Wilayah perkotaan tentu mengalami kesulitan dalam mengembangkan wilayahnya. Kota Surakarta kini menghadapi kendala tersebut. Tidak hanya tuntutan pengadaan kawasan pemukiman namun juga perkantoran, ruang publik hingga ruang terbuka hijau yang harus memenuhi syarat yakni 30 persen. Dengan perkembangan kota yang melaju pesat, tentu kebutuhan ruang-ruang baru kian menipis. Banyak hunian yang kini beralih menjadi tempat usaha. Saat ini sedang dibangun beberapa hotel bintang empat dan lima yang menggeser pemukiman.
Lahan-lahan strategis di perkotaan seperti jalur utama Slamet Riyadi menjadi incaran investor. Ibaratnya mau didirikan apapun akan tetap laku. Dahulu sekitar awal tahun 2000an, di jalur Slamet Riyadi ada anggapan pertokoan disebelah selatan jalan lebih tidak laku dibanding utara jalan. Terbukti beberapa diantaranya seperti Ramayana Mall depan RS Kasih Ibu tutup. Pertokoan yang kebetulan dilalui jalur kereta dalam kota disinyalir dijauhi warga karena harus melintasi rel. Kini kondisi justru sebaliknya. Sisi selatan makin tumbuh lebih cepat.
Kita bisa cek kondisi saat ini, Solo Grand Mall, Plasa Sriwedari, TB Toga Mas, dan ratusan usaha lain tetap berkembang. Artinya sudah tidak berbeda posisi utara maupun selatan jalan. Bahkan Bank Mandiri sedang membangun kantor cabangnya didekat rumah dinas Walikota Surakarta Loji Gandrung. Bangunan lebih dari 7 lantai kini menjelang akhir dan segera diresmikan. Kembali ke tuntutan 3 hal diatas, otomatis otoritas pemerintah kota bekerja keras mewujudkannya. Beberapa usahawan diarahkan ke Solo utara namun banyak yang menolak. Alasannya belum ramai, padahal kawasan itu sungguh menarik.
Disisi lain ada beberapa lahan makam yang sudah penuh dan tidak mungkin ditambahi lagi. Lahan itulah yang kini akan diolah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta. Di Solo terdapat banyak lahan pemakaman. Bahkan bila ditelisik terdapat setidaknya 1 pemakaman ditiap kelurahan dengan jumlah RW hingga 5, apalagi yang jumlahnya lebih maka akan lebih banyak lagi. Beberapa makam yang sudah tidak aktif bahkan didirikan bangunan atau tempat tinggal warga. Maka dari itu, DKP berniat mengembangkan beberapa makam.
Berdasarkan data yang dirilis DKP Kota Surakarta ada yang untuk ruang terbuka publik, pelayanan masyarakat, pemukiman serta pembukaan pasar baru. Proses membuat berbagai jenis peruntukan itu tidak mudah dan harus dengan memberi ganti kepada ahli waris untuk memindahkan jenazah yang sudah berganti atau tinggal tulang belulang. Yang penting dicermati yaitu, ruang baru yang disediakan harus diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat Surakarta. Bukan malah dinikmati oleh orang luar.
Setidaknya perwujudan ruang-ruang baru tersebut mampu mendorong tumbuhnya perekonomian lokal, menjaga kelestarian lingkungan serta memperhitungkan keadilan. Sebab disisi lain kini tumbuh hotel berbintang yang menggusur usaha bahkan tempat tinggal warga Solo ke arah pinggiran bahkan keluar Solo. Kejadian ini tidak bisa dibiarkan apalagi usaha baru yang tumbuh malah merekrut karyawan yang bukan lingkungan setempat. Lebih baik tetap saja makam dibiarkan tetap makam.
Lahan-lahan strategis di perkotaan seperti jalur utama Slamet Riyadi menjadi incaran investor. Ibaratnya mau didirikan apapun akan tetap laku. Dahulu sekitar awal tahun 2000an, di jalur Slamet Riyadi ada anggapan pertokoan disebelah selatan jalan lebih tidak laku dibanding utara jalan. Terbukti beberapa diantaranya seperti Ramayana Mall depan RS Kasih Ibu tutup. Pertokoan yang kebetulan dilalui jalur kereta dalam kota disinyalir dijauhi warga karena harus melintasi rel. Kini kondisi justru sebaliknya. Sisi selatan makin tumbuh lebih cepat.
Solopos cetak 19 Februari 2014 |
Disisi lain ada beberapa lahan makam yang sudah penuh dan tidak mungkin ditambahi lagi. Lahan itulah yang kini akan diolah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta. Di Solo terdapat banyak lahan pemakaman. Bahkan bila ditelisik terdapat setidaknya 1 pemakaman ditiap kelurahan dengan jumlah RW hingga 5, apalagi yang jumlahnya lebih maka akan lebih banyak lagi. Beberapa makam yang sudah tidak aktif bahkan didirikan bangunan atau tempat tinggal warga. Maka dari itu, DKP berniat mengembangkan beberapa makam.
Berdasarkan data yang dirilis DKP Kota Surakarta ada yang untuk ruang terbuka publik, pelayanan masyarakat, pemukiman serta pembukaan pasar baru. Proses membuat berbagai jenis peruntukan itu tidak mudah dan harus dengan memberi ganti kepada ahli waris untuk memindahkan jenazah yang sudah berganti atau tinggal tulang belulang. Yang penting dicermati yaitu, ruang baru yang disediakan harus diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat Surakarta. Bukan malah dinikmati oleh orang luar.
Setidaknya perwujudan ruang-ruang baru tersebut mampu mendorong tumbuhnya perekonomian lokal, menjaga kelestarian lingkungan serta memperhitungkan keadilan. Sebab disisi lain kini tumbuh hotel berbintang yang menggusur usaha bahkan tempat tinggal warga Solo ke arah pinggiran bahkan keluar Solo. Kejadian ini tidak bisa dibiarkan apalagi usaha baru yang tumbuh malah merekrut karyawan yang bukan lingkungan setempat. Lebih baik tetap saja makam dibiarkan tetap makam.