Senin, 26 Mei 2014

Cara Masyarakat Memanfaatkan Pembangunan Mall Dan Hotel

Pembangunan hotel dan mall kini tidak hanya berlangsung di ibukota propinsi namun sudah menyebar ke berbagai daerah yang secara ekonomi dilihat ekonominya tumbuh pesat. Meski tidak semua daerah tersebut otomatis berdiri mall dan hotel namun biasanya kepala daerah membuka keran perijinan dengan mudah. Mereka berpikir sederhana, bila ijin diberikan maka investasi masuk, perekonomian tumbuh, lowongan kerja ada, perputaran uang tidak akan kemana. Faktanya tidak selalu demikian.

Menarik sebenarnya membandingkan salah satunya antara Solo dan Balikpapan. Keduanya bukan ibu kota propinsi bahkan terpisah jarak cukup jauh dengan ibukota propinsi. Perbedaan lainnya, Solo banyak dihuni warga asli sedangkan Balikpapan kebanyakan dihuni pendatang. Meski memiliki potensi sumber daya alam, namun Balikpapan tidak mau menjualnya. Kedua kota ini memiliki bandara internasional yang melayani penerbangan keluar negeri, tumbuh sebagai kota jasa, beriringan tumbuh menjadi kota bisnis yang menarik. Termasuk menyediakan beberapa tempat wisata.

Dimasa mendatang akan berdiri 2 hotel disini
Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan masyarakat sekitar pembangunan hotel dan mall? Apakah mereka akan menjadi obyek atau subyek pembangunan? Kebanyakan daerah mengabaikan hal ini termasuk pemerintah daerah. Pencantuman perekrutan warga lokal tidak ditindaklanjuti dengan monitoring lapangan. Yang banyak terjadi, perekrutan seringkali untuk pekerjaan-pekerjaan informal seperti cleaning service, office boy, penata parkir, pembantu umum, security dan pekerjaan teknis lainnya. Jarang sekali warga setempat mengajukan bergaining untuk jabatan yang lebih strategis atau berpengaruh.

Seharusnya pemerintah daerah dan masyarakat merumuskan hal-hal apa yang idealnya bisa dikerjasamakan bila hotel atau mall akan didirikan disebuah wilayah. Ada banyak kemungkinan melibatkan masyarakat seputar mall atau hotel baik saat dibangun maupun setelah didirikan. Yang terpenting, dampak positif yang dirasakan bukan berada diwilayah teknis atau cuma mendapat dana kompensasi. Tentu dampaknya hanya beberapa hari. Di Solo bahkan marak permintaan ganti rugi per KK hingga jutaan rupiah. Mereka malah tidak memikirkan yang lebih kedepan bisa dimanfaatkan dari adanya mall/hotel.

Padahal bila mereka tidak menuntut apa-apa setidaknya wilayah mereka otomatis tumbuh. Bisa usaha pertokoan, titipan kendaraan, warung makan, jajanan hingga buka kost-kostan dengan harga lumayan tinggi. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan warga sekitar untuk bergain yaitu pertama, berupa pekerjaan level menengah keatas. Sebut saja akunting, supervisor, pengawas, manager area dan lain sebagainya. Bagaimana caranya bila warga belum punya kemampuan? Pada saat sosialisasi rencana pembangunan, sekolahkan atau kursuskan warga yang memang berminat dan buat perjanjian dengan perusahaan.

Kedua, minta space meski 1m2 untuk ruang pamer produk-produk lokal asli setempat yang unik. Tentu bukan yang banyak dijual ditempat umum. Warga harus secara spesifik mendesign sebuah kerajinan yang tidak ditemui ditempat lain. Idenya bisa didapat dari internet dan lain sebagainya. Ketiga, minta pertunjukan kesenian diadakan setidaknya sebulan sekali yang diisi oleh sanggar di masyarakat. Artinya disatu sisi seni akan tumbuh dan disisi lain mendapat ruang dan apresiasi. Bisa seni teater, seni tari, seni suara, atau kegiatan lainnya. Masyarakat harus menuntut investor membuka "demand" ditempat usahanya supaya menarik supply yang harus disediakan warga.

0 komentar:

Posting Komentar