Mencuatnya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak (Pedofilia) baik yang mencuat di Jakarta International School (JIS), kasus Emon di Sukabumi, serta kasus ditempat lain sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Kejadian ini menjadi besar manakala korbannya anak-anak orang kaya di sekolah berbayar puluhan juta apalagi berlabel internasional. Apabila kita telusuri, sudah banyak kasus serupa diberbagai wilayah di Indonesia. Bahkan anak jalanan paling rentan mengalami hal ini. Apalagi biasanya korban bila tidak ditangani dengan baik kelak ketika besar akan menjadi pelaku.
Tempat pendidikan semestinya menjadi tempat aman kedua bagi anak-anak selain dirumah. Faktanya di JIS hal itu terjadi, ditempat yang cukup banyak CCTV, keamanan yang luar biasa ketatnya, serta pegawai yang terseleksi dengan baik. Kenyataannya tindakan itu dilakukan tukang bersih toilet yang cuma tenaga kontrak saja. Dengan mencuatnya hal ini, tentu semakin membuat semua orang tua dimanapun waspada. Kita semua tidak boleh merasa bahwa lingkungan kita sudah aman.
Kenyataannya dari berbagai kasus pelecehan seksual terhadap anak pelakunya adalah orang yang dikenal oleh si anak. Ini menandakan kita harus waspada terhadap siapapun. Harus ada bekal yang cukup pada anak-anak. Sejak sebelum pra sekolah, anak-anak harus dibekali dengan pengetahuan sesuai pemahaman mereka atas tindakan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Siapapun (sekali lagi siapapun) tidak berhak menyentuh, memegang apalagi memainkan anggota tubuh anak kecuali untuk kepentingan membersihkan anak, pemeriksaan kesehatan serta seijin anak.
Sayangnya pola pendidikan pra sekolah yang kebanyakan tumbuh dari budaya turun temurun tidak mengantisipasi hal ini. Ada beragam cerita bahkan cerita lucu tentang penggunaan bahasa yang tidak tepat ketika anak ingin buang air kecil atau buang air besar. Kebiasaan ini harus dihentikan agar pemahaman anak ke toilet saat kencing atau berak diutarakan secara tepat. Cukup berbahaya bila menggunakan kata lain seperti menyanyi, berpuisi atau lainnya. Biasanya orang tua mengajarkan bahasa lain saat ada tamu. Repotnya anak meniru ketika dirumah neneknya atau saudaranya yang bisa disalahfahami.
Pertemuan-pertemuan warga tingkat Rt atau PKK sebenarnya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mensosialisasikan bagaimana mendidik anak dengan baik. Lantas siapa yang paling berkepentingan? Ya semuanya. Bisa pemerintah kota, kepolisian, pemerintah desa, sekolah, atau siapapun. Terutama bagi wilayah-wilayah yang perkembangan pemukimannya berjalan cukup masif yang menyebabkan batas antar rumah hampir tidak ada.
Di Kota Surakarta, sudah ada lembaga atau sejenis organisasi yang bisa didorong melakukan hal tersebut. Misalnya KLA (Kelurahan Layak Anak), GSI (Gerakan Sayang Ibu), Posyandu dan sebagainya. Pimpinan daerah tidak boleh hanya berbicara diacara-acara resmi saja. Perintahkan aparatnya mensosialisasikan tindakan-tindakan apa yang wajib dilakukan orang tua untuk mencegah, mengurangi, atau melaporkan bila ada kejadian. Penerima sosialisasi ini juga tidak hanya orang tua saja tetapi remaja bahkan bila perlu anak-anak.
0 komentar:
Posting Komentar