Jumat, 29 Agustus 2014

Sistem Zonasi Sekolah Di Surakarta Klop Dengan Kurikulum 2013

Ada gagasan yang menarik perdebatan pasca penerimaan siswa baru Tahun Ajaran 2013/2014 di Kota Surakarta. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta ingin mengembangkan zonasi sekolah berdasarkan teritori atau wilayah. Sepertinya belum ada model pengelolaan seperti ini. Penerapan zonasi ini memang tidak mudah diimplementasikan karena ada beberapa faktor. Sebelumnya Kota Surakarta menerapkan kebebasan memilih sekolah. Namun siswa yang diterima hanya berdasar quota dalam kota dan luar kota berdasar alamat tinggal.

Disamping itu, ada beberapa sekolah dengan sistem plus atau bagi warga miskin sekolah tidak sekedar bebas biaya namun peralatan sekolah seperti tas, buku, seragam, sepatu bisa dibantu. Hanya kemudian perspektif masyarakat menjadi negatif pada sekolah plus. Guru-guru disekolah itu juga kesannya direndahkan. Bisa jadi akan mempengaruhi minat guru mengajar sebab siswa benar-benar dibantu keuangannya oleh Pemerintah kota. Terobosan zonasi sekolah kini coba diterapkan untuk Tahun Ajaran 2014/2015.

Gagasan ini menarik dan perlu diterapkan di Indonesia. Apa makna zonasi sekolah? Yaitu membatasi siswa bersekolah dengan memilih sekolah semaunya alias dia harus bersekolah ditempat yang sudah ditunjuk berdasar dimana dia tinggal. Pada jaman dahulu, kita memang bersekolah yang dekat sehingga bisa jalan kaki. Seiring kemajuan zaman, orang tua siswa menyekolahkan ditempat sekolah favourite dan kadang biayanya bisa lebih mahal dibanding sekolah negeri yang lain. Guru-guru dikabarkan juga banyak mengincar sekolah ini karena tunjangannya berbeda.

Keuntungan zonasi sekolah cukup banyak sebut misalnya tidak ada lagi sekolah unggulan. Sistem zonasi mewajibkan siswa mendaftar di sekolah yang terdekat tempat tinggalnya. Maka siswa yang bertempat tinggal di dekat SMP 1, SMP 2, SMP 3, SMP 9 dan beberapa SMP favourite cukup diuntungkan. Pun dengan model kurikulum 2013, sistem zonasi lebih tepat karena pembelajaran fokus pada siswa dan proses belajar. Disisi lain, siswa yang cerdas akan terbagi secara acak ditiap sekolah. Siswa juga diharapkan lebih bisa tepat masuk jam sekolah karena jarak sudah dekat.

Pun demikian bila siswa mengalami hambatan, ada masalah di sekolah, siswa sakit maka sekolah bisa secara mudah dan cepat memberitahukan pada orang tua. Disdikpora Kota Surakarta sendiri dalam mengucurkan anggaran ke sekolah lebih mudah karena share siswa tiap sekolah setidaknya akan berimbang. Beban tiap sekolah bisa jadi sama. Tetapi tantangan atau kerugian juga menjadi hal yang harus dicarikan jalan keluarnya supaya siswa tidak dirugikan. Persiapan pembuatan zonasi sekolah harus matang. Database siswa sejak dini betul-betul siap sehingga ketika pendaftaran bisa sesuai.

Lebih bagus lagi jika sudah disiapkan sistem online. Siswa tak perlu bawa banyak berkas karena dokumen siswa dari jenjang sebelumnya sudah tercatat disekolah yang akan dituju. Jadi pendaftaran hanya memastikan bahwa siswa resmi mendaftar. Bagi orang tua, tidak akan lagi bisa memilih sekolah terutama bila sekolah yang terdekat selama ini dianggap "kurang" atau keluarannya tidak bagus. Guru sendiri perlu meningkatkan kapasitas bila siswa didiknya kebetulan hasilnya pas-pasan namun keluaran sekolah selama ini bagus.

Sistem zonasi ini tepat digunakan untuk jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Sementara untuk SMA tidak pas terutama bagi siswa yang akan menempuh pendidikan kejuruan (SMK). Keberadaan SMK tidak merata dan tidak selalu SMK yang menjadi incarannya tidak berada di zona dimana siswa tersebut tinggal. SMK sendiri terbagi ada beberapa yakni yang teknik, ketrampilan maupun seni. Bila seorang siswa berminat pada seni namun SMK yang terdekatnya adalah SMK teknik maka potensi yang dimilikinya tidak tergali optimal.

Nah sekarang tinggal kita tunggu penerapan zonasi sekolah di Kota Surakarta. Inilah terobosan yang brilian dan muncul dari Kota Surakarta. Sistem ini harus menjadi patokan secara nasional sehingga pemerataan pendidikan benar-benar dapat tercapai. Jadi sekolah yang baik itu yang mampu mengeluarkan output pendidikan dari input apapun. Selama ini sekolah favourite sering menghasilkan output yang baik karena inputnya sendiri sudah bagus.

0 komentar:

Posting Komentar