Rabu, 20 November 2013

Bagaimana Menetukan Si Miskin?

Menurut berbagai pemberitaan di media massa, seringkali saat dilakukan distribusi program pengentasan kemiskinan terjadi keributan. Entah dikarenakan warga tak berhak malah mendapatkan, entah karena yang mendapat masih sanak saudara ketua Rt dan lain sebagainya. Lantas bagaimana selama ini menentukan si miskin yang katanya dilakukan survey oleh Badan Pusat Statistik? Kenapa masyarakat yang mampu masih mendapatkan? Katanya metodologi yang digunakan sudah valid. Indikator kemiskinannya sendiri merupakan rumusan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Beberapa daerah juga turut menyalurkan berbagai program versi daerah. Sebut saja Surakarta yang sejak jaman Walikota Ir Joko Widodo turut menyalurkan program pengentasan kemiskinan. Di pendidikan ada BPMKS, untuk kesehatan ada PKMS, penataan lingkungan ada RTLH, warga meninggal mendapat santunan dan yang paling akhir yaitu program Raskinda. Program Raskinda langsung di handle oleh Walikota baru yaitu Hadi Rudyatmo. Sayangnya protes pembagian Raskinda tetap menyeruak. Meski TKPKD Kota Surakarta merupakan salah satu TKPKD yang cukup progressif, faktanya masih terjadi kesalahan sasaran.

Penting kiranya TKPKD Surakarta tidak hanya melandaskan data yang dikirimkan TNP2K dari survey BPS. Namun Pemkot Surakarta perlu mendetilkan variabel yang menjadi sasaran. Seperti diketahui, PPLS (Program Pendataan Perlindungan Sosial) Tahun 2011 dijadikan dasar bagi penentuan warga miskin. PPKS itu menetapkan 23 indikator yaitu luas lantai, jenis lantai, ventilasi, pencahayaan, penerangan utama, fasilitas buang air besar, tempat pembuangan akhir tinja rumah tangga, sumber air minum, status tempat tinggal, jumlah penghuni rumah.

Masih banyak warga yang tinggal berdekatan hewan ternak (photo by Ian)

Kemudian ada pekerjaan, status kerja RTS dalam rumah, kepemilikan aset, jumlah tanggungan keluarga, kepala rumah tangga perempuan, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, anak usia sekolah yang tak bersekolah,. kemampuan berobat/kepemilikan jaminan kesehatan, penderita kecacatan, penderita penyakit kronis, konsumsi pakaian, bahan bakar memasak. konsumsi makanan dan frekuensi makan. Nah anggota TKPKD rupanya kurang jeli melihat data yang dikirimkan TNP2K. Sehingga menjelang pleno akhir tahun masih kesulitan menentukan warga miskin.

Selama ini memang penerima program lah yang aktif meminta kelurahan. Tetapi apakah memang sudah semua warga sadar akan hal itu. Bagaimana dengan orang lanjut usia yang tinggal sendirian? Oleh sebab itu penting pemerintah daerah mengkalkulasi dari berbagai indikator tersebut. Misalnya ketika merumuskan siapa yang berhak mendapat PKMS ya berarti indikator-indikator yang terkait dengan kesehatan terendah maka yang berhak mendapatkan. Diantaranya jenis lantai, ventilasi, pencahayaan, penerangan utama, fasilitas buang air besar dan lainnya.

Demikian pula untuk penentuan penerima BPMKS, Raskinda, RTLH dan lain sebagainya.Sayangnya Kota Surakarta dengan TKPKD yang cukup aktif tidak merumuskan secara mendetil 23 indikator dengan variable seberapa. Padahal dengan sumber daya birokrasi dan ketersediaan anggaran yang memadai seharusnya bisa dilakukan. Hal ini juga lebih meminimalisir distribusi program yang tepat sasaran. Pejabat wilayah seperti lurah tak perlu takut lagi mendistribusikan bantuan karena rumusannya telah tepat.

0 komentar:

Posting Komentar