Mereka masih ke tempat ibadah, masih berdoa, masih mengucap lafal pemujaan tapi perilaku, sikap dan tutur katanya sungguh tak meyakini adanya Tuhan.

Dilain kesempatan ada tetangga yang mau menyewa (tentu dengan membayar) mobilnya untuk bepergian. Permintaan itu ditolaknya dengan alasan yang dibuat-buat padahal pak Unca akan membayar sesuai tarif. Sama sekali tak meminta diskon sebagai tetangga. Dulu waktu pak Wijo membangun rumahnya, tumpukan pasir diseberang rumahnya diprotes.Namanya diperumahan saat ada tetangga membangun ya pasti kena dampaknya. Tetangga lain memaklumi karena bisa jadi membenahi rumah akan bergiliran.
Ribut-ribut terakhir ya mengenai parkir motor atau tempat duduk pelanggan HIK di jualan pak Untung dipersoalkan. Juga cara memanasi kendaraan pak Sahid yang dianggap asapnya masuk rumah. Terpaksa pak RT mengajak pak Muhammad dan pak Ardi sebagai sesepuh kampung untuk mencari solusi terbaik. Lobi dilakukan dengan penuh perdebatan dan mampu diakhiri dengan baik.
Sikap-sikap pak Ren inilah yang sering jadi perbincangan warga. Mereka tidak nyaman bahkan dengan adanya pak Ren. Sering muncul suara sumbang atas dirinya. Nah suara-suara itu seakan menjelma menjadi doa pada Tuhan.
Doa atas masyarakat itulah yang kini seakan dikabulkan Tuhan. Pak Ren menghadapi kesulitan ekonomi. Beberapa mobilnya telah dijual, namanya diblack list di bank hingga rumahnya dijual. Rumah itu telah kosong, sepi dan berdebu. Tuhan memang selalu mendengar doa masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar