Boyolali merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dengan kondisi geografis yang sangat strategis. Terletak diantara pegunungan dan memiliki areal pertanian yang cukup luas, tentu menjadikan daerah ini menjadi baromater pertanian. Tembakau merupakan salah satu produk andalan Boyolali tentunya selain padi dan pertanian lainnya. Sedangkan buah-buahan yang cukup menonjol adalah pepaya. Susu juga menjadi salah satu komoditas perdagangan yang menguntungkan bagi kabupaten yang dipimpin oleh Drs Seno Samudro - Agus Purmanto SH MSi.
Dengan mengusung visi Boyolali Pro Investasi, kepala daerah periode 2010-2015 ini tentu akan berupaya menggenjot pendapatan daerah seoptimal mungkin sehingga mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Idealnya dengan banyaknya potensi yang dimiliki, pendapatan asli daerah diharapkan meningkat pesat. Kawasan lereng Merapi, kini juga tersedia jutaan kubik pasir kelas wahid dan banyak digunakan untuk bahan bangunan. Bila lahan itu dikelola dengan profesional, maka yang akan menarik keuntungan tidak hanya Pemda namun juga masyarakat setempat.
Salah satu tugu patung sapi di pasar Boyolali Kota |
Sayangnya selama periode Tahun 2007 - 2010, potret Pendapatan Asli Daerah Boyolali tak menunjukkan pengelolaan yang optimal. Saat itu Seno merupakan Wakil Bupati, sehingga diharapkan periode 5 tahun mendatang dia sudah faham bagaimana mendongkrak PAD kota susu itu. Selama kurun waktu tersebut, PAD menyumbang dibawah 10 persen dari Pendapatan Daerah. Pada Tahun 2007, dari pendapatan Rp 652 M, PAD hanya mampu menyumbang Rp 43 M atau hanya 6,6 persen saja. Kemudian di tahun 2008 dengan pendapatan Rp 745 M, PAD cuma menyetor Rp 53 M (7,22 persen). Tahun 2009 pendapatan mencapai Rp 820 M sementara PAD berkisar Rp 65 M (7,93 persen) dan tahun kemarin pendapatan mencapai Rp 912 M, PAD mendistribusikan Rp 80 M (8,77 persen).
Bila kenaikan sumbangan PAD pertahun hanya 1 persen saja, tentu sulit bagi Pemda terutama kepala daerah menjalankan roda pemerintahannya. Disini dimaknai bahwa pendapatan daerah lebih banyak disumbang oleh dana dari pemerintah pusat dibandingkan dengan hasil kinerja birokrasi daerah. Prosentase sumbangan PAD terhadap pendapatan daerah memang rerata seperti daerah di eks Karesidenan Surakarta. Tetapi bila melihat potensinya, idealnya mampu menyetor pemasukan lebih besar lagi, setidaknya 10-15 persen terhadap PAD.
Memang bila dilihat dari data BPS, pertumbuhan pertanian tahun 2008 cuma 3,95 persen saja. dibidang pertambangan bisa mencapai 8,55 persen, listrik, gas dan air minum juga 8 persen, sementara angkutan dan komunikasi justru -0,95 persen. Dibidang lain seperti industri, bangunan/konstruksi, perdagangan, perbankan maupun jasa terus tumbuh meski tidak mencapai 10 persen (www.boyolalikab.go.id). Artinya bila mendasarkan pada visi kepala daerah harus ada treatment yang dijalankan supaya berhasil secara nyata.
Persebaran penduduk dalam jangkauan yang cukup luas perlu dimanfaatkan dan dikreasikan dengan potensi yang dimiliki. Sebut saja Waduk Kedung ombo yang dalam proses pembuatannya sudah menimbulkan konflik luar biasa hingga menjadi isu nasional. Saat ini hanya berfungsi sebagai perairan pertanian saja. Perikanan yang dikelola masyarakat tidak menjadi sentra ekonomi. Apalagi pariwisata di Kedung Ombo juga bisa dikatakan tak berkembang pesat. Pemda perlu membuat terobosan agar ke depan Visi kepala daerah serta kenaikan prosentase kemandirian anggaran dapat tercapai.
Catatan : data Pendapatan didapat dari djpk.depkeu.go.id
Secara detil pembaca dapat meminta dokumen pada kami
0 komentar:
Posting Komentar