Pelatihan Penatausahaan Keuangan Daerah di Kutai Timur |
Solopos
Pengunjung sudah padat berhilir-mudik di Pusat Grosir Solo (PGS), Jumat (21/1) pagi. Pagi itu, belum genap dua jam pedagang pusat perbelanjaan busana batik dan aneka produk sandang itu menata barang dagangan mereka.
Sembari menata dagangan, mereka pun menyelingi aktivitas itu dengan berteriak-teriak demi menarik perhatian pengunjung yang berlalu lalang.
Kala ini tawaran seorang pedagang tertuju kepada empat ibu-ibu berpenampilan kantoran. Didampingi tiga rekannya, salah seorang yang berbaju batik motif gunungan menanyai si pedagang soal model busana batik teranyar. Sepintas lalu, mereka tak tampak sebagai pegawai negeri sipil (PNS) yang keluyuran di pusat perbelanjaan pada jam kerja. Maklum saja, mereka mengenakan baju batik dengan motif yang berlainan.
Baru setelah ditanya soal kantor tempat mereka bekerja, terungkap bahwa mereka adalah guru-guru di salah satu sekolah menengah pertama negeri di Kota Bengawan. Berdasarkan pengamatan Espos, mereka memasuki areal PGS pukul 10.45 WIB, artinya jika dikurangi dengan sekitar 20 menit waktu perjalanan mereka dari sekolah yang berada di Jebres, maka dapat disimpulkan bahwa mereka sudah meninggalkan sekolah setidaknya sejak pukul 10.25 WIB.
Lazimnya hari Jumat, sekolah mengakhiri kegiatan belajar dan mengajar pada pukul 10.45 WIB atau 11.00 WIB. Namun pada hari tersebut, mereka mengaku memutuskan untuk meninggalkan sekolah lebih awal. ”Lagian sudah selesai mengajarnya juga,” ucapnya singkat.
Ketika ditanya kembali apakah sering menggunakan waktu senggang untuk sekadar jalan-jalan di pusat perbelanjaan, mal ataupun pasar, guru itu mengaku jarang melakukannya kecuali ada ajakan dari teman.
Saat dikejar dengan pertanyaan seberapa sering mendapatkan ajakan teman, ibu-ibu itu pun memilih bungkam dan meninggalkan Espos.
Tidak khawatir
Tak hanya di Kota Solo, PNS di daerah lain pun tampak santai melakukan aktivitas sehari-hari mereka. Pada hari yang sama di Karanganyar, aktivitas wara-wiri PNS di Pasar Jumat Pagi pun bukan pemandangan asing. Sekitar pukul 09.00 WIB, salah seorang pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Karanganyar, sebut saja Amira dan rekannya tampak di lokasi itu.
Perempuan yang mengenakan pakaian olahraga lengkap dengan sepatu sport tersebut tampak sibuk memilah-milah beragam peralatan rumah tangga. ”Tadi setelah senam langsung ke sini,” akunya.
Amira pun mengaku tidak terlalu khawatir risiko ditegur atasannya karena keluar saat jam kerja. Sebab menurut dia tidak sedikit rekan kerjanya yang melakukan hal serupa dirinya.
Lagi pula, kilahnya, dia telah menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, beberapa hari yang lalu. ”Jumat kan hari pendek. Kalau tidak ada pekerjaan lagi, ya pulang,” katanya enteng.
Kondisi serupa pun terjadi di satuan-satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Wonogiri. PNS di sana tepergok Espos tak bergegas menyelesaikan tugas mereka seusai apel rutin pukul 07.00 WIB. Jam kerja mereka hamburkan untuk leyeh-leyeh sembari memainkan games di komputer. Dua di antara mereka—sebut saja Jon dan Tom—mengakui kegemaran memainkan Solitaire membuat penasaran. Mereka pun menghabiskan waktu kurang lebih dua jam waktu kerja setiap harinya untuk memainkan games itu.
Baru setelah bosan memainkan games, mereka keluar gedung untuk sarapan pagi dan menghabiskan waktu hingga pukul 09.00 WIB dengan asyik mengobrol bersama rekan kerja mereka. Rutinitas tersebut terjadi hampir setiap hari.
Sedot APBD
Aneka fakta tak disiplinnya PNS sejatinya bukan hal baru. Pemerhati kebijakan publik Kota Solo, Nino Histiraludin menyebut fakta tersebut bukan hal ”wah” atau mencengangkan. Masyarakat, tegas dia, sudah lama disuguhi kinerja yang kurang optimal dari aparat pemerintah.
Anggota Komisi I DPRD Klaten, FX Setyawan pun beberapa waktu lalu menuding banyaknya PNS yang membuang-buang waktu kerja mereka bukan lagi rahasia. ”Bukan rahasia lagi kalau di kalangan birokrasi ada disguised unemployment atau pengangguran tak kentara,” tukasnya waktu itu.
Tugas yang dibebankan kepada PNS kini mestinya bisa mereka selesaikan dalam paruh waktu kerja. Alhasil banyak sisa waktu yang mereka pakai nganggur. Di kalangan pendidik pun, lanjutnya, ada kesenjangan dalam beban pekerjaan.
Nino Histiraludin lalu mengingatkannya bahwa kinerja semacam itu bisa menjadi bumerang bagi pemerintah di kemudian hari. ”Pekerja mereka terbiasa santai, duduk di kursi aman dan gairah untuk kerja cekatan pun mengempis,” tuding dia ketika dijumpai Espos di kantor Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Solo, Rabu (19/1).
Kritik tak kalah tajam dilontarkan Direktur Pattiro, Andwi Joko. Menurut dia kondisi ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak. Terlebih lagi karena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tersedot lebih besar untuk mengupah para PNS daripada untuk pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat lebih luas. ”APBD selama ini tersedot paling banyak untuk gaji PNS lho!” tukas dia. - Oleh : Tim Espos : tus/shs/rei/asa/trh/hkt/fas/-isw/sry/mid/das
0 komentar:
Posting Komentar