Sabtu, 09 April 2011

Tiga Tipe Magersari di Kemlayan Solo (3)

Membengkaknya Warga Kemlayan

Meski terletak dilingkungan pertokoan yang pastinya membutuhkan banyak pekerja, namun jarang ditemukan warga yang bekerja di pertokoan Kemlayan. Di Matahari Departemen Store, sebuah supermarket besar di Singosaren Mall hanya ada 3 orang saja. Beberapa yang lain sudah tidak bekerja lagi. Bahkan menurut pengakuan Wulan, seorang anak SMP, saudaranya kena PHK. Artinya keberadaan pertokoan bahkan mall ternyata tidak memberi kontribusi langsung pada warga sekitar.

Menurut salah satu warga, Joko jika ingin menjadi pekerja di supermarket itu harus memiliki persyaratan yang lumayan rumit. Baik secara fisik maupun teknis atau keahlian. Saat ini hanya ada 3 orang yang bekerja secara resmi di Matahari dept store. Yang paling banyak bekerja di kawasan tersebut adalah menjadi tukang parkir. Pilihan ini diambil dikarenakan uang yang mereka terima tiap harinya lumayan besar. Dalam sehari mereka ditarget memberi setoran Rp 240.000 padahal potensi parkirnya sangat besar.

Rumah salah satu warga
Dengan tarif parkir Rp 1.000 dan kapasitas parkir motor 4 baris baik di sisi jalan Gatot Subroto, barat matahari atau jalan kampung maupun Dr Radjiman (depan Matahari) tentu pendapatan harian para tukang parkir ini melimpah. Belum lagi dari parkir mobil yang memakan jalan dan bisa menampung beberapa mobil. Salah satu warga menuturkan bila digantikan orang lain karena kesibukan minimal Rp 25.000 bisa dikantongi.

Hanya saja dari segi fisik ketersediaan rumah, mereka yang bertempat tinggal di Rw III justru hanya magersari saja. Mereka menggunakan rumah secara turun temurun atau ada yang membeli milik tetangga mereka yang dijual. Sebenarnya jauh dari kata memadai atau layak disebut sebagai tempat tinggal. Tidak hanya dari faktor ukuran namun juga fasilitas, ventilasi, maupun kondisi sosial masyarakat. Banyak rumah yang hanya berukuran 20 – 30 m2 saja atau saya menemukan warga yang tinggal dipetak ukuran 4m2.

Dengan ukuran minim itu, kita tak akan menemukan sesuatu dipetaknya kecuali kasur yang diletakkan begitu saja diatas tikar kusamnya. Ditahun 1960an, menurut penuturan Ratman, sesepuh warga, hanya ada 12 rumah yang berada  wilayah Rw III. Awalnya mereka membayar sewa pada para pemilik tanah namun perkembangan jumlah warga meningkat kemudian pembayaran sewa menyewa menjadi hilang. Inilah yang saya sebut dengan magersari frontal, yaitu menempati rumah yang tak memenuhi aspek standarisasi apapun (legal ataupun aspek lainnya).

Salah satu rumah kuno
Berdasar penuturan Sarwono, mereka bersedia dipindah dari tempat tersebut asalkan pemilik tanah memenuhi 2 syarat yang mereka ajukan yaitu pertama menyediakan rumah dilokasi baru dan kedua mereka dipindah bersama (bedhol deso). Kedua syarat ini tidak boleh ditawar karena ikatan yang mereka miliki begitu kuat sehingga mereka tak siap kehilangan tetangganya. “jauh dari sekolah ataupun tempat kerja itu salah satu resiko yang siap kita hadapi mas” kata pria yang kesehariannya bekerja menjadi tukang parkir.

Menyusuri kawasan perkampungan di Kemlayan sebenarnya ada kenikmatan tersendiri. Di jalan selebar 1 meter hingga 1,5 meter itu kita akan menemui banyak pemandangan menarik. Tidak hanya jemuran pakaian namun juga, sepeda, motor, hingga tempat memasak tetapi kita akan berpapasan dengan warga yang mau berangkat kerja atau mandi. Pagi hari adalah waktu yang nikmat untuk menyusuri kawasan itu dan senandung keriangan anak-anak kecil menjadi iringan merdu langkah kita.

0 komentar:

Posting Komentar