APBD diberbagai daerah setahun lalu sudah mulai menembus angka Rp 1 trilyun dan ini bukan angka yang sedikit. Rp 1 trilyun itu artinya Rp 1000 milyar alias luar biasa banyaknya. Sayangnya memang yang harus jeli ditangkap bahwa angka ini tidak semua untuk pembangunan daerah. Prosentase terbesar selalu saja untuk menggaji pegawai negeri. Prosentasenya pun tak main-main, mendominasi belanja yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah yakni diatas 60 persen. Disisi lain, pajak dan retribusi masyarakat turut dinaikkan sehingga membuat beban warga kian besar.
Kenaikan gaji tidak diikuti pelayanan yang semakin membaik apalagi fasilitas publik yang lebih nyaman. Contohnya Kabupaten Sragen yang tahun ini alokasi Belanja Daerah mencapai Rp 1,3 trilyun. Coba lihat berapa prosentasenya? Mencapai 66,92 persen dan masyarakat mendapat alokasi sekitar 21 persen dari Belanja Barang dan Jasa 14,41 persen ditambah Belanja Modal 7,46 persen. Pemda Sragen memang bisa bersikeras bahwa kontribusi masyarakat ke APBD belum cukup signifikan dilihat dari Pajak Daerah (1,48 persen) dan Retribusi Daerah (1,46 persen).
Lantas apakah semua anggaran daerah bisa dikelola secara optimal? Secara fisik bisa kita lihat di lapangan bagaimana perkembangan kota Sragen hingga saat ini. Namun dari sisi pengelolaan keuangan daerah bisa dinilai bahwa pengelolaan keuangan daerah harus ditingkatkan. Ambil contoh di defisit anggaran serta Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun berjalan. Pada tahun 2008, Pemda Sragen menyisakan kekurangan anggaran APBD (defisit) sebesar Rp 35,5 M. Kemudian meningkat 2 kali lipat di 2009 menjadi Rp 60,6 M. Pada tahun 2010 kembali melonjak menjadi Rp 69, 3 dan bisa ditekan menjadi Rp 57, M (2011) lalu ditahun ini meski makin menurun tapi nominalnya masih besar yakni Rp 51,4 M.
Sepertinya proses perencanaan yang dilakukan membutuhkan dukungan anggaran yang lebih besar. Namun benarkah demikian? Coba kita lihat Silpa yang ada. Tahun 2009, Silpa Rp 64,8 M kemudian naik besar menjadi Rp 71,3 M. Tahun 2011 kembali sisa anggaran bisa dirasionalisasi menjadi Rp 58,5 M dan Tahun 2012 masih Rp 38,6 M. Mau target tahun ini? Tak ada sisa anggaran alias menerapkan anggaran daerah yang berimbang.
Berkaca dari 2 mata anggaran diatas yakni Defisit dan Silpa, DPPKAD Kabupaten Sragen perlu mengkaji secara mendalam gap perencanaan dengan realisasi yang masih cukup besar. Memang Silpa bisa didapat dari efisiensi yang dilakukan namun tepatkah argumen ini? Bagaimana dengan realisasi belanja pegawai yang tiap tahun selalu meningkat? Inilah yang menjadi clue bagaimana mengelola keuangan agar bisa dioptimalkan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemetaan potensi yang dimiliki serta sumber daya yang ada bisa ditarik menjadi keunggulan komparatif atas optimalisasi pendapatan. Menggerakkan sektor pariwisata, pertanian maupun jasa butuh energi yang lebih besar. Maka dari itu, harus ada terobosan yang benar dibidang apa sebaiknya Pemkab Sragen akan menggenjot pendapatan daerah. Dilalui jalur selatan ke Jawa Timur, mestinya mampu dioptimalkan secara baik sehingga peluang memperbesar pendapatan daerah bisa terwujud.
Setelah mantan Bupati Untung terkena kasus korupsi, bupati saat ini Agus Fatchurrahman perlu belajar secara benar bagaimana mengelola APBD secara tepat dan bijak. Jauhkan ambisi pribadi dan golongan agar tidak ada kepentingan lain selain kepentingan kesejahteraan masyarakat Sragen. Tantangan terbesar di Sragen yakni musim kemarau bagi petani serta kekurangan air. Libatkan pihak-pihak yang memiliki potensi memberi solusi yang konkrit atas tantangan yang dihadapi masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar