Calon Presiden harus diajukan oleh partai politik sehingga mereka bekerja akan ekstra keras memompa perolehan suara parpol hingga 20 persen. Itu syarat yang memang sudah diatur oleh undang-undang. Tentu segala daya upaya kini dikerahkan. Berbagai potensi yang dimiliki oleh si kandidat benar-benar dikerahkan secara optimal. Kita lihat diberbagai media, mereka dengan percaya diri tinggi membuat iklan yang seolah-olah mereka begitu menarik.
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/12/13547714691801404256.jpg |
Untuk golongan pertama, ada 4 nama yang sudah mengklaim akan maju sebagai Calon Presiden. Empat nama tersebut yaitu Farhat Abbas, Rhoma Irama, Aburizal Bakrie serta Wiranto. Dua nama pertama bukan pengurus partai namun memiliki kepercayaan diri tinggi. Bila Farhat belum terlihat mendekat ke Parpol, Rhoma Irama sudah sempat mampir ke PKB walaupun partai pimpinan Muhaimin belum menyatakan akan mencapreskan siapa. Sementara itu, Aburizal Bakrie dan Wiranto sudah secara jelas berkampanye di media yang mereka miliki.
Seperti diketahui, Aburizal Bakrie memanfaatkan jaringan vivagroups (TV One, ANTV dan vivanews.com). Wiranto yang berpasangan dengan Harry Tanoe menggunakan kendaraan MNC Groups seperti RCTI, MNC TV, Global TV di media televisi dan Sindo Group (Harian Sindo dan Sindo Radio). Kampanye kedua orang cukup massif ditelevisi tanpa kenal waktu. Untuk golongan kedua diisi oleh para pimpinan partai. Sebut saja Hatta Rajasa (PAN), Hidayat Nur Wahid (PKS), Surya Dharma Ali (PPP), Prabowo (Gerindra), Aburizal Bakrie (Golkar) maupun Wiranto (Hanura).
Meski demikian partai politik itu masih mensyaratkan memenuhi kuota pengajuan Capres. Bila tidak, mereka akan berkoalisi dengan parpol lain untuk memenuhi syarat. Pada golongan Capres ketiga berisi orang yang dipandang masyarakat memiliki dedikasi, komitmen, sumbangsih, integritas yang mumpuni dan berdasar penjaringan survei oleh beberapa lembaga survey. Hasilnya muncul nama/individu seperti Joko Widodo, Dahlan Iskan, Mahfudz MD, Jusuf Kalla, Megawati, Prabowo, Aburizal Barie dan lain sebagainya. Dari sekian nama yang muncul, hanya Jokowi yang terlihat "menolak" di Capreskan dengan alasan konsentrasi sebagai Gubernur DKI.
Dengan maraknya nama Capres, hendaknya diambil pembelajaran sebagai pendidikan politik masyarakat untuk lebih mengenal, menyelami maupun memantau hingga 1 tahun kedepan bagaimana perilaku mereka. Masih ada Parpol lain yang menempuh cara modern maupun tradisional untuk menjaring Capresnya secara internal. Partai Demokrat misalnya menempuh cara konvensi. Partai lain biasanya melalui Rakernas pasca Pemilu Legislatif dengan mendengar aspirasi pengurus daerah siapa yang cocok diajukan sebagai Capres. Sayangnya ada saja yang memakai slogan mendengar aspirasi namun kenyataannya Capres sudah ditentukan alias formalitas belaka.
0 komentar:
Posting Komentar