Jumat, 08 April 2011

Tiga Tipe Magersari di Kemlayan Solo (2)

Kerabat P Singosari Masih Ada Di Kemlayan

Bila dikaji lebih jauh, di Kemlayan masih tinggal keturunan raja dari Raja Keraton Kasunanan Surakarta. Tidak hanya dari gelar namun juga bentuk bangunan tempat tinggal yang masih asli seperti bangunan joglo tua yang kemungkinan didirikan tahun 1900an. Mereka merupakan keturunan Raja Paku Buwono ke IX yang anak pertamanya dikenal dengan nama Pangeran Singosari. Wajar saja bila kawasan ini juga dikenal dengan nama Singosaren. Kemudian tanah dialihkan kepada adiknya ke 8 (atau terakhir) yakni Kanjeng Harum Binang.

Kini bangunan itu masih ditinggali 2 cucu Kanjeng Harum Binang dari anak no 3 yaitu RA Sri Murwani dari ketujuh anaknya. Lahan milik Pangeran Singosari sebenarnya seluas 10.000m2 namun setelah beberapa diantaranya dijual kini tinggal 7.700m2. Diseputar ndalem (rumah utama) banyak rumah yang awalnya ditempati para abdi dalem yang mengabdi pada para keturunan raja. Kini seiring berjalannya waktu rumah-rumah tersebut ditinggali anak cucu abdi dalem. Bila ditilik dari status tanah, tentu saja mereka hanya memakai saja.

Ndalem Singosari
Seiring perkembangan jaman, rumah-rumah itu kemudian berkembang dan bertambah banyak. Keturunan abdi dalem ada juga yang menyewakan rumahnya dan ada beberapa yang lain melakukan transaksi meski tidak memiliki kekuatan hukum. Walaupun rumah-rumah tersebut tak memiliki sertifikat tanah namun hampir semua tempat tinggal mendapat aliran listrik resmi serta membayar pajak bumi dan bangunan.

Sedangkan dirumah joglo dan seputaran ndalem tersebut kini yang menjadi tanggungan keturanan Paku Buwono IX  seluas 2.700m2 yang pajaknya sangat besar atau mencapai Rp 5juta/tahun. Idealnya pihak pemkot memberi insentif atas perawatan rumah yang bisa masuk kategori cagar budaya tersebut. Para keturunan yang masih tinggal di Ndalem Singosaren sebenarnya cukup berat merawat rumah dan berbagai kebutuhan lainnya.

Warga yang magersari ditanah milik Ndalem Singosaren (atau sebutan lainnya Kanjengan) menurut penuturan sumber utama menyatakan bertempat tinggal seadanya. Namun kemudian merembet dan rumahnya menjadi membesar atau semakin lebar. Di Rt 02/III awalnya bahkan ada 9 kepala keluarga saja (1980an) namun kemudian mengajak saudara atau menikahi warga setempat sehingga kemudian penduduk bertambah banyak. Inilah yang dalam tulisan pertama saya masukkan dalam kategori magersari kultural atau menempati rumah bukan miliknya sendiri secara budaya.

Pekarangan Ndalem Singosari
Disisi utara rumah tersebut masih terdapat tanah yang cukup luas. Di tanah itu digunakan untuk berbagai aktifitas warga seperti olah raga (main bola anak-anak, bulu tangkis), tanaman, sarana MCK umum, memelihara ternak dan sebagainya. Pihak keturunan Kanjeng Harum Binang lebih merasa nyaman bila ada pihak yang ikut membantu merawat rumah masih berdiri kokoh meski usianya sudah cukup tua. Masyarakat yang menempati bekas leluhur mereka juga tak terbebani dengan membayar pajak kepada keturunan Raden Harum Binang.

Masyarakat Kemlayan terutama yang magersari cukup faham bahwa relokasi menjadi pilihan kemungkinan yang bisa saja dialami oleh mereka. Hal ini bisa dilihat dari data yang tercatat di Kelurahan yang awalnya memiliki 9 RW, kini hanya tinggal 6 RW saja. Untuk mencari investor atau orang yang memiliki kemampuan keuangan besar tentu cukup mudah. Di Kemlayan memang lebih tepat sebagai lokasi perdagangan dibandingkan sebagai hunian tetap keluarga.

8 komentar:

  • Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
    Anonim says:
    4 Juni 2011 pukul 00.27

    Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

  • Nino says:
    6 Juni 2011 pukul 00.52

    Mas/mbak, bukan dibudidayakan tapi dilestarikan karena mengandung nilai sejarah tinggi. Rumah ini (Foto 1) merupakan peninggalan Pangeran Antasari. Kalau dirawat dengan optimal, maka akan terlihat indah. Penghuni kesulitan merawat karena biaya perawatan cukup tinggi. Pajak untuk tanah dan bangunan mereka saja mencapai Rp 5juta/tahun. Mungkin mas/mbak punya saran? Lebih baik tidak mencela seseorang karena kita diciptakan Tuhan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

    Salam,


    Nino

  • Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
    Anonim says:
    30 Juli 2011 pukul 06.17

    Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

  • Nino says:
    30 Juli 2011 pukul 07.44

    Subhanallah..... mas/mbak.... mohon yang santun.... mari kita berdiskusi secara dewasa. Sy tidak kenal dengan anda dan mohon tidak berbicara seenaknya sendiri apalagi di blog saya yang saya dedikasikan bagi pengetahuan... Atau ada yang salah pada tulisan saya?

  • primbondonit says:
    3 Agustus 2011 pukul 05.01

    mas nino sing ngomong crigiss mben diparani bajang langgar...singosaren ben kapok.

  • Nino says:
    4 Agustus 2011 pukul 08.21

    Mas/mbak.... sy crigis dibagian mananya? tolong tunjukkan. Kalau memang ada yang salah, beritahu benarnya. Sy tidak kenal anda dan tidak merasa punya masalah. Mari kita berdiskusi secara sehat dan cerdas memakai otak bukan otot....

  • om comb says:
    25 Januari 2012 pukul 03.57

    kalo mau komen kasih nama ndak usah mbacot senbarangan gagasan mas nino itu baik

  • Unknown says:
    4 Januari 2014 pukul 12.16

    Sugeng injing nggih.ini bagus banget informasi nya makasih mas ya.mau Tanya la mas nya punya hubungan ndak sama ndalem singosaren

Posting Komentar