa kasus yang sebenarnya hampir sama atau mirip dengan modus ala Gayus. Kasus penggantian napi di Bojonegoro dengan uang hanya Rp 20 juta mengindikasikan hal yang sama. Sulit rasanya mempertahankan kepercayaan pada aparat keamanan bila benar-benar seperti ini kasusnya. Presiden harus bersikap tegas atas tindakan kebohongan yang dilakukan Gayus dan menciderai keadilan masyarakat. Dia harus meminta Menhukham segera memperlakukan secara khusus tahanan bernama Gayus Tambunan. Bila perlu di isolasi dan diawasi secara ketat.

Segala fasilitas juga disediakan terbatas. Ini bukan soal pelanggaran HAM, namun terbukti bahwa Gayus Tambunan masih bebas melakukan apa saja ketika diperlakukan sama dengan tahanan lainnya. Ijinkan dia berkomunikasi hanya dengan pengacara dan istrinya. Penulis memperkirakan dengan minimnya akses dia akan menjelaskan dan jujur tentang segala yang dilakukan. Hal ini didasarkan pada kebiasaannya yang menganggap bahwa uang selalu bisa membuat dia melakukan apapun yang dimauinya. Lihat saja selama ini di media elektronik. Hampir tak pernah kita lihat raut muka menyesal maupun sedih pasca menjalani sidang. Padahal banyak kasus yang membelit dirinya. Kalau itu tak dilakukan, semoga Allah SWT turut campur memberi hukuman pada Gayus didunia, amin.

0 komentar:

Posting Komentar