Kamis, 14 November 2013

Mengembalikan Peran Strategis LPMK Di Surakarta

Bila kita lihat sekarang ini terdapat banyak kelembagaan/organisasi diberbagai institusi negara. Dalam satu dinas saja ada yang namanya Korpri, Dharma Wanita, Koperasi Unit dan lain sebagainya. Paling jelas di kelembagaan desa atau kelurahan. Di Solo apalagi karena termasuk kota yang cukup cepat merespon kebijakan pusat. Sehingga tumpukan berbagai jenis organisasi di kelurahan begitu marak. Soal efektifitas dan perannya, ya patut dicermati lebih dalam.

Sebenarnya yang formal diatur oleh kebijakan setingkat Permendagri seperti Lembaga Pemberdayaan Maysrakat Kelurahan, Program Kesejahteraan Keluarga dan Karang Taruna Indonesia. Namun di Solo kita banyak menemui organisasi lain. Sebut saja Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), PSM (Pekerja Sosial Masyarakat), GWJB (Gerakan Wajib Jam Belajar), KLA (Kelurahan Layak Anak), KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dan lainnya. Berbagai organisasi itu sayangnya kurang didukung dengan sumber daya.

Banyak tokoh masyarakat yang terlibat diberbagai organisasi tersebut sehingga kadangkala tidak berjalan cukup efektif. Belum lagi ditambah dengan organisasi bentukan warga sendiri semisal kelompok seni, organisasi keagamaan, organisasi hobi maupun jenis lainnya. Tak ada yang salah dengan berbagai kelembagaan yang dibentuk. Hanya saja perlu dipikirkan benar soal efektifitas dan perannya dalam membangun masyarakat.

Sebut saja hingga kini peran LPMK yang menjadi kurang optimal. Idealnya LPMK bisa menjadi organisasi payung dari berbagai organisasi yang ada di masyarakat. LPMK menjadi partner strategis bagi pemerintah kelurahan dalam menjalankan program pembangunan di masyarakat. Faktanya justru malah sebaliknya. Keberadaan mereka seringkali bersifat rutinitas semata, menjalankan program ketika memang waktunya beraktifitas bukan merumuskan dan menjalankan program dari berbagai organisasi yang ada di kelurahan. Kewenangan yang dilindungi Perda kini malah tak berjalan.

Secara rutin LPMK menunggu dana yang diajukan dalam Musrenbangkel dan penentuannya malah dilakukan oleh panitia ad hoc (Panitia Pembangunan Kelurahan/PPK). Pemerintah Kota Surakarta semestinya mereview bahkan bila perlu revisi Perda tentang LKK. Dalam perjalanannya LPMK dapat menjadi konsolidator perencanaan, monitoring  pelaksanaan pembangunan maupun evaluator atas program yang dilaksanakan PPK. Bukan malah sebaliknya, menerima anggaran PPK dan melaksanakan kegiatan rutin tahunan berupa peringatan nasional atau hari besar keagamaan.

Sudah lama peran LPMK dipinggirkan bahkan sejak proses Musrenbang diinisiasi di Surakarta. Niat awal tidak memberi peran signifikan dalam Musrenbang dikarenakan dahulu LPMK (saat itu bernama LKMD) dikuasai tokoh yang dipandang masyarakat tidak obyektif dalam perencanaan pembangunan. Kini pasca otonomi makin membaik dan Musrenbang telah memasuki 12 tahun perjalanannya sebaiknya mengembalikan peran LPMK pada tempatnya.

Langkah pertama dan penting mereview kembali Perda LKK (Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan) serta mengembalikan peran semula. Termasuk membedah Perda LPMK yang sempat dicabut untuk kemudian dibenahi mana yang masih bisa reasonable dan mana yang tidak. Dengan demikian, kelurahan memiliki partner perencanaan yang setara. Tanpa itu semua, keputusan pelaksanaan hasil Musrenbang semestinya patut dipertanyakan bila kewenangan masih pada PPK yang secara kelembagaan sifatnya Ad Hoc.

0 komentar:

Posting Komentar