Senin, 12 Agustus 2013

PAD Klaten Seret Dan Mampet

Tak berlebihan rasanya bila membedah APBD Kabupaten Klaten terutama pada mata anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menyatakan bahwa PAD Klaten seret dan mampet. Tujuh tahun terakhir kenaikan mata pendapatan naik turun. Baik dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Perkembangan yang begini minimnya tak disikapi secara serius.

Artinya pemetaan PAD yang dilakukan Pemkab relatif tidak mendapat kepastian. Kondisi ini bukan terjadi begitu saja namun tanpa arah pengelolaan yang terarah dan jelas. Pergantian kepemimpinan dari Haryanto ke Sunarna rupanya tak merubah pola pengelolaan keuangan daerah. Optimalisasi PAD seharusnya menjadi tugas penting karena kestabilan anggaran daerah di Klaten selama ini tidak terjadi. Ketimpangan belanja langsung dan tidak langsung telah menggerogoti anggaran ke masyarakat.

Pajak Daerah pada Tahun 2007 sebesar Rp 12,9 M naik hanya Rp 7 M menjadi Rp 20 M (2010) dan Tahun ini Rp 35,5 M (naik Rp 15 M). Sedangkan Retribusi Daerah di Tahun 2007 sebesar Rp 10 M ditahun 2010 menjadi Rp 13 M dan tahun ini mentok pada nominal Rp 23 M atau naik Rp 13 M. Lebih miris lagi dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan yang pada tahun 2007 cuma Rp 3,7 M setelah 6 tahun cuma bertambah Rp 1,2 M atau senilai Rp 4,9 M.

Retribusi parkir salah satu sumber potensial PAD
Sedangkan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah tahun 2007 ada Rp 13,9 M ditahun 2013 berjumlah Rp 18,8 M. Prosentase kenaikan besar di tahun terakhir yaitu pada Pajak Daerah yang mencapai 25 persen. Yang terkecil di Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah malah turun 11,26 persen. Padahal bila melihat potensi di Kabupaten Klaten patut dikaji lebih mendalam, kenapa PAD kurang begitu optimal? Padahal potensi yang terlihat saja lumayan.

Sebut saja hasil pertanian, pariwisata, pemanfaatan sumber daya alam seperti pasir merapi maupun sumber mata air, letak kawasan diantara Solo - Jogja dan potensi lain. Entah kenapa minimnya PAD tak menjadi perhatian cukup serius. Bila dicermati serius, belanja pegawai Pemkab Klaten sendiri masih belum dicukupi alias Pemkab nombok DAU guna menggaji pegawai.

Kekurangan biaya DAU untuk menggaji pegawai lumayan besar. Pada Tahun 2010 misalnya belanja pegawai masih kurang Rp 34,7 M, naik menjadi Rp 80,4 M (2011), dan tahun 2012 harus menutup Rp 42,8 M dan tahun ini kekurangan dana belanja pegawai Rp 49,3 M. Disisi lain, belanja modal alokasinya tak cukup besar. Di 2010 anggaran belanja modal Rp 155 M, 2011 menjadi Rp 183,9 dan kini malah turun menjadi Rp 181,8 M.

Maka dari itu dibutuhkan inovasi, terobosan, gagasan yang mampu menerobos barier yang bisa jadi letak problemnya diberbagai tempat. Bisa di system, bisa di sumber daya, bisa diregulasi atau mindset masyarakatnya. Sunarna sebagai kepala daerah harus memberi perhatian khusus supaya PAD yang hanya 5 persen dari pendapatan daerah bisa ditingkatkan. Harapannya akan tersedia opsi-opsi sehingga birokrasi lebih mudah melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi dari sektor PAD.

0 komentar:

Posting Komentar