Sejak jaman Soeharto lengser, pilihan menaikkan BBM menjadi pilihan strategis pemerintah mengatasi beban subsidi yang ditanggung. Sama sekali tak pernah ada solusi atas selisih harga produksi dengan harga pasar. Sekali lagi pilihannya menaikkan harga dan bukan soal lainnya. Sempat ada analisa pembatasan pemakaian premium untuk kalangan tertentu tetapi sepertinya ini hanyalah pepesan kosong yang tak bakal menjadi solusi mengatasi kenaikan harga produksi.
Pun dengan terobosan penggunaan energi alternatif seperti solar cell, minyak jarak atau lainnya. Premium digunakan tidak hanya untuk mobilitas warga namun juga pembangkit tenaga listrik. Seharusnya ada teknologi pembangkit tenaga listrik lain seperti memanfaatkan panas matahari, panas bumi, angin atau limpahan air di negara kita. Penggunaan gas atau pembatasan premium hanya untuk motor dan angkutan umum dibatalkan dengan alasan infrastruktur belum siap.
Sebuah SPBU di Samarinda |
Anehnya kenaikan ini kemudian di kompensasikan dalam bentuk BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat), Raskin yang 14 bulan serta alokasi bea siswa untuk lebih banyak siswa. BLSM dulu bernama BLT dengan besaran Rp 100.000 kini menjadi Rp 150.000 dan akan didistribusikan untuk 9 bulan. Sementara Beras untuk Rakyat Miskin awalnya dialokasikan selama 12 bulan. Tetapi tepatkah kebijakan ini meringankan beban masyarakat?
Premium merupakan salah satu komponen penting dalam penentuan harga suatu barang. Di Indonesia belum semua daerah dapat memenuhi kebutuhan konsumsinya sendiri. Bahkan beras, tepung, apalagi komoditas lainnya sudah dipastikan mengimpor dari luar negeri. Akibatnya harga yang seharusnya terjangkau bagi masyarakat kini makin tinggi. Produksi minyak mentah di Indonesia meski berlebih namun kita belum mampu mengolah menjadi bahan bakar siap pakai.
Lembaga-lembaga strategis milik pemerintah seperti LIPI, BPPT dan perguruan tinggi belum cukup mampu mengatasi problem riil yang dihadapi masyarakat umum. Efek kenaikan BBM terutama premium akan menimbulkan dampak berantai yang makin memberatkan. Entah sampai kapan hal ini akan terus terjadi dan berlangsung terus menerus. DPR sebagai representasi wakil rakyat seperti tak bereaksi apapun dan seia sekata dengan program itu. Isu BBM menjadi momok bagi masyarakat dan membuat Benar-Benar Menakutkan.
0 komentar:
Posting Komentar